Sukses

18-10-1968: Black Power Salute, Emas Atlet Olimpiade AS Dicabut

Komite Olimpiade Mexico City 1968 mencabut gelar juara dua atlet atletik AS yang menggondol emas dan perunggu dalam cabang lari 200 meter.

Liputan6.com, Mexiko City - Hari ini, 18 Oktober 1968, Today in History membahas atlet atletik Amerika Serikat (AS) Tommie Smith dan John Carlos Meg  yang menerima sanksi atas perbuatan mereka yang bikin geger: mengangkat tangan saat penganugerahan medali olimpiade di Meksiko. Black power salute, salamnya orang kulit hitam.

Komite Olimpiade Mexico City 1968 mencabut gelar juara dua atlet atletik Amerika yang menggondol emas dan perunggu dalam cabang lari 200 meter, akibat mengangkat tangan dan memberikan salam yang dianggap rasis di atas podium kemenangan.

Sementara runner-up saat itu, Peter Norman dari Australia, mengenakan lencana bertuliskan 'Proyek Olimpiade untuk Hak Asasi Manusia' sebagai dukungan pada Smith dan Carlos.

Presiden Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) saat itu, Avery Brundage menilai kedua atlet AS melakukan salam rasis dan berbau politik yang tak diperbolehkan dalam Olimpiade.

"Jika aku menang, aku dianggap orang Amerika seutuhnya, bukan orang Amerika keturunan Afrika (Afro-Amerika). Tapi kalau aku melakukan sesuatu yang buruk, maka mereka menyebut kami 'seorang negro". Kami memang berkulit hitam.. dan kami bangga menjadi seperti itu," ucap Tommie Smith dalam sebuah konferensi pers usai Olimpiade, seperti dikutip dari BBC kala itu.

"Orang Amerika keturunan Afrika (Afro-Amerika) pasti mengerti apa yang aku lakukan," tambah Tommie Smith.

Smith menuturkan, ia mengangkat tangan kanannya untuk mewakili kekuatan orang-orang Afro-Amerika, sementara Carlos mengangkat tangan kirinya untuk mewakili persatuan ras itu. Bersama-sama mereka membentuk lengkungan untuk menyatukan keduanya.

"Syal hitam mewakili kebanggaan kaum Afro-Amerika, dan kaus kaki hitam tanpa sepatu sebagai tanda kemiskinan," jelas Tommie Smith.

Dalam beberapa jam, tindakan keduanya pun dikecam banyak orang dan langsung dikenai sanksi oleh Komite Olimpiade Internasional.

Seorang juru bicara Komite Olimpiade Internasional mengatakan, apa yang dilakukan keduanya adalah pelanggaran yang disengaja dan tindak kekerasan terkait prinsip-prinsip dasar semangat Olimpiade.

Keduanya dilaporkan diusir dari lokasi Olimpiade dan dipulangkan ke Amerika Serikat. Kaum Afro-Amerika menanggap mereka sebagai pahlawan, sementara yang lainnya menganggap mereka pembuat onar.

Tiga puluh tahun setelah protes, kedua orang yang kemudian menjadi pelatih atletik SMA, diberikan penghormatan atas peran mereka dalam memajukan gerakan hak-hak sipil di Amerika.

Kecewa

Sebelumnya pada September 1967, Tommie Smith, yang saat itu menjadi mahasiswa di San Jose State university di California sempat mengatakan kepada wartawan bahwa peserta tim Olimpiade Afro-Amerika sedang mempertimbangkan boikot total Olimpiade 1968.

Dalam konferensi pers yang digelar karena aksi menghebohkan tersebut, Tommie Smith sempat mengungkapkan rasa kecewanya.

"Rasanya tak menyenangkan berada di tim dengan atlet berkulit putih. Di lintasan lari, aku menjadi Tommie Smith, manusia tercepat di dunia. Tetapi ketika berada di ruang ganti, aku tidak lebih dari seorang Negro rendahan," keluh dia.

Ide pemboikotan yang juga diungkapkan Smith, sebenarnya adalah ide profesor sosiologi di San Jose State university, dan teman Tommie Smith, Harry Edwards.

Profesor Edwards mendirikan Proyek Olimpiade untuk Hak Asasi Manusia (OPHR) dan mengimbau seluruh atlet Afro-Amerika untuk memboikot pertandingan.

"Orang Afro-Amerika harus menolak dimanfaatkan sebagai 'binatang pertunjukan' dalam arena," ucap Profesor Edwards.

Meski demikian, boikot tidak pernah terwujud dalam program OPHR yang mendapatkan banyak dukungan dari atlet hitam di seluruh dunia.

Pada Today in History tanggal yang sama tahun 1967, sebuah pesawat ruang angkasa tak berawak Rusia membuat pendaratan pertama di permukaan Venus.

Sementara 18 Oktober 2003, Presiden Bolivia Gonzalo Sanchez de Lozada mengundurkan diri setelah terjadi protes terkait isu sumber daya gas alam negara itu. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini