Sukses

Saksi Budi Gunawan Sebut Alat Bukti Penetapan Tersangka Minimal 5

Romli berpendapat, meski cara kerja KPK sesuai undang-undang, standar operasionalnya harus sejalan dengan lembaga hukum lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Pidana asal Universitas Padjajaran (Unpad) Romli Atmasasmita memberikan kesaksian dalam sidang gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam kesaksiannya, Romli Atmasasmita yang juga pernah dilibatkan menyusun Undang-Undang KPK, mengingatkan, agar penetapan seseorang sebagai tersangka tindak pidana korupsi harus memenuhi asas kehati-hatian. Termasuk dalam pengumpulan alat bukti.

"Alat bukti itu tidak boleh 2, minimal 5. Di situlah rambu-rambunya. Dasar penyelidikan, asas yang harus jadi landasan kerja KPK," kata Romli saat memberikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).

Romli berpendapat, meski cara kerja KPK dibekali undang-undang khusus pemberantasan korupsi, standar operasionalnya harus sejalan dengan lembaga penegak hukum lain yakni Kepolisian dan Kejaksaan.

Romli menilai, tak dikenalnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) di KPK membuat lembaga antikorupsi itu berpotensi terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan.

"Walaupun KPK dasarnya hukum, tetapi KPK tidak bisa lepas dari kehati-hatian," ucap mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia itu.

KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan menerima hadiah atau janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.

Budi Gunawan dikenakan pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2, pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014, dan sudah setengah tahun lebih melakukan penyelidikan terhadap kasus transaksi tidak wajar terhadap pejabat negara itu, hingga pada akhirnya KPK menemukan peristiwa pidana dan telah menemukan lebih dari 2 alat bukti untuk meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidkan ke penyidikan 12 Januari 2015. (Mvi/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.