Sukses

Jeli Mata di Selat Karimata

Pencarian korban pesawat AirAsia QZ8501 terus dilakukan. Di tengah proses pencarian, bermunculan sejumlah spekulasi penyebab kecelakaan.

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki hari ke-8 pencarian, sudah 34 jenazah korban pesawat AirAsia QZ8501 berhasil ditemukan dan dievakuasi. Tak hanya jasad korban, tim gabungan yang dikomandoi Badan SAR Nasional (Basarnas) juga terus mencari badan pesawat milik maskapai Malaysia tersebut.

Dalam pencariannya, petugas berhasil menemukan sejumlah serpihan dan perlengkapan pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Upaya tim Basarnas mencari korban dan serpihan pesawat di laut lepas jelas bukan perkara mudah. Cuaca buruk dan gelombang tinggi kerap kali jadi penghambat.

Di tengah hambatan cuaca, koordinasi Tim SAR gabungan terus berjalan. Termasuk mengevaluasi temuan serpihan untuk mengetahui titik koordinat badan pesawat. Pemerintah menetapkan tidak ada batas waktu pencarian korban jatuhnya pesawat AirAsia jurusan Surabaya-Singapura itu.

Seluruh jenazah korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang telah dievakuasi dari Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah dikirim ke Surabaya, Jawa Timur untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan tim Disaster Victim identification (DVI) Polda Jawa Timur.

Dari total 155 penumpang dan 7 awak pesawat AirAsia QZ8501, 9 jenazah di antaranya telah berhasil diidentifikasi. Mereka adalah 2 awak kabin AirAsia, Khairunisa Haidar Fauzi dan Wismoyo Ari Prambudi.

Serta 7 penumpang yakni Kevin Alexander Sucipto, Hayati Lutfiah Hamid, Grayson Herbert Linaksita, Themeiji Theja Kusuma, Hendra Gunawan Syawal, Stevie Jie, dan Juanita Limantara.

Tim DVI Polda Jatim masih meneliti 21 jenazah lainnya berdasarkan data antemortem atau data korban semasa hidup. Dan data postmortem atau data korban setelah ditemukan.

Pesawat AirAsia QZ8501 tujuan Singapura ini berangkat dari Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur pukul 05.36 WIB. Penerbangan ini lebih cepat sekitar 2,5 jam dari jadwal semula.

Setengah jam di udara, pilot meminta izin kepada menara Air Traffic Control (ATC) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang untuk berbelok ke kiri dan naik ke ketinggian 38 ribu kaki guna menghindari awan tebal.

Pukul 06.16 WIB pesawat AirAsia QZ8501 masih terpantau radar ATC. Namun 1 menit kemudian pesawat hilang kontak.

Sejak pesawat hilang kontak pada Minggu 28 Desember 2014 sekitar pukul 06.17 WIB, upaya pencarian besar-besaran dilakukan. Pencarian dilakukan di wilayah Bangka Belitung di mana kontak terakhir dengan pesawat terjadi di sekitar lokasi tersebut.

3 Hari kemudian, jejak pesawat AirAsia QZ8501 akhirnya diketahui berada di perairan sekitar Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Jejak kecelakaan makin nyata setelah Tim SAR gabungan menemukan serpihan dan jasad manusia diduga korban AirAsia QZ8501. Berbagai analisa tentang jatuhnya pesawat pun merebak.

Awan cumulonimbus dituding jadi pemicu kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Awan ini amat ditakuti oleh setiap penerbang. Awan jenis ini padat dan menjulang sangat tinggi hingga mencapai 40 ribu kaki.

Bila sebuah pesawat terjebak masuk ke dalam awan cumulonimbus, pilot akan sulit mengendalikan laju pesawat karena akan terguncang ke atas atau ke bawah secara ekstrem.   

Awan cumulonimbus sangat ditakuti pilot juga karena suhu di dalamnya bisa mencapai minus 50 derajat celcius. Awan jenis ini menghasilkan partikel es yang berpotensi mematikan mesin pesawat.

Petir yang dihasilkan awan cumulonimbus juga bisa mengacaukan sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.

Dahsyatnya awan cumulonimbus pernah dirasakan awak dan penumpang pesawat Garuda Indonesia. Mereka bahkan terpaksa mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo 13 tahun silam.

Seorang pramugari meninggal dunia di tengah proses evakuasi penumpang dari pesawat Garuda Indonesia.

Pilot bernama Abdul Rozaq menuai pujian karena berhasil mendarat darurat dan semua penumpang selamat. Padahal mesin pesawat mati akibat membeku terkena imbas awan cumulonimbus.

Pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Bali pada April 2013 juga menembus awan cumulonimbus. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini. Namun 45 penumpang terluka dan trauma.

Seberapa bahanya fenomena alam awan cumulonimbus bagi dunia penerbangan? Saksikan selengkapnya video Potret Menembus Batas SCTV, Senin (5/1/2015) di bawah ini. (Nfs/Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.