Sukses

Pelukan Hangat Obama untuk Suster yang Sembuh dari Virus Ebola

Nina Pham yang berprofesi sebagai suster adalah orang pertama yang terjangkit virus Ebola di wilayah Amerika Serikat. Ia dinyatakan sembuh.

Liputan6.com, Washington DC- Nina Pham baru saja lolos dari ancaman maut. Perempuan yang berprofesi sebagai suster itu adalah orang pertama yang terjangkit virus Ebola di wilayah Amerika Serikat. Berkat doa dari banyak orang di dunia, dan tranfusi darah dari Dr Kent Brantly -- dokter AS yang terjangkit penyakit itu di Liberia -- ia pun dibolehkan keluar dari rumah sakit Jumat kemarin, 12 hari setelah terdiagnosa virus tersebut.

Setelah keluar dari National Institutes of Health Clinical Center di Bethesda, Maryland, Nina Pham sempat menggelar konferensi pers. "Saya merasa beruntung dan diberkati bisa berdiri di sini saat ini," kata perempuan 26 tahun itu di depan para wartawan, seperti dikutip dari Daily Mail, Sabtu (25/10/2014).

"Terima kasih terutama pada Tuhan, keluarga dan rekan," tambah dia. "Juga kepada Dr Kent Brantly untuk tindakan tanpa pamrihnya menyumbangkan plasmanya pada saya."

Nina Pham menambahkan, kesembuhannya adalah bukti dari kekuatan doa. "Karena saya tahu banyak orang di seluruh dunia yang mendoakan saya."

Pham adalah satu dari 2 suster di Dallas yang terinfeksi Ebola saat merawat Thomas Eric Duncan, yang tewas akibat virus tersebut pada 8 Oktober 2014.  Sementara Amber Vinson, perawat kedua, keluar dari rumah sakit lebih awal.

"Meski aku tak lagi terjangkit Ebola, butuh waktu untuk mengembalikan kekuatanku," kata Pham.

Pham menerima tranfusi darah dari Dr Kent Brantly yang dinyatakan bebas dari Ebola dan diterbangkan dari Liberia ke AS. Mereka yang sembuh dari penyakit tersebut diyakini memiliki antibodi dalam darahnya -- yang bisa membantu penderita mengatasi penyakit itu.

Lalu, suster asal Dallas itu menuju Gedung Putih untuk bertemu Presiden Obama. Sang presiden menyambut hangat Nina Pham dengan sebuah pelukan.



Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest mengatakan pertemuan tersebut adalah "kesempatan bagi presiden untuk berterimakasih atas jasa sang suster."

Namun kontak dekat antara presiden dan mantan pasien ebola juga bertepatan dengan upaya pihak berwenang New York meredakan kekhawatiran, setelah seorang dokter didiagnosa virus tersebut. 

Data terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, jumlah korban tertular virus Ebola di Afrika Barat kini hampir 10.000 orang. Sementara 4.877 orang lainnya meninggal dunia. (Baca juga: Darah Pasien Sembuh Ebola Diburu di Pasar Gelap, 'Obat Ajaib'?) (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.