Sukses

Polri Telusuri Dana Asing yang Biayai Teroris di Indonesia

Kapolri Jendral Pol Sutarman mengaku pihaknya dan PPATK terus menelusuri aliran dana yang sampai ke teroris itu.

Liputan6.com, Jakarta - Terkait koordinasi yang dilakukan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal aliran dana 3 teroris yang dibekukan, Kapolri Jendral Pol Sutarman mengaku pihaknya kini terus menelusuri aliran dana yang sampai ke teroris itu. Tapi Sutarman masih enggan menyebut nama-nama teroris yang dimaksud.

Dari dana yang masuk ketiga teroris, jenderal bintang 4 Polri itu mengaku ada aliran dana dari luar negeri.

"Ada aliran dana asing. Kita minta daftar dan ada. Masih dipetakan," kata Jenderal Sutarman di Ancol, Jakarta Utara, Jumat (12/9/2014).

Kemudian Sutarman melanjutkan, dari 3 aset teroris yang dibekukan, nominalnya tidak besar. Namun, dari ketiga terduga teroris itu memiliki banyak sel-sel tempat menampung biaya guna aksi mereka di Indonesia.

Untuk itu Sutarman berjanji, akan menyelesaikan tuntas soal aliran dana yang tidak mungkin berasal dari dalam negeri.

"Sel-sel jaringan mereka itu meluas. Itu kita terus telusuri dana-dana itu. Masih kita telusuri. Bisa dari dalam datangnya ataupun disimpan di luar," ujar Sutarman.

Sebelumnya diketahui 4 Lembaga negara berkumpul di Bareskrim Mabes Polri guna berkoordinasi mengenai pembekuan aset teroris berdasarkan pelaksanaan United Nations Security Council Resolution 1267 atau sanksi resolusi PBB 1267.

Lembaga yang hadir yakni PPATK, Bank Indonesia, BIN, serta dari Polri Densus 88 dan Bareskrim. Hanya perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) tidak hadir.

"Isinya meminta agar daftar teroris, terduga teroris yang warga negara asing maupun warga negara Indonesia itu dibekukan asetnya," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis 11 September.

Agus mengatakan, tujuannya agar para teroris tidak bisa mempunyai akses pada dana-dana yang tidak jelas asal-usulnya.

"Itulah memang maksud dari UU No 9 tahun 2013 jadi UU No 9 tahun 2013 itu adalah suatu tindak pidana baru yang diatur dalam UU itu yang mengatur bahwa pendanaan terorisme itu adalah juga, kejahatan dikriminalisasi," ungkap dia.

Pertemuan itu dilakukan secara tertutup di ruang Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri. Direksus itu sendiri menangani kejahatan perbankan, pencucian uang, dan cyber crime.

Dalam kasus yang sedang diungkap oleh PPATK,  pihaknya memonitor 17 nama, 3 orang di antaranya asetnya telah dibekukan. "WNI yang tercatat di UNSCR 1267 ada 17 nama, 3 di antaranya sudah dibekukan asetnya. Nama-nama nggak usah ya. (Inisial) Aduh, aku nggak hafal. Yang ada itu P ya inisialnya terus yang 2 siapa ya," tandas Agus. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.