Sukses

Game Ini Membuat Anda Merasakan Sensasi Mati

Kita semua pernah bertanya-tanya, seperti apa rasanya mati. Kini muncul sebuah permainan atau game yang mencoba menjawab rasa penasaran itu.

Liputan6.com, Shanghai - Kita semua pernah bertanya-tanya, seperti apa rasanya mati. Apa yang terjadi saat nyawa lepas dari raga: sakit tak terperi, mengerikan, atau jangan-jangan damai yang terasa?

Kini muncul sebuah permainan atau game yang mencoba menjawab rasa penasaran itu.

'Samadhi -- 4D Experience of Death', namanya, menggunakan efek khusus yang dramatis untuk membawa pemainnya merasa dekat dengan -- apa yang dibayangkan pencipta game sebagai -- pengalaman mati.

Permainan yang akan dibuka di Shanghai pada September 2014 akan mengundang para partisipan untuk bersaing dalam serangkaian tantangan untuk menghindari "mati."

Siapa kalah akan 'dikremasi'. Main-main tentunya. Namun, setidaknya mereka akan dibaringkan di ban berjalan dari rumah pemakaman ke krematorium palsu -- yang mensimulasikan upacara kematian.  

Meski palsu, kremator menggunakan udara panas dan proyeksi cahaya, untuk menciptakan 'pengalaman terbakar'.

Setelah 'kremasi' peserta yang kalah akan dipindahkan ke kapsul lembut yang menandakan proses kelahiran kembali.

Lantas, apa yang terjadi dengan pemenangnya? "Dia pastinya juga mati," kata salah satu pembuat game, Ding Rui, seperto Liputan6.com kutip dari situs CNN, Senin (11/8/2014). "Seperti keniscayaan di dunia ini, semua orang pasti mati, tak peduli berapa kali mereka pernah lolos dari maut."

Ding dan rekannya, Huang Wei-ping melakukan riset panjang untuk membuat permainan tersebut. Termasuk soal proses kremasi yang dilalui mayoritas mendiang di Tiongkok.

Pasangan ini mengunjungi krematorium sungguhan, dan meminta untuk dikirim ke tungku yang apinya dimatikan.

Pencerahan

"Ding masuk lebih dulu ke krematorium, sementara saya stres bukan main mengamatinya dari luar," kata Huang. "Petugas juga merasakan tekanan yang sama. Sebab, mereka biasanya fokus mengirim jasad ke tungku, tak pernah menarik mereka kembali.

Huang juga mencicipi sensasi masuk ke tungku kremasi. "Rasanya panas bukan kepalang. Aku tak bisa bernafas, rasanya hidupku segera berakhir," kata dia. Padahal, ia hanya masuk ke tungku mati.

Huang mengaku, ketertarikannya pada kematian muncul dalam episode pencarian jiwa dalam hidupnya, ketika ia sukses menjadi pedagang namun merasakan kehidupan rohaninya kering kerontang.

"China membuatku kaya, tapi tak mengajarkan bagaimana menjadi orang kaya yang bahagia. Aku tersesat...," kata dia.

Huang kemudian belajar psikologi dan menjadi relawan yang membantu proses pemulihan akibat bencana gempa bumi dahsyat di Sichuan, lalu membentuk organisasi Hand in Hand yang memberi dukungan pada pasien parah di rumah sakit onkologi.

"Pengalaman itu seperti membuka jalan untukku. Aku ke sana untuk membeli bantuan, tapi yang terjadi justru sebaliknya, aku mendapatkan pertolongan."

Sementara, Ding berusaha mencari arti hidup dengan cara mengadakan seminar dengan ahli dari berbagai latar belakang keilmuwan dan agama.

"Setelah 2 tahun saya menyadari bahwa, alih-alih duduk di sini dan mendengarkan secara pasif, saya juga bisa melakukan sesuatu."

Baik Huang dan Ding memutuskan menjadi pendamping pasien penyakit parah yang mendekati ajal. Dan mereka menemukan bahwa, lebih banyak orang menolak mati, meski tahu benar kesempatan hidup mereka makin menipis.

"Bagian paling menyedihkan adalah melihat pasien meninggal dunia namun keluarga menolak untuk menghadapi kematian orang terkasih -- yang melewatkan hari-hari terakhir bersama orang yang mereka cintai dengan kebohohongan dan penyangkalan," kata Ding. "Kita kurang memahami kematian. Rasa takut lah yang kemudian yang mendominasi."

Menjawab permasalahan itu, Huang dan Ding menggelar penggalangan dana dan berhasil mengumpulkan uang sebesar US$ 67 ribu. Jumlah yang melampaui target -- bukti betapa penasarannya masyarakat China menghadapi kematian.

Lantas, apa manfaatnya merasakan sensasi mati?

Menurut Ding, pihaknya berharap, pengalaman mati akan meningkatkan 'pelajaran hidup' -- mendorong mereka untuk merenungkan apa yang sudah mereka lakukan dalam hidup dan memandu mereka menghadapi kematian secara pribadi.

"Tak ada model pasti. Tidak seperti program yang mengajarkan Anda untuk menjadi kaya dan sukses," kata Huang. "Oleh karenanya, penting bagi orang-orang untuk mengalaminya secara personal." Untuk menyiapkan diri secara lebih baik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Negara dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia. Negara ini telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok.
    Negara dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia. Negara ini telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok.

    China

  • Unik

Video Terkini