Sukses

Kambing Hitam Banjir Jakarta

Hujan deras sejak Minggu 8 Februari malam hingga Selasa 10 Februari pagi, lagi-lagi membuat hidup warga Jakarta sengsara.

Liputan6.com, Jakarta - Dari tahun ke tahun wajah Jakarta selalu berubah. Pembangunan infrastruktur, modernisasi, fasilitas umum dan penataan kota terus digenjot. Selalu ada yang baru kita temukan di Ibukota setiap tahun berganti, yang memperlihatkan kalau kota metropolitan ini makin modern.

Namun, tak semuanya bisa berubah. Ada masalah 'purba' yang hingga kini tak bisa dipecahkan penguasa Jakarta dan terus saja menghantui warga setiap tahun. Banjir, masalah akut Ibukota yang dari dulu tak kunjung terpecahkan, tahun ini kembali merendam jalanan kota, pertokoan, gedung pemerintah serta permukiman warga.

Banjir adalah Jakarta, sehingga jangan heran bencana ini selalu menjadi komoditas setiap kali ada pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Meski tak pernah ada yang memberikan solusi konkret, tetap saja para calon gubernur dan wakilnya tampil bak pakar banjir ketika berkampanye di hadapan warga Jakarta.

Tahun ini, warga Jakarta pun lagi-lagi harus memendam harap dalam-dalam, karena janji itu belum juga terwujud. Hujan deras sejak Minggu 8 Februari malam hingga Selasa 10 Februari pagi, lagi-lagi membuat hidup warga Jakarta sengsara.  

'Kambing Hitam' Penyebab Banjir

Sesuai dengan banyaknya dampak yang muncul, faktor yang menyebabkan Jakarta kembali dikepung banjir juga beragam. Seperti Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani yang menyatakan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan stakeholder atau pemangku kepentingan terkait penanganan banjir Jakarta. Hasilnya, sistem saluran air atau drainase di Jakarta yang banyak yang harus diperbaiki jadi salah satu kambing hitamnya.

"Kemarin sudah evaluasi dari tanggal 10 Januari sampai ke depan kita akan secara bertahap [memperbaiki drainase]( 2173796 ""). Ada 22 titik drainase tersumbat, dan juga koordinasi dengan Pemda DKI bagaimana jangan sampai banjir terus-menerus tiap tahun," kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.

Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menuding Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai kambing hitam banjir Jakarta. Ahok mengatakan, saat dirinya berangkat menuju Istana Negara dia kaget dengan kondisi ketinggian air di Waduk Pluit. Air kala itu begitu tinggi tidak seperti hari-hari biasanya dengan curah hujan serupa.

Setelah sampai di Balaikota Jakarta, dia meminta seseorang untuk memeriksa apa yang terjadi pada Waduk Pluit. Mendengar laporan dari orang itu Ahok pun kaget.

"Kenapa naik terus, sejak pukul 07.00 WIB PLN matikan lampu di situ. Pompa nggak bisa jalan. Kalau pompa nggak jalan hujan terus ya naik dong air. Pertanyaannya kenapa PLN matikan lampu. Alasannya takut kesetrum, orang saya tanya udah banjir belum di situ," ujar Ahok geram di Balaikota.

Ahok sudah heran sejak dalam perjalanan. Awalnya, dia bingung dengan kondisi Waduk Pluit yang airnya cukup tinggi. Setelah melihat kawasan Sawah Besar di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk kering, termasuk Istana Negara.

Memasuki siang hari, dirinya masih berpikir seluruh pompa di Waduk Pluit bekerja. Ternyata memasuki siang Istana justru terendam. Ternyata dari 12 pompa hanya 2 yang berfungsi karena listrik mati.

Ahok mengaku langsung menghubungi General Manager PLN. Dia ingin tahu alasan utama PLN justru mematikan listrik saat hujan besar padahal kondisi sedang tidak banjir.

"Pokoknya yang saya pingin tahu kenapa listrik di Waduk Pluit dimatikan. Waduk Pluit ini vital ini, bisa sampai sini (Istana-Balaikota). Saya sudah Whatsapp GM-nya (PLN) saya protes kenapa musti pompa dimatiin. Belum ada jawaban paling jawabannya sama takut kesetrum," jelas dia.

Sedangkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, banjir tahun ini terjadi bukan karena luapan air sungai. "Intinya bukan banjir luapan sungai. Kalau kita lihat di Ciliwung drainasenya masih 50 cm di atas Ciliwung itu. Jadi memang ini curah hujan yang tinggi," kata Basuki di Istana Presiden, Jakarta, Selasa.

Basuki juga menduga, saluran drainase yang belum direhabilitasi menjadi penyebab banjir. "Drainase yang kapasitasnya kecil ya, yang belum kita rehab untuk kapasitas drainasenya. Sekarang sudah surut semua kan?" ucap dia.

Agar banjir tidak terjadi lagi, pemerintah berjanji akan membuat sodetan dari Sungai Ciliwung menuju Banjir Kanal Timur atau BKT. "Dari Cipinang sudah gerak ke Otista, mudah-mudahan sebelum tahun depan selesai‎," tandas Basuki.

Ada lagi analisa bahwa hujan lebat yang mengguyur hampir sebagian besar wilayah Jakarta dan sekitarnya dipicu oleh gelombang dingin dari Siberia.

Menurut Kabid Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan UPT Hujan Buatan BPPT Tri Handoko Seto, gelombang dingin dari Siberia telah bergerak ke bagian barat Jawa sehingga menimbulkan peristiwa meteorologis yang disebut cold surge (gelombang dingin).

"Cold surge (gelombang dingin) yaitu berupa masuknya massa udara dingin dari Siberia menuju Jawa bagian barat," kata Tri Handoko di Jakarta, Senin (9/2/2015).

Gelombang dingin yang masuk ke wilayah Jawa bagian barat ini, lanjut Tri Handoko, kemudian bertemu angin yang bertiup dari timur lalu terjadi konvergensi sehingga terbentuk awan-awan hujan yang cukup masif.

Kondisi inilah yang kemudian memicu terjadinya hujan dengan intensitas tinggi. "Curah hujan selama 24 jam terjadi hampir terus-menerus dengan jumlah tercatat di beberapa lokasi sekitar 100 mm, tentu bukanlah curah hujan yang sedikit," tandas Tri Handoko.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Banjir selama 2 hari itu juga melumpuhkan aktivitas ekonomi dan perdagangan. Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, akibat banjir tersebut, jalur distribusi stagnan, transportasi lumpuh, transaksi perbankan turun drastis dan aktivitas perkantoran banyak yang tutup.

Untungnya, pusat bisnis di wilayah Jakarta Selatan lebih cenderung tidak separah di wilayah lain. "Walaupun mal buka namun kios banyak yang tutup dan pengunjung sepi akibat transportasi yang tidak bisa tembus ke lokasi dan banyak karyawan yang tidak masuk kerja," papar Sarman.

Dia memperkirakan ada 75.000 ribu kios dan toko yang tersebar di pusat pusat perbelanjaan di wilayah kota Jakarta yang tutup. Jika omzet mereka per hari ditaksir Rp 20 juta per hari hari, maka kerugian yang dialami akibat banjir ini mencapai Rp 1,5 triliun per hari.

Kerugian ini hanya pada sektor perdagangan di pusat-pusat bisnis, belum termasuk kerugian akibat dari jalur distribusi yang stagnan, omzet hotel dan restoran yang juga dipastikan menurun, transaksi keuangan yang terganggu dan perkantoran yang banyak tidak beraktivitas akibat banyaknya karyawan yang tidak masuk kerja.

"Banjir tahun ini membuktikan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mampu mengatasi permasalahan banjir di DKI Jakarta, apalagi masih sempat masuk di ring satu kawasan Istana Negara dan Balaikota," papar Sarman.

Di wilayah Jakarta Timur, pusat bisnis yang tutup ada di sepanjang Jatinegara Plaza. Di wilayah Jakarta Barat adalah Ciputra Mall, Citra Mall, Central Park, Glodok City, Pasar HWI, Glodok Jaya, Glodok Mangga Besar, Puri IndahMall, Roxi Square, Mall Taman Anggrek dan WTC Mangga Dua.

Di Jakarta Pusat ada ITC Harco Mas, Mangga Dua Mall, dan Plaza Harco Electronic. Pusat bisnis yang paling banyak terganggu adalah di Jakarta Utara, di sana ada Mangga Dua Square, Electronic City, ITC Mangga Dua, Kelapa2 Gading Mall, Mall Artha Gading, Mall Kelapa Gading 1/2, Mall Kelapa Gading Square, Mall Sport Kelapa Gading, ITC Mangga Dua, dan MKg Mall Kelapa Gading.

Dampak lainnya, warga Ibukota harus beraktivitas di tengah kepungan air dalam kegelapan karena PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang memadamkan 469 gardu distribusi akibat banjir.

Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Mambang Hertadi mengatakan, sebanyak 469 gardu distribusi terpaksa dipadamkan dari total 17.000 gardu.

"Sebaran wilayah yang terkena dampak pemadaman listrik, yaitu Marunda, Cikupa, Kebon Jeruk, Bandengan, Cengkareng, Teluk Naga, Tanjung Priok, Menteng, dan Cempaka Putih," ujar Nambang.

Ia menjelaskan, jumlah gardu yang dipadamkan PLN sejak Senin pagi terus meningkat. Pada pukul 12.45 WIB tercatat 294 gardu dipadamkan. Lalu, meningkat menjadi 339 gardu pada pukul 14.25 WIB dan pukul 15.35 WIB tercatat 428 gardu yang dipadamkan.

Nambang menambahkan, beberapa kondisi yang mengharuskan PLN memadamkan aliran listrik demi keamanan adalah gardu distribusi tergenang air, wilayah perumahan pelanggan tergenang air, gardu dan perumahan pelanggan tergenang air, dan gardu induk tergenang air.

Menurut Mambang, pihaknya akan menormalkan aliran listrik apabila seluruh wilayah yang dilayani dari gardu distribusi tersebut sudah dalam keadaan kering.

"Tidak itu saja, dari pihak PLN juga memerlukan waktu untuk melakukan pembersihan dan revisi gardu, memastikan gardu distribusi siap," ucap dia.

Di sisi lain, tak sedikit pula aktivitas pendidikan yang terganggu, bahkan lebih lama dibandingkan aktivitas bisnis. Seperti di Kampus Universitas Trisakti di kawasan Grogol, Jakarta Barat yang masih terendam banjir. Namun, besar kemungkinan ketinggian banjir akan terus surut jika hujan lebat tak lagi mengguyur wilayah Ibukota.

Kendati demikian, Wakil Rektor II Universitas Trisakti Profesor Itdang D Gunawan mengatakan pihaknya belum akan memulai proses perkuliahan dalam waktu dekat. "Kemungkinan kita mengadakan kembali proses perkuliahan hari Senin (9/2/2015)," ungkap Itdang di Kampus Trisakti, Grogol, Jakbar, Selasa (10/2/2015).

Dan yang pasti, banjir Jakarta selalu saja membuat banyak warganya terusir dari rumah mereka dan tinggal di pengungsian. Untuk banjir 2 hari ini, sebanyak 5.986 jiwa dari 97 kelurahan yang terkena banjir harus mengungsi.

"Mereka mengungsi ke 14 titik pengungsian," jelas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Denny Wahyu di Balaikota Jakarta.

Ia mengatakan, ada 3 wilayah yang warganya harus mengungsi, yakni Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Yang paling banyak mengungsi adalah warga Jakarta Utara mencapai 2.518 jiwa yang ditampung di 6 lokasi pengungsian.

"Ada 3 wilayah yang terdapat pengungsi. Sementara wilayah lainnya hingga saat ini belum ada. Tapi kita pantau terus perkembangannya," kata Denny.

Di Jakarta Utara ada 18 kelurahan yang terendam banjir yakni di Kelurahan Kali Baru, Marunda, Rorotan, Semper Barat, Suka Pura, Lagoa, Ancol, Kapuk Muara, Penjagalan, Penjaringan, Pluit, Kebon Bawang, Papango, Sungai Bambu, Sunter Agung, Sunter Jaya, Tanjung Priok, dan Warakas.

Kemudian Jakarta Timur adalah wilayah kedua yang jumlah pengungsinya terbanyak yakni mencapai 1.800 jiwa. Ada 27 kelurahan yang terendam banjir. Di antaranya Kelurahan Cakung Barat, Cakung Timur, Jatinegara, Penggilingan Pulo Gebang, Rawa Terate, Pondok Bambu, Bali Mester, Bidara Cina, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Besar Utara, Cipinang Cimpedak, Cipinang Muara, dan Kampung Melayu.

Sementara di Jakarta Barat ada 1.668 pengungsi. Mereka tersebar di 23 kelurahan yang terendam banjir. Di antaranya Kelurahan Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Duri Kosambi, Kapuk, Kedaung Kali Angke, Rawa Buaya, Wijaya Kusuma, Telal Alur, Duri Kepa, dan Kelurahan Kedoya Selatan. Selain itu di Kelurahan Kedoya Utara, Kelapa Dua, Suka Bumi Selatan, Joglo, Kembangan Selatan, Kembangan Utara, Jati Pulo, Kota Bambu Selatan, Kota Bambu Utara, Pinangsia, Angke, Duri Selatan, dan Kelurahan Pekojan.

"Dua wilayah lainnya yakni Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan juga ada kelurahan yang terendam banjir. Tapi tidak ada pengungsi. Di Jakarta Pusat ada 8 kelurahan yang terendam banjir. Sementara di Jakarta Selatan ada 21 kelurahan," jelas dia.

Meski ribuan warga harus mengungsi karena banjir, Denny mengungkapkan musibah banjir kali ini jumlah daerah yang terdampak menurun dibandingkan tahun 2014. Pada tahun lalu jumlah RW yang tergenang banjir mencapai 634 RW, sementara saat ini hanya sebanyak 307 RW.

"Tahun ini agak menurun. Karena curah hujannya juga berbeda, durasi curah hujan sekarang cenderung ringan," ucap dia.

Sayang, dengan banyaknya dampak akibat banjir serta faktor penyebab yang disampaikan, sangat sedikit solusi yang ditawarkan. Bahkan, sama sekali tak ada langkah besar dan konkret yang disebutkan para petinggi negeri ini agar Jakarta bisa dijauhi oleh banjir.

Yang ada cuma soal penambahan pompa air dan pembersihan drainase. Pertanyaannya, apakah langkah itu cukup membuat banjir tak lagi masuk ke ruang-ruang keluarga di Jakarta?

Akan lebih baik Pemprov DKI dan pemerintah pusat berpahit-pahit kepada warga Ibukota tentang kondisi sebenarnya sembari memberi tenggat waktu yang panjang untuk bekerja daripada bermanis-manis di awal seolah tahun depan banjir hanya akan menjadi kenangan. (Ado/Ans/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini