Sukses

Pengacara Jessica Hendak Lapor ke Propam, Ini Respons Krishna

Krishna Murti merasa sikapnya serta para penyidik sudah sesuai prosedur yang berlaku.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak Jessica Kumala Wongso ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang tewas akibat kopi bersianida, tim penasihat hukum Jessica, Yudi Wibowo, meminta salinan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada penyidik.

Namun, hingga 3 hari Jessica dikurung, Yudi tak kunjung mendapatkan salinan itu. Polisi mengatakan kepadanya bahwa salinan BAP akan diberikan saat status perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan atau P21.

Karena merasa dipersulit, Yudi berencana melaporkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya. Menurut dia, Krishna yang dalam perkara ini berperan sebagai penyidik, telah melanggar hak tersangka seperti yang tertuang dalam Pasal 72 KUHAP.

"Penyidik itu kan direkturnya langsung, anak buahnya hanya pembantu. Direkturnya tidak mau memberi saya salinan BAP, itu melanggar Pasal 72 KUHAP. Saya sebagai advokat tidak punya kuasa memaksa. Saya hanya bisa lapor Propam," kata Yudi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 2 Februari 2016.

Pasal 72 KUHAP tentang hak tersangka dan saksi berbunyi 'atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya, pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaan'.

Menyusul ditetapkannya Jessica Wongso sebagai tersangka, kini netizen mulai ramai bicarakan soal motif Jessica membunuh Mirna.

Respons Krishna Murti

Dimintai komentarnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti menjelaskan, permintaan berkas BAP ada prosedurnya. Sesuai dengan surat telegram Kapolri tahun 2011, salinan BAP akan diberikan jika penasihat hukum atau tersangka mengajukan surat permohonan atau permintaan ke penyidik.

Dan sejauh ini, lanjut Krishna, Yudi cs belum menyurati polisi.

"Pasal 72 itu ada kata 'permintaan'. Sampai sekarang nggak ada kok pengacaranya bikin surat pernyataan atau permohonan minta salinan BAP ke saya," terang Krishna kepada Liputan6.com, Selasa 2 Februari 2016) malam.

"Coba tanya orangnya sudah apa belum menghadap saya? Ketentuan itu ada di telegram rahasia Kapolri tahun 2011, bahwa meminta salinan BAP kepada penyidik, harus dengan surat," imbuh dia.

Ia pun mengatakan, Pasal 72 KUHAP tak mewajibkan polisi untuk memberikan salinan selama proses pemberkasan. Krishna menilai kapan saat yang tepat bagi penyidik untuk memberi salinan BAP kepada pihak tersangka, atau kapan waktunya pihak tersangka menerima salinan BAP tak tertulis dalam pasal tersebut.

"Di Pasal 72 juga tidak dituliskan kan, kapan kasih salinan berkasnya. Tak ada juga aturan kapan kasihnya. Kami bilang kemarin setelah kasusnya P21 (dilimpahkan ke Kejaksaan). Pasti kami kasih, tapi surat permohonannya saja kami belum terima. Dia hanya ngomong minta di televisi," kata Krishna.

Terkait rencana pengacara Jessica akan melaporkannya ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Metro Jaya, Krishna pun menjawab santai. Ia merasa sikapnya serta para penyidik sudah sesuai prosedur yang berlaku, "Kalau mau laporin Pak Krishna, laporin apanya? Dia minta salinan BAP, tapi tidak ada surat permohonannya."

Polisi menetapkan Jessica sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jumat (29 Januari 2016) pukul 23.00 WIB. Ia dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan terancam hukuman penjara minimal 5 tahun, maksimal seumur hidup atau mati.

Jessica ditangkap saat menginap di Neo Hotel Mangga Dua Square pada Sabtu pagi (30 Januari 2016) pukul 07.45 WIB. Sebelumnya polisi sempat mencarinya ke rumah namun kediamannya terlihat sepi dan gelap. Setelah mendapat informasi rumah tersebut kosong, polisi langsung melacak keberadaan bungsu dari 3 bersaudara itu.

Alumnus Billy Blues College ini sudah 5 kali menjalani pemeriksaan dengan pihak penyidik. Segala metode penyidikan dilakukan polisi untuk menguak kasus tewasnya Mirna, hingga memeriksa Jessica dengan lie detector dan melakukan hypnotherapy terhadap perempuan 27 tahun itu.

Adapun Wayan Mirna Salihin (27) tewas usai menyeruput es kopi Vietnam di Olivier Cafe, West Mall, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta Pusat, Rabu (6 Januari 2016). Diduga kopi itu telah dicampur dengan sianida.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini