Sukses

Pulang dari Liberia, TKI Madiun Suspect Ebola Dikarantina

Ia mengalami panas tinggi dan gejala lain mirip pasien terpapar Ebola. Juga baru kembali dari Liberia salah satu negara endemik virus itu.

Liputan6.com, Madiun - Seorang TKI asal Madiun Jawa Timur yang baru pulang dari Liberia, Afrika, dinyatakan sebagai suspect virus Ebola. Karena ia mengalami panas tinggi dan gejala lain, yang mirip pasien yang terpapar Ebola.

"Pria berusia 29 tahun ini dirawat di ruang isolasi di Rumah sakit Soedono, Madiun sejak 13 hari silam," kata kepala bidang pelayanan medik rumah sakit tersebut.

Keterangan rumah sakit menyebutkan, pasien ini pernah bekerja di sebuah perusahaan kayu di Liberia, Afrika timur, salah satu negara endemik virus Ebola.

Bersama sekitar 27 orang TKI asal Madiun lainnya, pria ini meninggalkan Liberia setelah negeri itu dilanda endemik virus Ebola yang menewaskan lebih dari 4.000 orang di sejumlah negara di wilayah Afrika timur.

"Masih suspect Ebola. Karena berdasarkan klasifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), pasien dengan demam tinggi dari negara endemik Ebola, dimasukkan sebagai suspect Ebola," kata Kepala bidang pelayanan medik RS Soedono, Dr Syaiful Anwar kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Sabtu (01/11/2014) siang.

Sampai sejauh ini, Kementerian Kesehatan tengah memeriksa contoh darah pasien tersebut untuk memastikan apakah pasien tersebut. "Sampel darahnya diambil Jumat 31 Oktober kemarin untuk diteliti," ungkap Syaiful.

Menurut Syaiful, pria itu mengalami panas tinggi sekitar 38 derajat celcius saat diperiksa di sebuah puskesmas di Kecamatan Gemarang, Madiun, sekitar dua pekan lalu.

"Semula diperiksa positif Malaria. Tapi, karena salah-satu klasifikasi suspect Ebola adalah mengalami panas dan dia kembali dari perjalanan dari endemik Ebola, yaitu Liberia, maka kemudian kami isolasi," jelas Syaiful.

Sempat dikarantina di Liberia

Menurut Syaiful, pasien yang telah bekerja selama delapan bulan di Liberia ini, sempat dikarantina di Liberia, sebelum kembali ke Indonesia. Walaupun tidak pernah kontak dengan pasien yang suspect virus Ebola.

Ketika tiba di Bandara Soekarno-Hatta antara tanggal 25 atau 26 Oktober 2014, lanjut Syaiful, pria berinisial M ini sempat 'ditahan' oleh otoritas bandara dan Kementerian kesehatan.

Namun demikian ketika tiba di kediamannya di Madiun, M mengalami panas tinggi dan muntah-muntah. Dia kemudian dirawat dan dikarantina di RS Soedono.

"Hari ini kita cek ulang dan sejauh ini dalam kondisi baik. Tidak ada keluhan diare atau mual, belum ada tanda pendarahan, dalam kondisi sadar dan tidak syok," jelas Syaiful.

"Sambil menunggu masa inkubasi selama 21 hari dan menunggu hasil pemeriksaan sampel darah, pihak rumah sakit tetap mengisolasi pasien tersebut," tutur Syaiful.

Antisipasi di Bandara

Indonesia telah melakukan pengawasan ketat di sejumlah bandara termasuk Soekarno-Hatta, untuk mengantisipasi penyebaran virus Ebola. Setiap warga negaranya pulang dari Afrika yang transit di negara-negara Timur Tengah, harus menjalani pemeriksaan.

Langkah serupa juga dilakukan di hampir semua bandara di dunia dengan tujuan menghadang kemungkinan penyebaran virus mematikan itu.

Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, sejauh ini, jumlah kasus wabah Ebola mencapai lebih dari 10.000 kasus, dengan 4.922 kematian.

Hanya 27 kasus yang terjadi paling parah yakni di Sierra Leone, Liberia dan Guinea. Tiga negara itu mencatat hampir semua korban meninggal. Hanya 10 orang penderitanya yang masih bertahan.

Mali merupakan negara terakhir yang mencatat korban meninggal, yakni seorang anak perempuan berusia dua tahun. Lebih dari 40 orang yang tertular dengan anak itu telah dikarantina. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.