Sukses

Yang Ketu7uh: Jokowi dari Pinggir Kali

Jokowi menjadi pembeda. Ia menjadi presiden yang latar belakangnya bukan dari kalangan elite politik dan militer di negeri ini.

Liputan6.com, Jakarta - Mengenakan kemeja putih, pria kurus tinggi itu perlahan turun ke pinggiran Sungai Kalianyar. Ingatannya langsung melayang pada peristiwa 42 tahun lalu. Usianya baru 11 tahun saat itu. Dia melihat warga antre mengambil air di sebuah sumur dekat kali itu. Si bocah itu pun tak menyia-nyiakan kesempatan, dia langsung nyebur ke air kecoklatan dan berenang sepuasnya.

Tak hanya hobi nyebur di kali, sewaktu kecil  Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi ini juga gemar mancing di sungai, mencari kodok, jangkrik, dan mencari telur bebek. Saat berkunjung ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah, Minggu 14 September lalu, Jokowi bernostalgia mengunjungi Kalianyar dan mencari teman sepermainannya.

"Bardi mana Bardi, Agus mana ni kok nggak kelihatan," ujar Jokowi menyebut dua nama sahabat kecilnya yang sering nyebur bareng-bareng dulu. Bardi, kini menjadi  tukang ojek. Sementara, Bardi tukang pembuat tenda bambu.

Masa kecil Jokowi memang lekat dengan alam dan penuh kesederhanaan. Ayahnya, Notomihardjo, hanya seorang tukang kayu. Penghasilannya tak seberapa, sehingga Jokowi, beserta orangtua dan saudara-saudaranya harus bersyukur bisa tinggal di rumah di bantaran kali.

Di bantaran kali jugalah Jokowi lahir pada 21 Juni 1961.

Tinggal di bantaran kali jelas jauh dari nyaman. Beberapa kali Jokowi  melihat rumahnya digusur dan harus berpindah ke tempat lain. Ia pun mengenyam pendidikan dasar di sekolah untuk kalangan menengah bawah, SDN 111 Tirtoyoso Solo, dan selalu berjalan kaki.

Untuk mencari uang jajan, Jokowi kecil berjualan apa saja. Dia juga rajin membantu ayahnya memotong kayu.



Kini, kesedihan dan kemiskinan itu tinggal kenangan. Tak hanya bisa mentas jadi pengusaha dan pemimpin daerah. Jokowi bahkan menjadi orang nomor satu di republik ini. Dia dilantik menjadi presiden pada Senin 20 Oktober 2014, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam 5 tahun ke depan, Jokowi akan memimpin negeri ini didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Terpilihnya Jokowi menjadi sorotan publik termasuk masyarakat mancanegara. Banyak warga menaruh harapan pada mantan Walikota Solo itu. "Harapan saya kalau Pak Jokowi jadi presiden ya sembako turun. Kebutuhan pokok murah. Rumah sakit juga murah biaya berobatnya," ujar Riami (40), Minggu 30 Maret 2014.

Sejak kemunculannya di ranah politik Ibukota, Jokowi memang ibarat 'Ratu Adil' bagi sebagian kalangan, khususnya masyarakat kelas menengah bawah. Mereka menggantungkan harapan dan impiannya ke pundak Jokowi. Di mana pun Jokowi berada, masyarakat menyemut ingin bersalaman atau sekedar melihat sosok yang memulai karier politiknya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Saat kampanye pemilu presiden Juni dan Juli 2014 lalu, di mana pun dia berada, bahkan nun jauh di tanah Papua, Jokowi selalu dikerumuni ribuan orang. Mereka berebut untuk bisa dekat dengan bapak tiga anak itu.

Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 24 – 26 Agustus 2014, kepercayaan publik terhadap Jokowi-JK mencapai 71,73%. Sedangkan masyarakat yang tidak percaya hanya 14,11%. Sisanya 14,16% tidak menjawab. Kalau diperhatikan, kepercayaan masyarakat kepada Jokowi-JK lebih besar dari hasil suara yang diperoleh saat pilpres yakni 53,15%.

"Ini menunjukkan ada pengalihan dukungan, masyarakat yang sebelumnya tidak mendukung menjadi percaya kepada pemerintahan Jokowi-JK," kata peneliti LSI Rully Akbar saat merilis hasil survei yang dilakukan dengan metode multistage random sampling itu pada Kamis 28 Agustus 2014.

Selanjutnya: Sisi Spiritual Blusukan...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sisi Spiritual Blusukan

Sisi Spiritual Blusukan

Tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mantan pengusaha mebel itu bisa jadi karena Jokowi tetap memperlihatkan cirinya meski sudah terpilih menjadi presiden. Satu ciri yang melekat dan membuat namanya semakin berkibar di kancah internasional, yakni blusukan atau keluar masuk kampung menemui warga

Gaya blusukan ini sampai-sampai membuat bos Facebook, Mark Zuckerberg, penasaran berat. Saat menemui Jokowi 13 Oktober lalu, Mark pun meminta Jokowi menunjukkan kepadanya apa itu blusukan.  Dengan senang hati, Jokowi mengajak Mark blusukan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, hingga membuat salah satu orang terkaya di dunia itu bermandikan peluh.   



Jokowi mengungkapkan, dia memang lebih senang terjun langsung ke lapangan daripada duduk berlama-lama di kantor. Dia mengaku, setiap hari hanya berada di kantor selama 1 atau 2 jam. Itu pun hanya untuk memimpin rapat. Kebanyakan berada di luar kantor.

Dalam sebuah acara di Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu 30 November 2013, Jokowi mengungkapkan, gemar blusukan guna melatih mata batin sehingga tahu apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat.

"Kalau kita bersentuhan kulit saja dengan masyarakat tidak pernah, bagaimana mata batin kita terlatih. Kalau kita tidak langsung turun lihat kenapa kumuh, bagaimana kita melatih mata batin kita? Jika pemimpin tidak begitu, saya jamin nggak akan sanggup menyelesaikan permasalahan," jelas suami Iriana itu.

Selain untuk melatih mata batin, lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu juga mengatakan, blusukan untuk meningkatkan rasa spiritualnya. "Karena saya ingin melatih mata batin dan rasa spiritual. Saya paling seneng sebetulnya bukan di lapangan, tapi mendekati rakyat mendengarkan masalah. Itu intinya," jelas Jokowi.

Kegemaran Jokowi blusukan tidak muncul secara tiba-tiba setelah dia menjadi Walikota Solo dan kemudian Gubernur DKI Jakarta. Menurut sang ibu, Sujiatmi, sejak kecil Jokowi sudah senang keluar masuk kampung. Jokowi kecil senang menyusuri rel kereta dan main di pematang sawah.

Dengan blusukan, Jokowi memang bisa disebut berhasil menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan tepat sasaran. Saat masih menjabat walikota Solo, Jokowi berhasil merelokasi para pedagang kaki lima (PKL) dengan mulus tanpa menimbulkan bentrok. Jokowi juga berhasil memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat warga berpenghasilan rendah.

Di Jakarta, meski baru 1,5 tahun menjabat, Jokowi telah membuat sejumlah gebrakan. Antara lain yang cukup fenomenal adalah pembenahan Waduk Pluit yang dulunya kumuh dan dihuni 1.600 pemukim liar, kini menjadi taman asri dan sehat bagi warga.

Jokowi juga sukses menertibkan PKL Pasar Tanah Abang, sehingga pasar yang tadinya semrawut, macet dan sesak itu berubah wajah menjadi pasar yang layak dikunjungi dan bebas dari kemacetan. Seperti di kota asalnya, Solo, Jokowi juga berhasil memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi warga Jakarta.

Prestasi-prestasi inilah yang kemudian membuat Jokowi dibanjiri penghargaan. Beberapa kali ia terpilih menjadi walikota terbaik , baik di tingkat nasional maupun internasional. Baru-baru ini, tepatnya pada 21 Mei 2014, Jokowi kembali masuk nominasi walikota terbaik dunia "World Major 2014." Jokowi akan memperebutkan penghargaan itu bersama 118 wali kota di dunia. Pemenangnya akan diumumkan  pada Januari 2015.

Selanjutnya: Belajar Naik Kuda dari Prabowo...

3 dari 4 halaman

Belajar Naik Kuda dari Prabowo

Belajar Naik Kuda dari Prabowo

Jokowi telah menjadi sosok fenomenal. Majalah terkemuka Amerika Serikat, TIME, bahkan mengabadikan hal itu dengan menjadikan wajah Jokowi sebagai sampul depan edisi 27 Oktober 2014 dengan judul, A New Hope, Indonesian President Joko Widodo is a force for democracy".

Dalam foto yang dibidik fotografer Adam Ferguson itu, Jokowi menampilkan sisi dirinya dalam kesan tegas dengan dibalut kemeja batik. Jokowi tampak meninggalkan kesan santai yang selama ini melekat padanya.

Selama memerintah, Jokowi memang tak hanya dikenal dekat dengan rakyat tapi juga santai. Ia seringkali melontarkan guyonan dan tawa ketika berdialog dengan rakyat atau awak media. Pun begitu dengan tokoh dan bahkan lawan politiknya, Jokowi tak canggung melemparkan candaan untuk mencairkan suasana.

Saat bertemu lawan politiknya, Prabowo Subianto, Jumat 17 Oktober lalu, Jokowi meminta diajari menunggang kuda.

Permintaan itu langsung dijawab Prabowo dengan meminta Jokowi berkunjung ke kediamannya di Hambalang, Bogor, dan bernyanyi. Kontan saja percakapan ini membuat semua yang menyaksikan pertemuan itu tertawa. Suasana pertemuan kedua tokoh yang sebelumnya bertarung itu pun terasa hangat dan bersahabat.



Jokowi dan Prabowo bertarung dalam Pemilihan Presiden 9 Juli lalu. Kedua politisi yang sebelumnya berteman itu saling menjadi lawan setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusung Jokowi menjadi calon presiden 2014. Prabowo sendiri dicalonkan menjadi presiden oleh partainya, Partai Gerindra. Jokowi berpasangan dengan JK, sementara Prabowo dengan Hatta Rajasa. Pertarungan keduanya menjadi catatan penting sejarah. Sebab belum ada dalam sejarah Indonesia, pemilu presiden hanya diikuti dua pasangan calon dari awal hingga akhir putaran pemilu.

Tak mengherankan, bila kemudian pertarungan keduanya berlangsung sengit, dan bahkan sempat memicu terjadinya perpecahan di parlemen maupun masyarakat. Sejak KPU mengumumkan kemenangan Jokowi-JK Juli lalu, pendukung Prabowo yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, langsung bergerilya menjegal partai-partai pendukung Jokowi-JK, yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, agar gagal menguasai parlemen.

Padahal dalam sistem pemerintahan di Indonesia, partai pemerintah atau pemenang pemilu umumnya menguasai parlemen. Tapi di era pemerintahan Jokowi, hal itu tak terjadi. Parlemen, baik DPR maupun MPR, kursi pimpinannya dikuasai oleh lawan politiknya.

Tapi lagi-lagi hal ini tak membuat Jokowi khawatir apalagi berputus asa. Dengan gaya blusukannya, dia mendekati petinggi-petinggi parpol Koalisi Merah Putih, termasuk lawan kuatnya, Prabowo, mengajak mereka berdamai. Puncaknya ketika Jokowi mengunjungi Prabowo di kediaman mendiang ayah Prabowo di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.    

Sama-sama mengenakan kemeja putih, Jokowi dan Prabowo bersalaman dan berpelukan. Keduanya tertawa sangat memberikan keterangan pers. Pertemuan ini kontan membuat suhu politik yang awalnya panas gara-gara perebutan kursi ketua DPR dan Ketua MPR, menjadi tenang dan sejuk. Pelaku pasar pun menyambut positif pertemuan kedua tokoh ini yang ditandai dengan meroketnya indeks harga saham. Pertemuan ini sekaligus menepis anggapan, Jokowi akan gagal menjalankan pemerintahan karena akan tersandera oleh parlemen.

Sebab, dalam keterangannya Prabowo mengimbau kader partai dan pendukungnya, termasuk yang ada di parlemen, mendukung pemerintahan Jokowi-JK. "Saya sampaikan partai yang saya pimpin dan teman-teman saya, akan saya minta untuk dukung Jokowi dan pemerintahan yang akan datang," kata Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran baru, Jumat 17 Oktober 2014.

Selanjutnya: 'Tak Punya Bibit, Bobot, Bebet'

4 dari 4 halaman

'Tak Punya Bibit, Bobot, Bebet'

'Tak Punya Bibit, Bobot, Bebet'

Jokowi memulai karier politiknya dari bawah dengan menjadi kader PDIP di kota asalnya, Solo, Jawa Tengah. Dari sinilah Jokowi memulai debutnya menjadi kepala pemerintahan. Pada 2005, dia terpilih menjadi wali kota Solo. Dianggap berhasil mengubah wajah Solo menjadi kota humanis dan berbudaya dengan motto "Solo: The Spirit of Java", pada 2010 Jokowi kembali dipercaya memegang jabatan tersebut.

Namun belum sampai 2 tahun dia menikmati periode kedua pemerintahannya, sejumlah tokoh politik antara lain Jusuf Kalla dan Prabowo, meliriknya untuk dicalonkan menjadi gubernur DKI Jakarta. Jokowi dinilai sebagai calon kuat untuk bisa menumbangkan calon gubernur incumbent Fauzi Bowo.

Sempat muncul pro kontra. Banyak pihak menyangsikan kemahiran berpolitik Jokowi. Sebab dia tak hanya belum popular di kancah perpolitikan ibukota, tapi juga bukan berasal dari trah birokrat atau aristokrat. Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indobarometer M Qodari mengibaratkan bibit, bebet, bobot, Jokowi tak ada dari politik, sehingga elit-elit politik Jakarta sulit menerimanya.

Hal ini juga yang terjadi saat nama Jokowi digadang-gadang menjadi calon presiden. Di PDIP, dukungan awalnya hanya berasal dari tingkat bawah partai berlambang banteng moncong putih itu. Sedangkan elit-elit partai itu masih banyak menyangsikan kemampuan Jokowi. Apalagi jika dibandingkan dengan ketua umum mereka, Megawati Soekarnoputri, yang dinilai paling memiliki kans besar dalam bertarung di Pilpres 9 Juli 2014.

Bahkan setelah ditetapkan sebagai capres pun, masih ada elite PDIP yang belum menerima Jokowi. "Gubernur ini baru setengah jalan saja belum. Mungkin baru 20 persen dari masa baktinya dia (Jokowi). Saya bilang bahwa Pak Jokowi masih harus perlu waktu untuk banyak belajar. Presiden harus wawasannya luas, tahu politik secara dalam, mau nggak mau harus dibawa ke alam dunia politik nasional maupun internasional," jawab Guruh Soekarnoputra saat ditanyakan pendapatnya soal pencapresan Jokowi Selasa 14 April 2014.

Suara penolakan dari parpol lain tak kalah kencang. Politikus Fraksi Demokrat di DPRD DKI, Aliman Aat mengatakan, belum saatnya Jokowi menjadi presiden. “Karena dia berjanji benahi Jakarta dulu,” ujarnya saat dihubungi, Ahad 16 Maret 2014.

Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfud Siddiq di Gedung DPR, Senayan, Selasa Februari 2014 mengatakan, peluang Jokowi menjadi presiden kecil. Apalagi Jakarta masih dilanda banjir dan kemacetan. "Niat kita tidak mengalahkan Jokowi. Apalagi Jokowi belum tentu jadi capres," kata Mahfud.

Kini suara-suara itu sudah terjawab. Sejak Sabtu 11 Oktober lalu, Jokowi sudah mulai berkemas meninggalkan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di Jalan Taman Suropati Nomor 7, Menteng, menuju Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.

Sebuah truk terlihat terpakir di depan halaman rumah yang pernah ditempati mantan gubernur DKI Sutiyoso untuk mengangkut barang-barang Jokowi dan keluarganya. Tampak beberapa pekerja mengangkut lukisan, souvenir, dan beberapa penghargaan.

Jokowi dan keluarganya akan pindah ke istana setelah dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2014. Untuk menyambut pelantikannya, Jokowi yang biasanya menggunakan baju-baju yang harganya tidak mahal, memesan jas khusus untuk acara bersejarah itu.

Jas itu dibuat penjahit langganannya yang juga langganan Pelaksana Tugas (Plt.) Gubenur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Uno Kartika Rusman.

Jokowi mengaku tak terlalu memusingkan model pakaian yang akan dikenakan saat pelantikan. Ia mengatakan suka yang biasa atau simpel asal enak dipakai dan pas di tubuhnya. Ia pun mengaku sepenuhnya menyerahkan pembuatan jas itu kepada Rusman, pemilik toko jahit Feng Sin Tailor.

Saat didatangi di tokonya Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rusman mengatakan Jokowi memesan 4 stel pakaian sekaligus. "Bahannya impor dari Italia. Mereknya Cerruti," kata Rusman, Jumat 17 Oktober lalu.

Keempat jas itu, 2 berwarna hitam polos, 1 abu-abu, dan 1 hitam dengan motif garis tipis. Soal harga, pria yang sudah menjalankan bisnisnya selama 35 tahun itu mengatakan,  "memang mahal, 1 meternya itu Rp 2 juta. Satu jas paling tidak butuh 3 meter."

Persiapan juga dilakukan oleh istrinya, Iriana. Berbeda dengan Jokowi, Iriana memilih merahasiakan warna dan motif kebaya yang akan digunakan saat pelantikan.  

"Rahasia, lihat saja nanti pas acara. Pokoknya semuanya sudah disiapkan deh," kata ibu dari ketiga anak Jokowi yaitu Gibran Rakabumi, Kahiyang Ayu, dan Kahesang Pangarep.

Tak hanya Jokowi dan keluarganya yang bersiap. Pendukung dan relawan Jokowi sudah bersiap menyambut pelantikan Jokowi. Mereka menggelar peseta rakyat yang diakhiri dengan pelepasan ribuan lampion ke udara untuk mengiringi langkah Jokowi ke istana.

Berbeda dengan pelantikan presiden-presiden RI sebelumnya, pelantikan Jokowi-JK bisa disebut meriah dan melibatkan publik. Persis seperti di masa akhir kampanyenya pada 5 Juli 2014, puluhan ribuan massa memadati lapangan Gelora Bung Karno, Senayan, mengantarkan Jokowi menduduki kursi kepresidenan. (Ein/Ans)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.