Sukses

Migrant Care: Terminal Khusus TKI di Bandara Picu Pemerasan

Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan praktek pemerasan terhadap TKI yang baru tiba di tanah air, telah ada terminal khusus.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Bareskrim Mabes Polri menemukan praktek premanisme dan pemerasan di Bandara Soekarno-Hatta, terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru datang dari luar negeri.

Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan praktek pemerasan terhadap TKI yang baru tiba di tanah air, telah berlangsung sejak ada kebijakan terminal khusus TKI di Bandara Soekarno-Hatta.

"Pemulangan TKI melalui terminal khusus menyebabkan publik kurang dapat mengawasi sehingga sangat potensial terjadinya pemerasan," ucap Wahyu.

Wahyu menjelaskan, pemerasan terhadap TKI yang terjadi selama ini melibatkan banyak institusi. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan terminal TKI di bandara melibatkan banyak pihak, di antaranya Kepolisian, TNI, Angkasa Pura II, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) serta perusahaan.

Selain adanya pungutan liar, menurutnya para TKI yang baru tiba juga dipaksa untuk menggunakan jasa money changer dengan nilai yang lebih rendah dan harus mengeluarkan biaya trasportasi ke kampung halamannya dengan harga di atas normal.

Untuk itu menurut Wahyu, pemerintah harus segera menghilangkan kebijakan yang memulangkan TKI melalui jalur khusus atau terminal khusus.

"Dengan adanya terminal khusus untuk TKI kemudian BNP2TKI menunjuk mitra-mitra bisnis yang bisa beroperasi seperti money changer, warung-warung sim card. Di situ TKI kita dipaksa untuk menukar uang dengan nilai yang lebih rendah daripada harga sesungguhnya. Dipaksa untuk membeli sim card, normal harganya bisa Rp 10-20 ribu. Tetapi dipaksa untuk membeli Rp 100 ribu. Jadi memberi ruang kepada pelaku-pelaku bisnis untuk mengeruk uang secara tidak sah," beber Wahyu.

Dilansir dari VOA News, Selasa (12/8/2014), dari data Migrant Care, dalam sehari sekitar 400-500 tenaga kerja Indonesia (TKI) mengalami pemerasan ketika pulang ke tanah air. Wahyu menyatakan, lembaganya telah menyerahkan semua bukti-bukti yang dimiliki terkait pemerasan di bandara kepada KPK.

KPK akan menelisik akar masalah dan mata rantai sindikat pemerasan. Hingga saat ini, KPK masih terus menindaklanjuti temuan demi temuan untuk dijadikan rekemondasi kepada pihak terkait seperti presiden baru, menteri dan Badan Periksa Keuangan.

Ketua KPK Abraham Samad mengecam praktik ini. "Bayangkan saja mereka setengah mati mencari duit, jauh dari keluarga tetapi kemudian ketika mereka pulang ke tanah air mereka diperlakukan tidak semestinya, diperas, diintimidasi dan lain sebagainya," papar Wahyu.

Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah menjelaskan berdasarkan rapat terakhir dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi disetujui bahwa TKI yang baru pulang bekerja di luar negeri dapat melewati terminal umum kecuali mereka yang bermasalah.

Menurut Gatot, terminal III atau yang lebih dikenal sebagai terminal khusus TKI hanya untuk para TKI yang bermasalah seperti tidak digaji majikan dan korban kekerasan. BNP2TKI kata Gatot  akan berada dan mengurusi terminal khusus tersebut.

Gatot menyatakan akan menindak tegas mereka yang melakukan pemerasan terhadap TKI.

"Kalau nanti terminal khusus jadi khusus untuk yang bermasalah, yang bermasalah itu kan dibiayai pemerintah semua, yang tidak memiliki ongkos, yang tidak dibayar gajinya oleh majikannya. Jadi yah kita akan lebih memelototinnya dan lebih gampang mengawasinya karena kan staf kita semua bukan preman luar kalau ada apa-apa," tegas Gatot.

Baca Juga:

BNP2TKI Tutup Pelayanan KTKLN di Bandara Soekarno Hatta

LPSK: Kami Siap Lindungi TKI yang Melaporkan Kasus Pemerasan

Beragam Modus Pemerasan TKI di Bandara Versi Migrant Care

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.