Sukses

Argentina Terancam Kebangkrutan Ekonomi

Liputan6.com, Buenos Aires - Argentina saat ini menanti vonis default atau gagal bayar utang. Situasi genting ini setelah negara ekonomi terbesar ketiga di Benua Amerika tersebut diprediksi tak akan mampu melunasi utang kepada investor sekitar US$ 13 miliar atau sekitar Rp 174 triliun yang jatuh tempo pada Rabu waktu setempat 30 Juli 2014.

Bila tidak, Argentina akan mengalami status default keduanya dalam rentang 13 tahun terakhir. Kondisi ini sama artinya dengan menyambut perlambatan ekonomi nasional. Sebab, negara kehilangan akses untuk meraup modal segar. Default tersebut menurut analisis Bloomberg dapat memunculkan potensi klaim sebesar US$ 28 miliar.

Bloomberg melansir, Rabu (30/7/2014), beberapa analis dan ahli ekonomi menganggap pemerintah Argentina terlalu meremehkan dampak dari default dengan terus mengulur waktu pelunasan utang terdahulu.

"Pemerintah Argentina sepertinya menganggap enteng guncangan yang akan terjadi," ujar Hans Humes, pendiri Greylock Capital Management, bank investasi yang juga salah satu kreditur swasta bagi negara Amerika Selatan tersebut.

Sebelumnya, Pengadilan Amerika Serikat telah memerintahkan Argentina melunasi utang beserta bunganya yang sudah berjalan lebih dari satu dekade. Kendati demikian, pemerintah Buenos Aires seolah tak acuh.

Pada Juni silam, pemerintah Argentina mencoba mencicil bunga utang sebesar US$ 539 juta. Tapi, upaya ini ditolak hakim Pengadilan Tinggi Negeri AS Thomas Griesa. Sang hakim beralasan upaya itu tidak sesuai tuntutan investor yang menginginkan pembayaran penuh obligasi sejak 2001.

Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner seakan lebih memilih untuk default ketimbang harus menuruti permintaan bank-bank investasi yang ingin menarik kembali modalnya.

Argentina menolak membayar utang secara penuh lantaran takut jika investor lain akan meminta hal serupa. Padahal beberapa investor non-swasta sebelumnya telah menerima haircut atau potongan atas investasinya pada surat utang Argentina beberapa tahun silam.

Lantaran itulah, pemerintah Argentina meminta pelunasan dengan cara mencicil. Hanya saja wacana tersebut ditampik investor swasta yang mayoritas bank-bank asal AS.

Pada Kamis pekan silam, mediator pengadilan antara Argentina dan pihak kreditur, Daniel Pollack menyebut pemerintah menolak bertemu dengan grup investor swasta lantaran alasan yang belum jelas. Sementara dari pihak swasta, bank investasi NML Capital mengklaim Argentina tidak punya itikad baik menuntaskan masalahnya.

"Jelas sekali kalau mereka (pemerintah Argentina) memilih untuk default pekan depan," ujar utusan dari NML kepada media, Kamis 24 Juli lalu. Bank investasi tersebut menilai pula Presiden Kirchner sendiri yang seakan membuat solusi mustahil tercapai.

Lembaga keuangan Capital Economics memprediksi perekonomian Argentina akan turun 1% tahun ini karena terpengaruh oleh default utang. Sebab, iklim investasi akan melambat seiring dengan keengganan bank dan pihak luar untuk menanamkan dananya di sektor perekonomian.

13 Tahun silam, Argentina pernah mencatat beban utang besar karena perekonomian domestiknya mengalami gejala resesi dan sektor perbankannya hancur lebur. Krisis itu memuncak pada 2001 hingga akhirnya pemerintah mengumumkan default atau gagal bayar dengan total tanggungan mencapai US$ 132 miliar.

Angka tersebut adalah default terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah ekonomi dunia. Bahkan, saat itu, mata uang peso tergerus tajam terhadap dolar sehingga nyaris tidak memiliki nilai tukar layak.

Baca juga:

Peringkat Inflasi Global dan Piala Dunia, Argentina Masuk 5 Besar

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.