Sukses

Ical: DPR Harus Panggil Menkum dan HAM Soal Kisruh PPP

Ical merespons pertanyaan dari peserta Muktamar terkait sikap MenkumHAM Yasonna‎ terhadap PPP.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK), terkait pengesahan kepengurusan DPP PPP kubu Ketua Umum Romahurmuziy yang merapat ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Anggota Koalisi Merah Putih (KMP) pun bereaksi atas hal tersebut. Bahkan, KMP mendorong DPR untuk memanggil Menkum dan HAM Yasonna.

Dorongan kepada DPR untuk memanggil Yasonna ini disampaikan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical. Dia sampaikan hal itu dari atas mimbar Muktamar VIII PPP kubu Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. Ical merespons pertanyaan dari peserta Muktamar terkait sikap Yasonna‎ terhadap PPP.

"‎Cara-cara seperti ini (keputusan Menkum HAM) adalah cara-cara otoriter. Di dalam alam Demokrasi, tentu ini tidak dibenarkan. DPR harus bisa memanggil menteri yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan," jawab Ical di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (30/10/2014) malam.

Ketua Presidium Koalisi Merah Putih menyatakan kadernya yang duduk di Komisi III DPR diminta untuk dapat menggali persoalan tersebut. Khususnya alasan MenkumHAM mengeluarkan surat keputusan itu.

‎"Saudara Aziz Syamsuddin Ketua Komisi III DPR itu dari Koalisi Merah Putih, dari Partai Golkar. Tentu yang harus kita lakukan adalah mempertanyakan tentang banyak hal. Khususnya kenapa Surat Keputusan dari MenkumHAM itu dilakukan dalam waktu sangat singkat, dan apa alasannya mengakui suatu keputusan di Surabaya (Muktamar versi Romahurmuziy) itu tanpa mempersandingkan dengan Muktamar lain. Saya mendengar dari Aziz Syamsuddin akan meminta penjelasan Menkum HAM," tandas Ical.‎

UUD Tak Sejalan

Ical juga menyatakan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasca-diamademen membuat batang tubuh tidak sejalan dengan mukaddimah konstitusi Indonesia saat ini.

Dimana, lanjut dia, UUD 45 mengakomodir seluas-luasnya kepentingan asing dalam penguasaan perekonomian Indonesia, seperti perbankan, hingga soal penanaman modal asing.

"Perubahan-perubahan fundamental itu dilakukan pada satu sistem untuk agar mendapatkan bantuan IMF ketika itu (krisis ekonomi yang melanda Indonesia)," kata Ical.

Atas dasar itulah, sambung Ical, khususnya Partai Golkar dan umumnya partai koalisi merah putih (KMP) mengkaji bahwa sejak 2002 ada sebanyak 122 turunan UU yang tidak sejalan dengan konstitusi.

"UU sejak 2002 banyak sekali dengan yang tidak sesuai dengan UUD '45. Ada 122 UU yang bertentangan dengan mukadimah terhadap UU hasil dari kajian yang kita lakukan," tukas Ical.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini