Sukses

Ada WNI Terancam Dieksekusi, Jokowi Diminta Stop Hukuman Mati

Eksekusi mati itu bisa berdampak pada warga negara Indonesia di negara-negara lain yang juga sedang terancam hukuman serupa.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia akan segera melakukan eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana mati. Tak terkecuali 2 terpidana mati kasus narkoba 'Bali Nine', yang merupakan warga negara Australia.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menolak pelaksanaan eksekusi tersebut. Alasannya, eksekusi mati itu bisa berdampak pada warga negara Indonesia di negara-negara lain yang juga sedang terancam hukuman serupa.

"Pemerintahan Jokowi seharusnya menyadari bahwa dalam konteks hubungan internasional, ada konsekuensi (dari hukuman mati ini) di mana Indonesia tidak lagi memiliki legitimasi untuk melindungi atau membela TKI yang dihukum mati di negara lain," ujar Alvon dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (11/2/2015).

Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, saat ini masih ada 60 terpidana mati lagi yang akan dieksekusi. Pekan ini, lanjut Alvon, begitu santer pelaksanaan eksekusi hukuman mati akan dilaksanakan dalam waktu dekat, meskipun pelaksanaan itu menuai kecaman dari dunia Internasional.

Bahkan beberapa negara sahabat telah menarik duta besarnya sebagai bentuk protes terhadap sikap pemerintah Indonesia itu atas hukuman mati itu. Karenanya, di mata Alvon, akan lebih baik jika Indonesia menetapkan moratorium hukuman mati.

"Hal yang paling penting dan pokok untuk segera dilakukan Pemerintah Indonesia adalah melakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati," kata Alvon.

Menurut Alvon, langkah moratorium hukuman mati harus dilanjutkan dengan penghapusan pasal-pasal yang masih memberlakukan sanksi hukuman mati. Kemudian setelah itu membenahi sistem peradilan pidana.

‎Andrew Chan dan Myuran Sukumaran adalah 2 terpidana mati dalam kasus penyelundupan heroin 8,2 kilogram pada 2005 di Bali. Kasus itu kemudian dikenal dengan nama kasus "Bali Nine".

Mereka divonis hukuman mati pada 2006. Upaya yang dilakukan melalui peninjauan kembali (PK) keduanya ditolak. Pun demikian grasi mereka ditolak Presiden.

Keduanya juga mengajukan PK kedua. PK itu diputus tidak dapat diterima oleh Pengadilan Negeri Denpasar, karena berbagai pertimbangan. Salah satunya aturan pengajuan PK hanya dapat diajukan sekali. (Osc/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.