Sukses

Kredit Fiktif, 3 Eks Pejabat BNI Pekanbaru Divonis 9 Tahun Bui

Ketiga mantan petinggi BNI 46 Pekanbaru ini dinyatakan bersalah karena mencairkan kredit yang diduga fiktif pada tahun 2007.

Liputan6.com, Pekanbaru - Danggap terbukti merugikan negara Rp 40 miliar, tiga mantan petinggi Bank BNI 46 cabang Pekanbaru divonis 9 tahun penjara. Mereka dinyatakan bersalah karena mencairkan kredit yang diduga fiktif pada tahun 2007.

Tiga terdakwa yang dimaksud adalah AB Manurung, Atok dan Dedi Syahputra. Ketiganya sewaktu menjabat memuluskan pencairan kredit kepada Direktur PT Barito Riau Jaya (BRJ) Esron Napitupulu (berkas terpisah).

"Ketiga terdakwa terbukti secara sah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," jelas Ketua Majelis Hakim Masrul saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, Jumat (12/9/2014).

Selain penjara, para terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp 400 juta. Kalau tidak sanggup, terdakwa wajib menjalankan hukuman penjara tambahan selama 4 bulan. Meski mengeluarkan keputusan yang merugikan negara Rp 40 miliar, ketiga terdakwa selamat dari kewajiban mengganti kerugian negara karena tidak menikmatinya.

Kewajiban diberikan kepada Esron selaku kreditor, yang hingga saat ini masih dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta karena menderita sakit jantung. "Kerugian negara dibebankan kepada terdakwa Esron Napitupulu (berkas terpisah)," jelas Masrul.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Kejati Riau, di mana para terdakwa diminta supaya divonis selama 16 tahun penjara. Atas vonis ini, terdakwa menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.

Usai palu diketok, keluarga ketiga terdakwa yang ikut menyaksikan jalannya persidangan, tak kuasa menahan isak tangis mereka.

Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT Riau Barito Jaya, Esron, mengajukan kredit Rp 40 miliar ke BNI 46 cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuansing.

Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan tidak ada.

Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.

Kasus tindak pidana pencucian itu telah diselidiki Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Puluhan saksi termasuk istri Esron, Helen, sudah diperiksa penyidik. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.