Sukses

Kisah Gadis Yazidi Lolos dari ISIS: Teman-temanku Diperkosa...

Baru seperuh perjalanan, tiba-tiba konvoi 7 kendaraan ISIS mencegat. Upaya meloloskan diri pun gagal. Kami para Yazidi, diculik.

Liputan6.com, Baghdad - Umurnya baru berusia 15 tahun, namun ia harus merasakan getirnya hidup karena diculik kelompok ISIS. Meski tak terlupakan, namun gadis yang disebut Aria itu tak takut menceritakan kepada dunia tentang apa yang dialaminya.

Seperti dimuat CNN yang dikutip Minggu (28/9/2014), Aria menuturkan, sekitar 6 minggu lalu ia sekeluarga menumpang mobil tetangga pagi buta. Demi melarikan diri dari ISIS, yang kabarnya memasuki kawasan tempat tinggal mereka. Tak hanya dirinya, seluruh warga etnis Yazidi di tempat tersebut juga mati-matian melarikan diri dari tempat tinggal yang berada di Sinjar.

Baru seperuh perjalanan, tiba-tiba konvoi 7 kendaraan dengan bendera hitam mencegat. Upaya meloloskan diri pun gagal.

"Mereka memaksa kami keluar dari mobil. Gadis-gadis dan perempuan dipisahkan dari laki-laki, termasuk kakakku 19 tahun. Tapi mereka hanya mengambil gadis-gadis memaksa kami ke dalam sebuah minivan," cerita Aria ditemani kipas angin kecil yang berputar lembut, menciptakan sedikit angin penghilang gerah.

Dari Sinjar, Aria bersama kakak iparnya yang berusia lebih muda darinya, 14 tahun dan beberapa gadis lain dibawa sekitar 120 kilometer jauhnya ke markas ISIS di Mosul - kota terbesar kedua Irak yang kembali dikuasai gerilyawan pada bulan Juni.

Mereka, lanjut Aria, menempatkannya dan kaum hawa lain ke sebuah rumah berlantai tiga. "Di Mosul mereka mencoba mengubah keparcayaan kami. 'Baca Alquran' kata mereka. Beberapa gadis-gadis menjawab 'Kami tidak sekolah, tak bisa membaca, tak bisa memahami Alquran," ungkap Aria tertunduk.

Selama lebih dari 3 minggu, Aria tinggal di tempat mengerikan itu. Lalu ada Syekh datang dan mengumpulkan 20 anak perempuan termasuk kakak iparnya.

"Dia memaksa para perempuan melayaninya. Aku sangat takut. Banyak teman-temanku diperkosa. Sulit menceritakannya," tutur Aria lirih.

Pelecehan seksual adalah hal yang tabu dalam budaya ini, dan mengakui menjadi korban sulit. Saat ditanya apakah Aria menjadi salah satu korban perkosaan. Pandangan Aria tiba-tiba kosong menatap dinding dan menggeleng.

"Aku terbayang-bayang wajah mereka sepanjang waktu," kata Aria. "Aku mengalami mimpi buruk. Aku tidak bisa berhenti memikirkan ketika mereka dipaksa melayani para pria. Aku melihat terlalu banyak."

Aria dan temannya kemudian dibawa ke Fallujah oleh 2 militan ISIS, yang menyebut diri merekea sebagai Abu Hassan dan Abu Jaffar.

"Mereka benar-benar kotor. Memiliki jenggot panjang.... Mereka benar-benar pria tinggi dan besar. Aku takut. Kami dipaksa menikah dengan mereka, dan mengancam untuk menyakiti kami jika tak mau. Mereka memberi kami telepon untuk menelepon keluarga dan memberitahu mereka bahwa kami telah bertobat," kata Aria.

Menggunakan ponsel ini, mereka diam-diam menghubungi paman temannya yang tahu orang-orang di Fallujah dan siap membantu. Ketika militan meninggalkan rumah, gadis-gadis yang mengenakan niqab melarikan diri.

"Temanku dan aku berpikir untuk bunuh diri. Tapi kami memutuskan untuk meminta paman temanku menyelamatkan kami. Ia memiliki teman-teman yang tinggal di Fallujah, tetapi mereka tidak bisa datang ke rumah dan menyelamatkan kami, jadi kami mendobrak pintu, menempatkan pada kerudung, dan berjalan selama sekitar satu jam dan bertemu di tempat di mana teman teman saya paman sedang menunggu untuk kita. Mereka membawa kami ke sebuah rumah aman di Fallujah. "

>>>Derita Belum Berakhir>>>

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Derita Belum Berakhir

Derita Belum Berakhir

Tapi ketika ia bertemu kembali dengan keluarganya di kamp pengungsi ini, derita yang kurasakan ternyata belum berakhir.

"Aku tidak tahu bahwa kakakku telah dibunuh. Yang membuatku sangat sedih. Aku hanya punya 1 saudara. Ia baru menikah selama 6 bulan. Aku sangat sedih. Mereka membunuhnya dan laki-laki lain ketika mereka membawaku. Mereka menembaknya di kepala. Ibuku tidur di samping tubuh kakakku sepanjang malam," beber Aria.

Aria tidak ingin tinggal di kamp pengungsi kaum Yazidi di Khanke di barat laut Irak itu. Semua orang tahu apa yang terjadi padanya. Semua orang membicarakannya.

Tapi rasa malu dibuangnya jauh, mengingat gadis-gadis lain yang diculik ISIS yang harus menanggung akibat pelariannya.

"Mereka memperkosanya karena kami melarikan diri. Itu hukuman. Mereka memperketat keamanan sehingga tidak ada anak perempuan bisa melarikan diri lagi.

"Saya harus hidup dengan rasa bersalah itu," ucap Aria sedih.

Direktur UNHCR Duhok Tanya Kareem menjelaskan, betapa sulitnya anak perempuan seperti Aria meceritakan pengalaman pahitnya. Remaja berusia 15 tahun itu sangat berusaha keras untuk melakukannya.

"Bahkan jika gadis-gadis dan perempuan yang dibebaskan, saya pikir tidak mungkin bagi mereka untuk berbicara tentang cobaan yang menyakitkan mereka. Mereka trauma. Dan mereka dari masyarakat, budaya yang tidak menerima apa artinya ini bagi keluarga. Ini membawa begitu banyak malu sehingga mereka tak membicarakannya," beber Kareem.

Yazidi adalah kelompok agama minoritas di utara Suriah dan Irak dan berbahasa Kurdi. Kota Sinjar terletak di utara perbatasan antara Suriah dan Irak.

Penculikan itu terjadi di tengah-tengah pengambilalihan Sinjar oleh ISIS. Sinjar merupakan kampung halaman bagi banyak kaum Yazidi di Irak. Ribuan orang telah mengungsi dari kawasan itu.

Kawasan ini telah dilindungi oleh kekuatan militer Kurdi Irak yang dikenal dengan pershmerga, namun dikalahkan secara singkat melawan serangan-serangan ISIS. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini