Sukses

Bareskrim Polri Panggil Saksi Gali Kasus Abraham Samad

Meski begitu, Bareskrim Polri belum menentukan kapan saksi tersebut akan dipanggil.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri masih terus menyelidiki laporan mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Pol Budi Waseso mengatakan penyidik tidak menutup kemungkinan akan memanggil sejumlah saksi guna menindaklanjuti laporan tersebut. Termasuk memanggil Plt Sekjen PDIP Hasto Kristyanto.

"Kalau soal aturan hukum, kita taat pada hukum. Siapa saja bisa jadi saksi," kata Budi usai acara Deklarasi Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahgunaan Narkoba di Lapangan Bhayangkara, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Sabtu (31/1/2015).

Meski begitu, Budi menyatakan belum dapat memastikan kapan pemanggilan terhadap saksi atas pelaporan itu akan dilakukan. Sebab yang berkaitan dengan proses penyelidikan dan pemanggilan saksi merupakan wewenang dari penyidik Bareskrim Polri.

"Kita lihat nanti. Artinya gini, kalau secara undang-undang itu harus ya pasti, kan semua warga negara di mata hukum punya hak yang sama," tambah Budi.

Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya membeberkan langkah politik Ketua KPK Abraham Samad saat menjelang Pilpres 2014 yang ditulis dalam sebuah blog berjudul 'Rumah Kaca Abraham Samad'. Hasto membenarkan adanya pertemuan antara Abraham Samad dan pihak PDIP terkait keinginan menjadi pasangan Jokowi saat Pilpres.

Atas tindakannya itu, Abraham Samad dinilai melanggar undang-undang lantaran terlibat dalam aktivitas politik.

Hal itu pun dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide pada 22 Januari 2015. Laporan itu telah diterima Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/75/1/2015.

"Perkara dugaan pelanggaran terhadap Pasal 36 Juncto 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," kata Yusuf saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin 26 Januari 2015 lalu.

Menurut Yusuf, pelanggaran yang dilakukan Samad merupakan pelanggaran etik. Namun ia menganggap pelanggaran tersebut juga termasuk unsur pidana seperti yang tertuang Pasal 36 Juncto 65 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

"Ini bukan etik saja, tapi ada unsur pidananya," demikian Yusuf. (Ali/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini