Sukses

RS Dibom, Kulkas Raksasa Jadi Tempat Penyimpanan Korban Israel

Abu Taha membuka lemari pendingin yang biasa digunakan petani itu untuk menyimpan kentang-kentang dan wortelnya di Rafah.

Liputan6.com, Rafah - Abu Taha membuka ruangan pendingin yang biasa digunakan petani itu untuk menyimpan kentang-kentang dan wortelnya di Rafah. Ketika pintu dibuka, tampak mayat-mayat bersimbah darah tergeletak di dalam ruangan bersuhu dingin tersebut. Bukan lagi kentang dan wortel.

Anak-anak, pria, dan wanita Palestina yang telah meregang nyawa itu saling bertumpuk satu sama lain. Sebagian kecil telah dikafani. Namun sebagian besar lainnya sulit untuk diidentifikasi.

Sebanyak jumlah mayat ini, sebanyak itulah korban kebiadaban Israel di Rafah. Menguburkan mereka bahkan berbahaya. Kota ini telah "dihujani" artileri Israel selama 24 hari terakhir.

Bukan kemauan Abu Taha mengisi lemari pendingin itu dengan gelimangan mayat-mayat. Namun tak ada pilihan lain. Israel sudah mengebom rumah sakit terdekat, Abu Yousef al-Najjar Hospital menggunakan tentara artilerinya dari timur kota.

Kulkas penyimpan sayuran itu dipilih untuk menyimpan mayat karena memiliki generator listrik sendiri.

"Kami tak memiliki pilihan selain meletakkan puluhan orang yang tewas ini di dalam kulkas," kata Walikota Rafah Subhi Radwan, seperti dikutip Liputan6.com dari laman Middle East Eye (MEE), Minggu (3/8/2014).

Ini semua bermula dari pengeboman rumah sakit Abu Yousef al-Najjar. Saat itu para tenaga medis diminta meninggalkan rumah sakit utama di Rafah itu. Mereka mengevakuasi para korban luka ke Rumah Sakit Kuwait yang nyatanya belum siap menangani para korban pembantaian Israel di jalur Gaza.

Beberapa mayat tergeletak di jalanan, dibiarkan mengalami pendarahan selama beberapa jam tanpa ada ambulans yang datang mengevakuasi mereka.

Sementara itu, sebanyak tiga petugas ambulans telah tewas terbunuh. Tubuh mereka sulit teridentifikasi setelah tank Israel menembak ambulans yang mengangkut mereka.

Radwan mengatakan, perang di Rafah belum usai. Sementara dia dan jajarannya tak bisa menjamin kebutuhan warganya, seperti air dan jaringan listrik yang telah hancur karena serangan Israel.

"Kami menyerukan organisasi internasional untuk masuk dan membantu kami mengevakuasi mereka yang terluka dan terbaring di timur kota Rafah," ucap dia.

Salah satu warga yang selamat dari pengeboman itu, Abdelraouf Ayyad mengatakan, mereka digempur dari segala arah, laut, darat, dan udara secara terus-menerus.

"Ini menakutkan. Militer Israel telah hilang kendali. Mereka mengebom rumah-rumah lalu melarikan diri setelah membunuh 23 orang tak berdosa," ujar Ayyad. "Tak ada yang aman, tanpa rumah, rumah sakit, tak ada tempat berlindung.

Sejauh ini jumlah korban tewas dikabarkan mencapai 110  dan ratusan lainnya terluka dalam 24 jam terakhir. Namun tim medis menyatakan, masih banyak korban yang tak bisa dijangkau.

Pembantaian di Rafah ini terjadi hanya 2 jam setelah gencatan senjata antara Hamas-Israel selama 72 jam disepakati. Hamas dan Israel saling menuduh pihak lawan telah melanggar gencatan senjata. Menyusul kabar tewasnya seorang tentara Israel.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.