Sukses

Seruan Warga Australia Boikot Bali Ramai di Media Sosial

Menlu Australia Julie Bishop sebelumnya mengancam memboikot pariwisata Indonesia jika memang eksekusi mati terhadap warga tetap dilakukan.

Liputan6.com, Sydney - Para pengguna media sosial Twitter di Australia mulai ramai berkicau dengan menggunakan tanda pagar #boycottbali, terkait dengan rencana pelaksanaan eksekusi dua terpidana mati sindikat narkoba Bali Nine.

Seperti dimuat ABC, Senin (16/2/2015), sejumlah kicauan dilontarkan para pengguna jejaring sosial di negeri kanguru. Seperti yang ditulis akun @gpol03. Ia menyatakan, tidak ada orang Australia yang mau pergi ke negara barbar seperti Indonesia. Setelah dilacak, akun ini diketahui hanya memiliki 16 pengikut.

Akun lainnya seperti @themusiccomau menyampaikan informasi mengenai pembatalan rencana musisi David Franciosa untuk tampil di Bali sebagaimana dikutip di media lokal yang terbit di Australia.

Ada pula cuit yang menyatakan, "kami akan memotong semua bantuan kepada Indonesia dan jika ada lagi tsunami... rasakan sendiri".

Sementara, akun milik Ruth Wykes ‏di @strewwth menyatakan, ia sangat menyukai Bali, namun hal itu akan sirna jika eksekusi Andrew dan Myuran tetap dilakukan.

Lalu, akun @PRMJang mengutip inisiator kampanye Mercy Campaign, Ben Quilty, yang menyatakan, "@jokowi_do2 jika anda membunuh warga Australia kami akan memboikot Bali."

Julie Mcivor ‏melalui akun @craig_julie69 mengatakan, ia membangun usaha penginapan yang mempekerjakan penduduk setempat di Bali. "Jika kedua orang ini dieksekusi kami akan menjual usaha kami ini," katanya.

Namun tidak semua pengguna medsos mendukung seruan memboikot Bali. Ian Peter ‏melalui akun @IanWPeter misalnya, mempertanyakan mengapa harus memboikot Bali. "Mengapa penduduk yang tak berdosa yang harus menderita akibat perbuatan pemimpin mereka yang kolonialis," katanya.

Selain itu, akun ‏@guymosel bahkan menuding mereka yang gencar mengajak untuk memboikot Bali adalah orang-orang Australia yang belum pernah ke Bali atau sama sekali tidak mengenal Bali.

"Hashtag #boycottbali dimulai oleh mereka yang tidak pernah ke Bali karena mereka orang kampungan," demikian dikatakan Guy Mosel.

Halim Englen ‏melalui akun Twitternya @zenintechs mengaku begitu sulit untuk memahami ajakan memboikot Bali ini. "Mengapa dua orang kriminal begitu pentingnya bagi Australia? Apakah Australia tidak mempunyai orang yang lebih pantas untuk dibela?" tanya Englen.

Ancaman Boikot dari Menlu Australia>>>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ancaman Boikot dari Menlu Australia




Mulai 2013, Pemerintah Indonesia mengakhiri masa moratorium eksekusi mati yang telah diberlakukan selama 4 tahun. Kemudian pada 2014, tak ada eksekusi mati di tanah air meski pelaksanaan hukuman itu kembali diterapkan. Hukuman ini mulai dilakukan kembali pada awal 2015 pada masa pemerintahan Jokowi.

Kejagung sebelumnya mengeksekusi mati 6 terpidana pada 18 Januari 2015 lalu. Keenam orang tersebut, yakni Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brasil), Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI), Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria), dan Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda).

Sejumlah terpidana mati lainnya kemungkinan akan dieksekusi, termasuk 2 terpidana mati dari kelompok penyelundup narkoba 'Bali Nine', Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang berasal dari Australia.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott baru-baru ini mengajukan permohonan kepada Jokowi agar lebih 'responsif' dengan desakan yang dilakukan pihaknya. Dia mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk memahami posisi bila warga negaranya terancam dieksekusi mati di negara lain.

"Jutaan warga Australia sangat kecewa dengan apa yang akan terjadi pada 2 warga kami di Indonesia," ujar Abbott, seperti dilansir News.com.au.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop mengatakan, pihaknya menerima banyak surat dari warganya yang berisi protes terhadap eksekusi mati Myuran Sukuraman dan Andrew Chan. "Jadi apakah eksekusi harus diteruskan bila masih ada opsi lain?" ujar dia. Dia juga mengatakan pihaknya bisa memboikot pariwisata Indonesia jika memang eksekusi tersebut tetap dilakukan.

Presiden Jokowi sebelumnya menjelaskan Indonesia harus tegas dalam penegakan hukum terkait narkoba. Sebab, dalam setiap hari sebanyak 50 orang meninggal karena narkoba di Indonesia, sehingga dalam setahun jumlahnya mencapai 18 ribu orang meninggal karena narkoba.

Menurut Jokowi, fakta tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat narkoba. Untuk itu, dia menolak permohonan grasi yang diajukan para terpidana mati narkoba. "Ada 64 yang sudah diputuskan (hukuman mati), mengajukan grasi, saya pastikan semuanya saya tolak, tidak akan," ucap Jokowi.

Jokowi pun menyatakan tidak gentar meskipun mengaku mendapatkan tekanan dari berbagai pihak. Termasuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lembaga swadaya masyarakat (NGO), hingga mendapatkan surat amnesti internasional. "Kalau ada pengampunan untuk narkoba dan makin lama dibiarkan hancurlah kita," tegas Jokowi. "Kalau pas (ada) yang ketangkap, tidak ada lagi yang gram, semuanya kilo (gram) atau ton." (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini