Sukses

Tak Semua Rakyat Israel Menginginkan Pertumpahan Darah di Gaza...

Sebanyak 7.000 rakyat Israel turun ke jalan. Memprotes dan menentang kebijakan pemerintahnya. "Hentikan perang sekarang juga!"

Liputan6.com, Tel Aviv - Tak semua rakyat Israel mendukung kebijakan pemerintahnya, yang melakukan serangan membabi buta atas nama membela diri dalam skema Operation Protective Edge sejak 8 Juli 2014. Sabtu malam waktu setempat, sekitar 7.000 orang berkumpul di Tel Aviv, memprotes perang di Gaza.

Mereka membawa spanduk bertuliskan: 'Jangan ada lagi kematian -- Perdamaian Israel-Palestina, sekarang juga!'

Menurut media Haaretz, ini adalah protes terbesar yang digelar warga Israel menentang operasi militer negeri zionis di Gaza. Dengan populasi hanya 8 juta orang -- jika dibandingkan -- itu setara dengan demo yang digelar 250 ribu orang di AS.

Para demonstran berkumpul di Rabin Square di pusat kota Tel Aviv. Alun-alun itu menyandang nama Yitzhak Rabin -- perdana menteri Israel yang menegosiasikan Kesepakatan Oslo 1993 dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Sejarah mencatat, dalam masa jabatannya yang kedua, Rabin berusaha menjalin hubungan baik dengan Palestina. Atas usahanya itu, pada tahun 1994 bersama-sama Yasser Arafat dan Menteri Luar Negeri Shimon Peres ia mendapat hadiah Nobel. Namun tak semua senang dengan sikapnya itu. Ia tewas ditembak pada 1995. Pelakunya adalah  Yigal Amir, sesama Yahudi, seorang aktivis sayap kanan.

Para pendemo meneriakkan slogan, 'Hentikan perang', 'Pulangkan para tentara', juga 'Yahudi dan Arab menolak permusuhan'. Mereka menyerukan diakhirinya pertempuran dan kembali ke meja perundingan untuk mengakhiri pendudukan wilayah Palestina. Lilin-lilin dinyalakan -- sebagai penghormatan atas jiwa-jiwa yang melayang, baik dari pihak Israel dan Palestina.

Protes tersebut digelar oleh sejumlah kelompok, termasuk The Parents' Circle - Families Forum,  sebuah organisasi keluarga Palestina dan Israel yang sama-sama berduka akibat konflik.

"Begitu banyak momen memilukan terjadi bulan ini," kata Dov Khenin, anggota Parlemen Israel (Knesset) adri partai oposisi, seperti Liputan6.com kutip dari situs People's World, Rabu (30/7/2014).

"Seorang anak menangis di atas kuburan ayahnya, ada ibu menangisi putranya yang tak bernyawa, sekian banyak foto yang menunjukkan mereka yang terluka parah dan tewas. Di balik setiap gambar ada nama seseorang, juga keluarga. Kita harus menjawab dengan jujur: Apakah dengan pertumpahan darah ini akan membawa kita (Israel) ke kondisi yang lebih baik?"

Khenin mengatakan, pemerintah Israel harus mendukung pemerintah Palestina bersatu -- Fatah dan Hamas -- yang dipimpin Mahmoud Abbas. Perundingan damai adalah satu-satunya solusi.

Sementara Ben Kfir, yang putrinya tewas dalam aksi bom bunuh diri Hamas pada tahun 2003 juga angkat bicara. Ia mengkritik pemerintah Israel yang bersikap negatif terhadap perundingan perdamaian untuk menjustifikasi perang. "Infrastruktur teroris sejatinya adalah sikap abai, kemiskinan, dan keputusasaan. Itu semua yang harus kita tangani," kata dia.

Demo tersebut mendapat gangguan dari sekitar 300 ekstremis sayap kanan yang berusaha menyabotase aksi, salah satunya dengan bernyanyi riang, "Mengapa tidak ada sekolah di Gaza? Karena tidak ada lagi anak-anak yang tersisa." Para pengacau juga mengancam para pendemo.

Polisi dalam jumlah besar diterjunkan, untuk memisahkan kedua kelompok, untuk mencegah bentrok.

Sebelum aksi dimulai, sebuah undangan berisi pesan damai disebarkan. Begini terjemahan bebasnya:

"Pada hari Sabtu, pendukung perdamaian mengambil sikap di Rabin Square. Perang telah merenggut banyak korban jiwa dan luka di kedua pihak, kehancuran dan horor, dalam bentuk pemboman dan roket-roket. Dan kami mengambil sikap dan menuntut: hentikan perang sekarang juga!

Kita harus menghentikan pertumpahan darah ini dan memulai perundingan dengan pemimpin Palestina yang diakui di Tepi Barat dan Gaza untuk mengakhiri pendudukan dan pengepungan. Dan untuk mencapai kemerdekaan dan keadilan bagi kedua bangsa. Di Israel dan Palestina.

Bukannya lagi dan lagi memutuskan perang dan aksi militer, ini saatnya untuk meretas jalan menuju dialog dan kesepakatan politik. Masih ada solusi politik yang bisa diambil.

Berapa harga yang harus ditanggung -- oleh penduduk Israel di selatan dan wilayah lainnya, juga rakyat di Gaza dan Tepi Barat -- hingga kita mencapai solusi?

Kita bersama, Yahudi dan Arab, kita akan melalui semua ini: pendudukan dan perang, kebencian,  hasutan dan rasisme -- menempuh jalan hidup dan harapan."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.