Sukses

Eks Wamen: Pimpinan KPK Dibawa ke Pengadilan Itu 'Jebakan Batman'

Denny Indrayana menilai dan meminta Presiden Jokowi tidak terjebak dalam skenario tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditetapkan menjadi tersangka dan sudah mengeluarkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, beberapa pimpinan KPK, bahkan orang nomor satu di KPK, Abraham Samad, juga dilaporkan dalam sejumlah kasus.

Guru Besar Fakultas Hukum dan Tata Negara UGM Denny Indrayana menilai dan meminta Presiden Jokowi tidak terjebak dalam skenario tersebut. Terlebih, wacana peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) buat pimpinan KPK juga merupakan 'jebakan batman' bagi Jokowi.

"Pimpinan KPK dibawa ke pengadilan, itu 'jebakan batman'. Pasalnya, jika pimpinan KPK menjadi tersangka menurut aturannya kan langsung berhenti. Terlebih (jika pimpinan KPK menjadi tersangka) akan dikeluarkan perppu. Itu jelas skenario bukan hanya mengkriminalisasikan KPK, tetapi juga membubarkan KPK," ujar Denny di Gedung MK, Jakarta, Selasa (10/2/2015).

Ia pun tetap konsisten menyebut tindakan tersebut dengan sebutan 'pendekar mabuk'. Mantan Wakil Menteri (Wamen) Hukum dan HAM era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu pun tetap menolak KPK dikriminalisasikan.

"Saya tetap bertahan menolak kriminalisasi KPK. 'Pendekar mabuk' itu kiasan, kita harus tegas menyikapi masalah ini," tukas Denny.

Terkait sejumlah pihak yang melaporkan dirinya terhadap pandangan 'pendekar mabuk', Denny mengaku siap. Sebab, hal itu dianggap sebagai risiko dalam membela KPK.

"Sejauh ini untuk kasus tersebut belum ada perkembangan, tapi saya dan teman-teman advokat sudah siap. Waktu awal dilaporkan kita pun sudah siap hadapi. Saya juga sampaikan itu pilihan sikap saya berdiri membela KPK," tandas Denny Indrayana.

Sebelumnya, mantan Wamen Hukum dan HAM tersebut dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat. Denny Indrayana diduga melakukan pencemaran nama baik dengan pernyataan yang menyebut tersangka Komjen Pol Budi Gunawan memakai jurus mabuk saat mempraperadilankan KPK.

Adalah Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat) yang melaporkan Denny ke polisi. Ketua DPP Pekat Jimmy I Rimba mengatakan, pihaknya telah melayangkan laporan ke Polres Jakarta Barat pada Rabu 4 Februari 2015 sekitar pukul 19.40 WIB.

"Kami melaporkan kasus penghinaan yang dilakukan Denny Indrayana di dalam statement-nya di media-media. Di media tersebut ia menyebutkan Komjen Budi Gunawan menggunakan jurus mabok," kata Ketua DPP Pekat Jimmy I Rimba saat dihubungi di Jakarta, Rabu 4 Februari 2015.

Bantah Terlibat Korupsi >>>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bantah Terlibat Korupsi

Bantah Terlibat Korupsi

Disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi yang diadukan di Bareskrim Polri, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Denny Indrayana mengklaim tidak mengetahui hal tersebut.

Denny mengaku mengetahui kabar yang menyebutkan bahwa dia tersangkut korupsi, melalui media sosial. "Aku kira di Bareskrim sudah jalan. Tetapi saya tidak tahu, saya hanya dapat info dari Twitter," ujar Denny di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (10/2/2015).

Denny menjelaskan, sejumlah informasi yang dia temukan di media sosial, menyebutkan beberapa tuduhan yang berbeda-beda. Salah satu tuduhan menyebut bahwa ia terlibat dalam pertemuan yang diduga dilakukan Ketua KPK Abraham Samad dengan Pelaksana tugas Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Selain itu, Denny mengakui bahwa ia juga dikaitkan dengan dugaan tindak pidana korupsi saat ia masih berada di Kementerian Hukum dan HAM. Dugaan itu terkait perubahan sistem pembayaran secara online, atau payment gateway, dalam fasilitas pelayanan publik di Kemenkumham.

"Celah dugaan korupsi tersebut kemungkinan dicari-cari dari potongan biaya administrasi yang dikenakan masyarakat saat melakukan pembayaran secara online," jelas Denny.

Menurut dia, perbuatan cara bayar dari manual menjadi secara online di mana ada kelebihan beban jika bertransaksi beda bank. "Kalau online itu pasti ada charge jika gunakan beda bank, itu yang dikira saya memperkaya orang lain."

Denny pun menandaskan pada dasarnya perubahan yang dia lakukan pada sistem layanan publik di Kemenkumham tersebut hanya untuk memudahkan pelayanan administrasi bagi masyarakat. Dia pun mengklaim mendapat saran mengenai sistem pembayaran online dari Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan pengelola jasa kereta api.

"Saya itu mengikuti sistem online dari Walikota Surabaya, Risma dan dari tim IT KAI. Karena itu saya ikuti," tandas Denny Indrayana. (Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.