Sukses

PPP Kubu Romi: Djan Faridz Harus Tahu Diri

Ketua DPP PPP kubu Romahurmuziy, Hasan Husaeri Lubis meminta agar Djan Faridz tidak berkantor di Kantor Pusat DPP PPP.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah terpilih secara aklamasi, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar VIII yang digelar di Jakarta Djan Faridz akan berkantor di Kantor Pusat DPP PPP yang beralamat di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Sebelum resmi berkantor, Djan bersama mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali sempat menyambangi markas partai tersebut.

Terkait hal tersebut, Ketua DPP PPP kubu Romahurmuziy, Hasan Husaeri Lubis meminta agar Djan Faridz tidak berkantor di Kantor Pusat DPP PPP. Sebab menurut dia, Djan merupakan ketua umum PPP yang dipilih dalam muktama‎r yang tidak sah dan tidak diakui oleh pemerintah.

"Dewan Pengurus pusat yang dianggap legal oleh pemerintah adalah PPP yang dipimpin oleh Pak Romahurmuziy, bukan Bapak Djan Faridz, kan seperti itu. Beliau harusnya tahu dirilah mestinya. Jangan mengklaim sepihak gitu," ujar Hasan saat berbincang dengan Liputan6.com di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Minggu, (2/11/2014).

Dia mengatakan, walau akan diduduki oleh pengurus PPP kubu Djan Faridz, Hasan mengatakan, pihaknya secepatnya juga akan berkantor di kantor tersebut. Baginya, kepengurusan PPP Romi yang sah dan diakui Kementerian Hukum dan HAM.

"PPP yang diakui itu adalah PPP dari hasil Muktamar VII di Surabaya dengan Ketua Pak Romi. Dan kita pasti akan berkantor di sana. Itu kan aset partai, kita pasti akan kembali secepatnya ke kantor lama," tegas dia.

Lalu, bagaimana bila pihaknya mendapatkan penghadangan dari PPP kubu Djan Faridz?

"Negara kita kan negara hukum, ada dasarnya. Apa yang mereka pertahankan? Itu kan bukan hak mereka. Itu aset umat, aset partai. Dan PPP yang diakui pemerintah adalah PPP Romahurmuziy dan Aunur Rofiq. Ya kita lihat saja dasarnya dari situ," kata dia.

Ia pun menilai, tetap memaksa, maka PPP kubu Djan Faridz telah melakukan tindakan premanisme lantaran melakukan tindakan ilegal dan melanggar hukum. "Itu namanya pendudukan ilegal! Kalau paksakan itu, biar hukum yang berlaku. Mereka nggak punya dasar. Mau klaim apapun, mereka nggak bisa," tandas Hasan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini