Sukses

Survei LSI: Mayoritas Publik Ingin DPR Tandingan Dibubarkan

Lingkaran Survei Indonesia menyatakan dari hasil penelitian yang dilakukannya, sebanyak 61,20 persen publik ingin DPR tandingan dibubarkan.

Liputan6.com, Jakarta - Hadirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tandingan yang dipandang tidak mengakomodir Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan lebih didominasi kubu Koalisi Merah Putih (KMP) membuat keadaan parlemen menjadi tidak produktif sejak dilantik Rabu 1 Oktober lalu.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyatakan dari hasil penelitian yang dilakukannya, sebanyak 61,20 persen menginginkan DPR tandingan yang dibentuk KIH segera membubarkan diri.

"Dari hasil survei yang dilakukan mayoritas publik sebesar 61,20 persen ingin DPR tandingan dibubarkan. Dan Hanya 22,95 persen publik mendukung DPR tandingan," ujar peneliti LSI Dewi Arum, di kantornya, Rawamangun, Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Dari survei yang dilakukan dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dan margin of error sebesar 2,9 persen yang dilakukan di 33 provinsi Indonesia dengan dilengkapi penilitian kualitatif dengan metode analisis media, FDG, dan in depth interview itu, menyimpulkan setidaknya ada 3 alasan publik meminta untuk DPR tandingan dibubarkan.

"Mayoritas publik sebesar 63,15 persen menyatakan bahwa terbentuknya DPR tandingan adalah preseden terburuk dalam demokrasi Indonesia," jelas Dewi.

Selain itu, publik menilai kekalahan beruntun KIH di DPR karena kesalahan stategi Koalisi Jokowi sendiri yang terlambat memperluas dukungan partai ketika diumumkan menjadi presiden.

"Sebesar 50,8 persen publik menyatakan bahwa tak mayoritasnya KIH di DPR asalah kesalahan Jokowi sendiri," tambah dia.

Yang terakhir, sebesar 51, 44 persen menilai pembentukan DPR tandingan justru menganggu proses pemerintahan Jokowi.

"DPR tandingan justru hanya menganggu protes pemerintahan Jokowi sendiri yang perlu partnership dengan DPR. Publik Justru menilai pembentukan DPR tandingan merupakan langkah tidak produktif KIH yang bisa menghambat jalannya pemerintahan," pungkas Dewi. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.