Sukses

Demokratiskah Pemilihan Pimpinan DPR dengan Sistem Paket UU MD3?

Harapan PDIP untuk menduduki kursi pimpinan dewan kandas seiring dengan ditolaknya gugatan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Liputan6.com, Jakarta - Harapan PDIP untuk menduduki kursi pimpinan dewan kandas seiring dengan ditolaknya gugatan UU MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Ini lantaran dalam UU MD3 baru, Pasal 84 menyatakan, pimpinan alat kelengkapan dipilih melalui sistem paket di mana 1 kandidat harus didukung 5 fraksi partai politik. Sementara PDIP terancam tidak mendapatkan kursi wakil ketua DPR bila paket yang dipilih tidak menyertakan kadernya.

Lalu demokratiskah sistem ini?

"Keputusan MK ini tidaklah mengejutkan. Bahwasanya proses pemilihan pada prinsipnya selalu lebih demokratis jika dilakukan dengan melibatkan semua anggota DPR," tutur peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (30/9/2014).

"Hanya saja dikatakan demokratis dalam hal melibatkan semua anggota DPR tentu saja dengan mengandaikan bahwa para anggota DPR mempunyai otonomi pribadi untuk menentukan siapa yang tepat untuk menjadi pimpinan," imbuh dia.

Dia mengatakan, dalam realitasnya, anggota DPR akan menunggu keputusan fraksi masing-masing. Jadi, sambung dia, tak ada otonomi individu anggota sekalipun melalui voting.

Menurut Lucius, mayoritas anggota akan tunduk pada pilihan partai masing-masing. Dengan demikian, lanjut Lucius, sesungguhnya voting atau pemilihan oleh anggota DPR hanya soal praktik semata, esensinya tetap saja pilihan partai yang akan dipilih anggota.

"MK menganggap mekanisme melalui UU MD3 yang baru yang lebih demokratis itu karena pemaknaan tanpa kepentingan yang dipertimbangkan oleh MK," ujar dia.

"MK mungkin tidak paham bahwa pemilihan oleh paripurna pun selalu saja tergantung mutlak pada penunjukkan oleh partai masing-masing," imbuh Lucius.

Meski demikian, dia mengatakan, pemilihan oleh paripurna maupun mekanisme proporsionalitas berdasarkan jumlah kursi di DPR sama-sama punya cacat. Cacat itu terletak pada penentuan pimpinan parlemen yang diputuskan partai.
 
"Jadi demi rasa hormat pada MK, kita menghargai keputusannya, walaupun debat substantif tentang mekanisme pemilihan pimpinan di DPR tetap terbuka untuk dilakukan," tandas Lucius. (Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini