Sukses

Skotlandia Incar Kemerdekaan, Rakyat Inggris Resah

"Jika Skotlandia memilih merdeka, konsep kami mengenai lokal akan berubah. Ada batas-batas yang dipasang".

Liputan6.com, Edinburgh - Pria bernama Gavin Jones melihat-lihat rak di toko kelontong miliknya di perbatasan Inggris dengan Skotlandia. Ia mengaku resah akan mengalami masalah besar, jika Skotlandia mendeklarasikan kemerdekaan minggu depan.

Ada boneka beruang teddy dalam rok kotak-kotak Campbell dan roti dari Skotlandia, di atas rak selai merah yang dibuat di Inggris. Setelah kemerdekaan, barang-barang dari Skotlandia akan mendapat pajak impor, dan para pelanggan sepertinya akan membayar dalam dua mata uang yang berbeda.

Bisnis di Berwick-upon-Tweed, kota paling utara di Inggris, akan terpukul biaya transaksi bank.

"Jika Skotlandia memilih merdeka, konsep kami mengenai pemerintahan lokal akan berubah. Ada batas-batas yang dipasang," ujar Jones dikutip dari VOA News, Selasa (9/9/2014).

Gavin Jones di Berwick khawatir karena kemerdekaan Skotlandia, menurutnya akan menambah kompleksitas dan biaya, tanpa ada penghasilan tambahan.

"Kami warga Berwick, bukan warga Inggris atau Skotlandia," ungkap dia. 

Warga Berwick tidak merasa sebagai orang Inggris atau Skotlandia. Tidak heran karena tempat ini telah berganti kepemilikan 13 kali selama berabad-abad. Namun warga di Berwick (dibaca Berik) dapat menghadapi perubahan dramatis akibat referendum 18 September. Dalam hal itu, mereka sama dengan rakyat Inggris lainnya.

Pemungutan suara itu disebut-sebut dapat mengubah keseimbangan kekuasaan dalam politik Inggris, meningkatkan kemungkinan bahwa Britania Raya akan meninggalkan Uni Eropa. Selain itu juga bisa melemahkan ekonomi dan mata uang negara.

Lalu rakyat Inggris, Wales dan Irlandia Utara tidak memiliki hak atas hasil tersebut. Hanya warga Skotlandia yang dapat memberikan suara.

Partai Buruh di Inggris yang mendukung sayap kiri akan menjadi korban politik terbesar dari kemerdekaan Skotlandia, karena banyak pemilihnya untuk parlemen berasal dari Skotlandia.

Skotlandia juga dikenal sangat pro-Uni Eropa, jadi kemerdekaannya akan sangat berpengaruh pada referendum yang dijanjikan Perdana Menteri David Cameron. Mengenai apakah Inggris akan meninggalkan Uni Eropa atau tidak, belum dapat dipastikan.

Konsekuensi meninggalkan Uni Eropa sangat besar bagi Inggris. Perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki kantor pusat UE di London mungkin akan pindah, membawa serta uang dan lapangan pekerjaan dengan mereka.

"Ini waktu yang sangat penting bagi Inggris," ujar Patrick Dunleavy, profesor ilmu politik di London School of Economics.

"Britania Raya telah bersatu selama 300 tahun dan ada di Uni Eropa sejak 1973. Dua referendum ini, serta pemilihan umum yang tak lama lagi, satu di antara yang lain, kita akan menghadapi lima tahun kekacauan konstitusional," tambah Dunleavy.

Kehilangan Skotlandia juga dapat melukai Inggris, akibat ketidakpastian finansial yang akan terjadi dalam 18 bulan ke depan. Periode yang diperlukan untuk menghapus hubungan antara Skotlandia dengan Inggris.

Bank investasi Goldman Sachs minggu lalu juga telah memperingatkan, meski tak ada alasan Skotlandia yang merdeka tidak akan sejahtera dalam jangka panjang, dalam jangka pendek sampai menengah, konsekuensinya akan sangat negatif. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini