Sukses

Anas Tak Terima Disebut Menghalang-halangi Proses Peradilan

Anas menilai, Nazaruddin dan anak buahnya yang seharusnya dikenakan obstruction of justice.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Anas Urbaningrum tampaknya tidak terima dengan isi tuntutan jaksa yang menilai dirinya menghalang-halangi proses peradilan atau obstruction of justice. Sebab, sampai sidang terakhir, tidak pernah Anas melakukan satu tindakan yang dimaksud jaksa.

Anas mengungkapkan, apa yang dilakukannya dalam persidangan bukan untuk menghalangi jalannya proses peradilan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk upaya menggali fakta-fakta selengkap mungkin agar bisa dinilai dengan tepat, adil, dan proporsional.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga merasa tidak pernah menggunakan haknya sebagai terdakwa yang bisa saja digunakan sebagai bentuk menghambat jalannya proses peradilan. Misalnya, mangkir dari persidangan.

Dia juga mempertanyakan alasan dugaan obstruction of justice kepadanya. Sebab, Anas memposisikan diri sebagai seorang tahanan dengan segala keterbatasannya.

"Semestinya yang dinilai sebagai obstruction of justice adalah perencanaan dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh M Nazaruddin," kata Anas saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2014) malam.

Anas menilai, Nazaruddin dan anak buahnya yang seharusnya dikenakan obstruction of justice karena bertujuan mencelakakan terdakwa secara hukum.

"Termasuk dengan memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar secara sistematis," ujar Anas.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut terdakwa Anas Urbaningrum dengan pidana 15 tahun penjara dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek P3SON Hambalang, proyek-proyek lain, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa juga menuntut Anas membayar denda Rp 500 juta subsider pidana 5 bulan kurungan.

Di samping itu, Jaksa juga menuntut agar Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94.180.050.000 dan US$ 5.261.070. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar selama 1 bulan sesudah incraht atau punya kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Tak cuma itu, Jaksa juga menuntut agar Anas dihukum dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Kemudian Jaksa menuntut pula pidana tambahan lain berupa pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih 5 ribu sampai 10 ribu hektare yang berada di 2 kecamatan, yakni Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur‎, Kalimantan Timur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.