Sukses

Mantan Ketua MK Kritik Hukuman Mati di Indonesia

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie lebih dari 97 negara kini sudah menghapus hukuman mati.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, pemberian sanksi atau hukuman kepada para pejabat lembaga negara atas sebuah perkara dinilai tidak memberikan solusi dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.

Sebaliknya, lembaga negara tempat pejabat tersebut bernaung justru akan terkena dampak negatif dari publik soal pemberian sanksi tersebut. Karena menurut Jimly selain penegakan hukum pidana, pendekatan etika jauh lebih penting.

"Kalau kita bicara tentang pejabat publik kalau segala sesuatu didekati dengan hukum maka repot. Ribet," kata Jimly di Hotel Peninsula, Jakarta, Rabu (17/12/2014).

Dia mencontohkan, ketika pengadilan menjatuhkan vonis bersalah kepada pejabat publik, maka lembaga tempat ia bekerja juga akan mendapatkan cap yang sama dari masyarakat sesuai vonis yang dijatuhkan. "Kalau didekati hanya dengan pendekatan hukum, maka institusi pejabat itu akan hancur," ujar dia.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu berpendapat, pembenahan mental terhadap pegawai lembaga negara perlu dilakukan untuk menekan tindakan negatif yang mungkin akan terjadi. "Dengan demikian, para pegawai serta lembaga dan kementerian itu akan terbebas dari cap negatif masyarakat," kata dia.

Selain itu, Jimly juga mengkritisi kebijakan hukuman mati yang masih diterapkan di Indonesia hingga saat ini. Menurut dia, lebih dari 97 negara kini sudah menghapus hukuman mati. Sebagai gantinya, mereka menjatuhkan hukuman seumur hidup bagi masyarakat yang dianggap melakukan kejahatan berat.

"Hukuman seumur hidup ini sudah cukup berat menurut saya," kata Jimly.

Jimly mengungkapkan, jumlah terpidana yang mendapat hukuman mati cukup besar. Sementara, proses eksekusi terhadap para terpidana itu belum jelas. Menurut dia, kondisi tersebut tentu akan membuat penjara justru semakin penuh karena terdapat ketidakpastian eksekusi vonis mati.

"Jadi yang dihukum mati ini yang menunggu banyak sekali. Indonesia sudah over capacity (kelebihan kapasitas) penjaranya," tandas Jimly Asshiddiqie. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini