Sukses

Alasan Pemerintah Tunda Eksekusi Mati Gelombang Kedua

Namun Pemerintah Indonesia menegaskan tak menghentikan pelaksanaan hukuman mati, termasuk terhadap terpidana mati Bali Nine asal Australia.

Liputan6.com, Jakarta - Hukuman mati gelombang kedua warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) terpidana narkotika ditunda. Penundaan tersebut terkait masalah teknis yang harus diselesaikan.

Pernyataan ini disampaikan juru bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Husain Abdullah. Dia menjelaskan, penundaan itu telah diketahui Australia yang 2 orang warganya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, masuk dalam daftar tunggu narapidana yang akan dihadapkan pada regu tembak.

Husain menambahkan, saat menelepon Wakil Presiden Jusuf Kalla tadi siang, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengapresiasi pemerintah Indonesia.

"Pemerintah Australia menyampaikan terima kasih dan apresiasi karena menunda hukuman mati," ujar Husain di Jakarta Pusat, Kamis (19/2/2015).

Meski demikian, dipastikan Husain, penundaan bukan karena permintaan dari Australia atau sejumlah negara lain. Namun, disebabkan aspek teknis.

"Pak JK (memberi tahu Menlu Bishop) bahwa memang pemerintah Indonesia menunda mungkin 3 minggu atau sebulan pelaksanaan itu, karena hal teknis yang harus disiapkan sebelum hal itu dilakukan," tambah dia.

Husain menyebut, dalam pembicaraan dengan Bishop, JK menekankan bahwa Indonesia hanya menunda hukuman. Pemerintah tidak mengubah keputusan karena saat ini Indonesia sudah berada dalam keadaan darurat narkotika.

Dia pun mengatakan, JK meminta agar Bishop dan Otoritas Austalia mengerti hukum yang ada Indonesia. Permintaan itu langsung ditanggapi positif oleh Bishop dan bahkan Australia mengatakan siap meningkatkan kerja sama dengan Indonesia untuk memerangi peredaran narkotika.

"Pak JK meminta masyarakat dan pemerintah Australia bisa memahami hukum yang berlaku di Indonesia," imbuh Husain. "Pemerintah Australia pun mengaku siap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk memerangi peredaran narkotika ternyata Australia juga korban masalah seperti ini." (Riz/Mvi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini