Sukses

Pengamat: Database dan Server E-KTP di Luar Negeri, Itu Bahaya

Menurut Wawan, database yang dikelola asing bisa berdampak pihak luar dapat memetakan kependudukan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menginstruksikan agar pelayanan pengurusan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dihentikan hingga Januari 2015 untuk evaluasi dan perbaikan.

Instruksi ini keluar setelah Mendagri menemukan beberapa kejanggalan termasuk beredarnya e-KTP palsu. Tak hanya itu, diindikasikan database e-KTP merupakan data awal dan hanya ada satu kali pembaharuan di luar negeri.

Pengamat intelijen Wawan Purwanto menilai hal ini sangat berbahaya. Dia pun yakin data tersebut sudah diolah oleh pihak luar.

"Iya pasti semua sudah diolah pihak luar, sehingga ini bahaya. Meskipun data penduduk, bagaimana dengan data penduduk yang penting, pasti bisa terlacak," ujar Wawan saat dihubungi Liputan6.com, Senin (17/11/2014).

Menurut Wawan, database yang dikelola asing bisa berdampak pihak luar dapat memetakan kependudukan Indonesia.

"Jika data ini di luar pasti ketahuan semua data. Pin point-nya, apa yang mereka ingin cari tahu pasti ada. Jelas ini juga bisa me-mapping pendudukan kita," jelas dia. Wawan berharap masalah ini segera diatasi.

"Sebaiknya segera diatasi. Dibuat database dan server-nya (di Indonesia) agar lebih secure (aman)," pungkas Wawan.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, pengadaan KTP elektronik atau e-KTP dievaluasi karena ditemukan potensi ketidakakuratan dalam pendataan. Menurut Tjahjo, ada dua pengelola database yang menyebabkan ketidakakuratan data.

Dua database terpisah itu adalah database Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan database e-KTP. Database SIAK merupakan data operasional pelayanan admin di daerah. Sementara, database e-KTP merupakan data awal dan hanya ada satu kali pembaharuan. Aplikasi ini, sebut Tjahjo, terindikasi dikembangkan oleh pengembang luar, sehingga muncul potensi data kependudukan diambil oleh pihak yang tidak berhak.

"Di sisi lain yang masih harus dicermati bahwa aplikasi dan database masih dikelola oleh vendor pelaksana, dampaknya adanya dua database SIAK dan e-KTP, menyebabkan tidak jelasnya acuan sebagai referensi data kependudukan," kata Tjahjo. (Sun/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini