Sukses

Dinilai Lembek Hadapi Fans ISIS, Walikota di Belanda Dituntut Mundur

Warga sejumlah kota di Eropa melakukan perlawanan terhadap unjuk rasa ISIS yang mulai melewati batas.

Liputan6.com, Den Haag - Dengan semakin maraknya gerakan mendukung ISIS di beberapa negara Eropa, semakin seringlah demonstrasi dan unjuk rasa yang dilakukan oleh para pendukungnya. Namun demikian, warga sejumlah kota di Eropa melakukan perlawanan terhadap unjuk rasa yang dianggap melewati batas.

Sebagaimana dilansir Liputan6.com dari Irish Times (02/08/2014), bendera hitam Daulah Islamiyah (Islamic State/IS), yang dulu dikenal sebagai ISIS, telah dilarang dalam demonstrasi-demonstrasi umum di Belanda.

Seorang jurubicara polisi telah memperingatkan bahwa "Lambang-lambang Nazi, salut cara Hitler dan pembakaran bendera tidak akan ditoleransi. Ini juga berlaku untuk bendera ISIS. Para demonstran tidak boleh membawanya."

Keputusan itu, yang merupakan pertama kalinya di Eropa, diumumkan dalam bentuk petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 17.500 orang yang menyerukan kepada walikota Den Haag supaya mengundurkan diri karena gagal bersikap lebih tegas ketika terjadi suatu protes kecil beberapa waktu yang lalu. Bendera ISIS bertebaran begitu banyakdalam protes itu.

Sang walikota, Jozia van Aartsen, mengatakan pada Senin minggu lalu bahwa "tidak ada yang lewat batas", walaupun rekaman video segelintir pelaku protes memperdengarkan teriakan-teriakan "Mampuslah Yahudi", yang sebetulnya merupakan pelanggaran undang-undang di Belanda.

Sebagian peserta lain menutup muka mereka selagi melakukan protes. Hal ini juga merupakan pelanggaran hukum di Belanda.

Kegalauan walikota itu bertambah ketika jaksa penuntut umum menyaksikan rekaman itu setelah ada pengaduan dari beberapa perkumpulan Yahudi.

Dua orang pria telah ditangkap dalam waktu 24 jam sesudahnya dan didakwa dengan "melakukan kekerasan terhadap kelompok orang berdasarkan ras atau kepercayaan mereka".

Ketegangan bertambah di pertengahan minggu lalu ketika seorang wanita Yahudi, Seraphina Verhofstadt-Makker, mengibarkan bendera Israel dari balkon tempat tinggalnya dan kemudian dipukuli oleh tiga pria "yang mengenakan kain penutup gaya Palestina" yang memasuki apartemen wanita itu.

Perempuan yang hidup sendirian di Amsterdam itu lalu menggapai sekaleng cat semprot selagi bergulat melawan para penyerangnya. Polisi mengatakan para penyerangnya bisa jadi kecipratan cat merah di kulit atau pakaian mereka.

Serangan itu mengundang kecaman keras walikota Amsterdam, Eberhard van der Laan. Ia mengatakan, "Sungguh tidak dapat diterima jika penduduk kota kita bertindak seperti itu dan melenggang bebas begitu saja. Tidak akan terjadi. Polisi akan menanganinya."

Anggota parlemen dari Partai Buruh, Ahmed Marcouch, yang mnerupakan muslim keturunan Maroko dan pernah menjadi petugas kepolisian, mengatakan bahwa serangan itu "menjijikkan".

Sementara itu partai Kristen SGP mengatakan "kaget melihat bagaimana kebencian terhadap Yahudi dibiarkan". Alasannya "mengarah kepada anti-Semitisme".

Pada saat yang bersamaan, polisi masih mencari pemilik sekolah mengemudi yang sedang dicari karena mengunggah video ke Facebook yang menyebutkan kaum Yahudi sebagai "mayat hidup" dan mengatakan "mayat hidup harus ditembak mati" dan kemudian berkali-kali menembakkan pistol ke udara. Facebook sudah menghapus video itu. (Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.