Sukses

Kasus Korupsi PT Pos, Kejagung Tetapkan 2 Tersangka

Kejagung tetapkan pejabat PT Pos Indonesia dan Dirut PT Datindo Infonet Primg jadi tersangka sejak 2 September 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penyidik di Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah sekaligus menyita sejumlah alat Portable Data Terminal (PDT) atau alat layanan informasi dan komunikasi dari Kantor Pos Besar Area IV Jakarta (PT Pos Indonesia) pada Rabu 3 September kemarin.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Kasubdit) Kejagung, Sardjono Turin, mengatakan, penyitaan diduga terkait korupsi PDT tahun 2013 dengan nilai proyek Rp 50 miliar di PT Pos Indonesia. Adapun alat yang di sita jumlahnya mencapai 1.650 unit.

"Ini merupakan bagian dari beberapa penggeledahan yang akan kita lakukan kembali. Termasuk penggeledahan di Kantor Pos Pusat, di Bandung, dalam waktu dekat," kata Sardjono, kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Selain menyita alat PDT, jaksa penyidik juga menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini. Keduanya M, pejabat di PT Pos Indonesia, dan E, Dirut PT Datindo Infonet Primg, perusahaan rekanan proyek PDT. Keduanya menjadi tersangka sejak 2 September 2014.

"Alat ini merupakan alat yang digunakan petugas di lapangan. Awalnya dimaksudkan untuk memudahkan kontrol pengantaran barang, karena dilengkapi GPS," kata Sardjono.

Namun kenyataannya, lanjut Sardjono, alat tersebut tidak berfungsi sehingga tidak bisa dipakai. Karena itu patut diduga pengadaan tidak sesuai dengan spefisikasi sehinga kerugian negara ditaksir Rp 10,5 miliar.

"Setelah nanti menyita di kantor pusat Bandung, kita juga akan segera melakukan asset recovery," ujar dia.

Kasus ini bergulir setelah Forum Pusat Kajian Strategis Pemberdayaan Monitoring Rakyat (Pukas Damor) melaporkan dugaan korupsi di tubuh PT Pos Indonesia ke Kejagung, Selasa 19 Agustus lalu. Pelaporan dilakukan karena menurut Koordinator Pukas Damor, Ardian Leonardus, ada dugaan telah terjadi kerugian negara akibat ulah sejumlah petinggi PT Pos Indonesia terkait pengadaan jasa layanan inforkom.
 
"PT Pos Indonesia dalam pengadaan diduga sengaja memilih mitra pengadaan sarana komunikasi tidak sesuai bidang kepakaran dan merupakan rekanan khusus oknum pejabat," kata Ardian.
 
Humas PT Pos Indonesia, Abu Sofyan, membantah dugaan tersebut. Menurut dia, tidak ada aturan yang dilanggar. Proses pengadaan, kata Abu, telah dilakukan sesuai rencana kerja anggaran, prosedur yang berlaku, dan dilakukan oleh divisi pengadaan secara bersih, transparan, dan professional. Namun pernyataan Abu bertolak belakang dengan langkah Kejagung menetapkan M dan E jadi tersangka.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.