Sukses

LSI: 83,7% Salahkan SBY Jika Pilkada Melalui DPRD

SBY didesak agar menjadi motor utama mempertahankan hak politik warga untuk memilih secara langsung.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, sebagian besar masyarakat menolak pemberlakuan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui DPRD lantaran upaya itu bertujuan semata menguntungkan partai.

Bahkan, dalam survei yang dilakukan melalui quick poll periode 14-16 September tersebut, lebih dari 80 persen koresponden menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pihak yang dapat disalahkan jika RUU itu akhirnya disahkan di DPR pada 25 September mendatang.

"Mayoritas publik menyalahkan SBY jika RUU Pilkada oleh DPR disahkan. 83,07 persen menyatakan bahwa presiden paling bersalah jika hak politik warga untuk memilih secara langsung dikembalikan ke DPRD," ujar salah satu peneliti LSI, Ardian Sopa di kantornya, Jakarta, Kamis (18/9/2014).

Dalam survei yang dilaksanakan menggunakan metode multistage random samplinh dengan 1.200 responden dan margin of error sebesar +/-2,9 persen ini, hanya 13,41 persen responden yang menyatakan SBY tidak dapat disalahkan pembahasan antara DPR dan pemerintah akhirnya memutuskan Pilkada melalui DPRD.

Tak hanya itu, SBY yang juga merupakan Ketua Umum Partai Demokrat atau pemilik suara mayoritas di DPR juga didesak agar menjadi motor utama mempertahankan hak politik warga untuk memilih secara langsung.

"Sebesar 76,90 persen setuju Demokrat harus kembali mendukung Pilkada langsung. Dengan kekuatan kursi terbanyak di DPR yaitu 26,79 persen, maka jika Demokrat bergabung dengan partai pendukung Pilkada langsung maka secara matematis voting di DPR akan dimenangkan pendukung Pilkada langsung," kata Ardian Sopa.

Selanjutnya, terang Ardian, dari hasil survei tersebut juga dapat dinilai, jika pada akhir masa jabatannya Presiden SBY kemudian mendukung kembalinya Pilkada oleh DPRD, artinya SBY sendiri yang merusak kepercayaan dan masyarakat terhadapnya.

"Publik berharap di sisa masa jabatannya, presiden SBY bisa meninggalkan legacy yang baik dan tidak lagi membuat kebijakan yang strategis," pungkas Ardian.

Sebelumnya SBY memberikan pandangannya soal RUU Pilkada. Dia mengisyaratkan menolak Pilkada secara tidak langsung atau yang melalui DPRD.

"Begini, saya khawatir kalau voting pada tingkat parlemen sudah pokoknya yang satu kubu A pokoknya satu kubu B, orang bahkan katakan ini sudah peperangan harga diri, pokoknya yang sana mengatakan A pasti yang di sini tidak setuju. Pertanyaan saya, apakah begitu?" urai SBY.

Dalam pandangan SBY, buat melahirkan undang-undang untuk kepentingan rakyat, tidak perlu seperti itu. Ia pun memaparkan 2 aspek penting dalam RUU Pilkada.

Hal pertama, sistem pilkada langsung ini sudah berjalan selama 10 tahun dan segaris dengan sistem presidensiil (presidensial), di mana presiden dipilih secara langsung. Berbeda dengan sistem parlementer dipilih melalui parlemen.

"Dengan demikian kalau kita kembali pada pilihan kita buah dari reformasi yang kita jalankan selama ini tentunya pilihan kepala daerah langsung itu mesti kita jaga dan pertahankan," tandas SBY. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini