Sukses

SBY: Berat Bagi Saya Tanda Tangani UU Pilkada oleh DPRD

Secara fundamental, menurut SBY, UU Pilkada memiliki konflik dengan UU yang lain. Misalnya UU tentang Pemda.

Liputan6.com, Jakarta UU Pilkada dinilai bertentangan dengan UU Pemda. Hal ini membuat Presiden SBY mengaku berat menandatangani UU Pilkada.

"Bagi saya, berat untuk menandatangani UU Pilkada oleh DPRD, manakala masih memiliki pertentangan secara fundamental, konflik dengan UU yang lain. Misalnya UU tentang Pemda," kata SBY dalam keterangan pers di The Willard Hotel Washington DC, Amerika Serikat, seperti dilansir dari Setkab.go.id, Sabtu (27/9/2014).

Sebagai Presiden, SBY menilai UU Pilkada sangat bertentangan dengan UU Pemda. Khususnya pada klausul atau pasal-pasal yang mengatur tentang tugas, fungsi, dan kewenangan DPRD.

Selain itu, lanjut SBY, UU Pilkada juga tidak sesuai dengan UU yang mengatur tentang DPRD, yang tidak memberikan kewenangan kepada DPRD untuk memilih kepala daerah. Karena itu, SBY menilai UU Pilkada akan sulit dieksekusi.

Menurut SBY, ia masih menunggu laporan situasi yang terjadi di DPR dalam proses pengambilan keputusan terhadap UU Pilkada tersebut, dan akan memberikan tanggapan lebih lengkap lagi sesudah itu. Namun demikian, SBY berharap pencapaian demokrasi di Indonesia selama satu dekade ini tidak mengalami kemunduran, hanya karena pemilihan kepala daerah secara tidak langsung atau melalui DPRD.

"Saya pribadi tidak ingin ada kemunduran. Pada era kepresidenan saya, sebetulnya selain presiden dan wapres dipilih langsung, juga bupati, wali kota, dan gubernur. Itu pilihan saya, saya tidak pernah berubah," tegas SBY.

Pada Jumat 26 September dini hari, DPR melalui voting menyetujui RUU Pilkada dengan opsi pilkada dikembalikan kepada DPRD. Setelah selama hampir 10 tahun lamanya dipilih langsung oleh rakyat, pemilihan gubernur, bupati/walikota akhirnya dikembalikan lagi ke DPRD.

Opsi ini didukung oleh fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi PPP, dan Fraksi Gerindra. Total 226 suara.

Fraksi Partai Demokrat memilih walk out dari Gedung DPR, setelah usulannya mengajukan opsi ketiga pilkada langsung dengan 10 syarat ditolak.

Sedangkan opsi pilkada langsung oleh rakyat yang didukung Fraksi PDIP, Fraksi PKB, dan Fraksi Partai Hanura memperoleh dukungan 135 suara. Termasuk 11 suara anggota Fraksi Partai Golkar dan 6 suara anggota Fraksi Partai Demokrat yang membelot. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini