Sukses

Ramadan Berlalu, Saatnya Berjabat Tangan

Bulan suci Ramadan tahun ini terasa lebih emosional dan melelahkan, baik fisik maupun pikiran.

Liputan6.com, Jakarta - Ramadan berlalu dan hari ini umat muslim merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. 1 Syawal 1435 Hijriah telah ditetapkan pemerintah jatuh pada hari ini, Senin 27 Juli. Itu artinya Ramadan tahun ini telah berlalu dengan segala kenangan dan catatannya.

Ramadan dan puasa adalah rutinitas tahunan bagi umat muslim. Ritual yang tercipta juga hampir seragam. Setiap Ramadan datang kita dihadapkan pada berbagai istilah yang akrab di telinga. Sahur, salat tarawih, imsak, dan ngabuburit menjadi kata yang kerap terucap.

Tapi, Ramadan tahun ini sungguh berbeda. Bulan suci ini terasa lebih emosional dan melelahkan, baik fisik maupun pikiran. Penyebabnya sederhana, karena Ramadan ini juga disisipi dengan agenda keduniawian yang melibatkan banyak orang.

Jauh sebelum Ramadan tiba, banyak di antara kita sudah lebih dulu terpukau dengan digelarnya ajang Piala Dunia 2014 di Brasil yang berlangsung dari tanggal 13 Juni sampai 14 Juli. Ketika pertandingan makin menegangkan usai babak penyisihan, Ramadan pun tiba.

Maka jadilah ajang Piala Dunia banyak sedikitnya ikut mempengaruhi emosi banyak orang. Jadwal pertandingan yang kurang bersahabat dengan jadwal tidur ditambah dengan adanya fanatisme terhadap timnas negara tertentu, membuat puasa terasa lebih melelahkan bagi mereka penyuka olahraga ini.

Dan ketika Jerman mengalahkan Argentina pada pertandingan babak final, Senin 14 Juli dini hari, perhatian langsung teralihkan pada agenda lain yang sebenarnya jauh lebih penting, yaitu Pilpres 2014. Bahkan, agenda inilah sebenarnya yang paling menyita perhatian serta emosi publik.

Masa kampanye Pilpres 2014 berlangsung sejak 1 Juni hingga 5 Juli. Namun, mendekati hari-hari akhir, persaingan antara kedua kubu pasangan capres-cawapres meningkat tajam. Nyaris energi publik tercurah untuk terus memantau kampanye, orasi, serta strategi kampanye yang diterapkan masing-masing pasangan.

Tak jarang, situasi menjadi memanas akibat akumulasi dari berbagai hal. Seperti kampanye hitam yang dilancarkan melalui media sosial atau publikasi media lain. Demikian pula dengan ucapan tokoh yang dinilai tidak santun sehingga menimbulkan kecaman publik. Semuanya berbaur dan saling sahut sehingga membuat pengamat tak berani memprediksi pasangan yang akan memenangkan Pilpres 2014.

Menjelang berakhirnya masa kampanye, sejumlah lembaga survei pun merilis hasil survei mereka. Bisa ditebak, semuanya tak ada yang bisa memastikan kemenangan mutlak bagi sang calon. Yang bisa dipastikan, elektabilitas kedua pasangan terus saling menyalip setelah kampanye digelar.

Tak heran debat capres sesi akhir yang digelar pada Sabtu 5 Juli 2014 menjadi titik penentuan dan panggung akhir bagi pasangan capres-cawapres untuk menarik simpati. Dilangsungkan di Hotel Bidakara, debat itu berhasil membuat suhu politik makin memanas.

Debat yang mengambil tema Pangan, Energi, dan Lingkungan itu dimanfaatkan oleh pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK untuk saling menjatuhkan. Diakui, debat kali kelima ini paling panas dan ditanggapi banyak kalangan. Namun, di sisi lain hasil debat ini makin menambah dalam perseteruan, tidak hanya bagi kedua pasangan, tapi juga bagi pendukung mereka di tingkat akar rumput.

Hal inilah yang kemudian menimbulkan ketegangan ketika masa kampanye berakhir yang berlanjut memasuki masa tenang sebelum pencoblosan dilakukan pada 9 Juli 2014. Tak heran kalau kemudian pihak Polri dan TNI menetapkan beberapa wilayah yang tergolong rawan dalam status Siaga I.

Dalam suasana seperti itulah Pilpres digelar. Ketika mayoritas penduduk Indonesia tengah berpuasa, menahan haus dan dahaga, mereka juga harus pintar-pintar menahan emosi melihat peta kekuatan yang nyaris seimbang. Ada harap-harap cemas, baik soal kondisi keamanan atau soal siapa yang akan memenangkan kompetisi.

Yang jelas, 190.307.134 jiwa yang terdaftar sebagai pemilih diharapkan menjadi penentu bagi masa depan bangsa ini. Dengan segala kekurangan yang masih ada, seperti surat suara yang rusak atau tertukar, bahkan ada wilayah yang belum mendapatkan logistik, Pilpres 2014 akhirnya digelar.

Hasil Pilpres 2014 ternyata tak sanggup membuat suasana menjadi lebih dingin, sebaliknya makin memanas. Penyebabnya, hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei terbelah dengan menyatakan kedua pasangan sama-sama memenangkan suara rakyat.

Dan, umat muslim agaknya memang belum bisa berpuasa dengan tenang, karena kondisi batin bangsa ini malah lebih berat usai Pilpres digelar. Saling klaim kemenangan 2 pasangan capres membuat hari-hari menjelang pengumuman resmi dari KPU seolah menuju titik didih karena masyarakat pun seolah terpecah di antara 2 kubu.

Benar saja, ketika KPU menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014, kubu Prabowo-Hatta meradang. Bahkan, Prabowo menyatakan menarik diri dari Pilpres 2014 dengan alasan telah dirugikan oleh sejumlah kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres.

Namun, kendati ditentang oleh kubu Prabowo-Hatta, ketegangan di tengah masyarakat tak lagi memuncak. Karena pengumuman dari KPU mendekati akhir Ramadan, agaknya perhatian publik terpecah kepada hal lain di luar masalah politik.

Sangat dimaklumi, mendekati akhir Ramadan ada 2 hal yang akan menjadi tumpuan perhatian masyarakat, khususnya umat muslim, yaitu tunjangan hari raya (THR) dan mudik. Sepenting apa pun Pilpres, tentu saja hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari lebih menjadi beban pikiran.

Sangat sulit mencari korelasi antara besar kecilnya THR atau jadi tidaknya seseorang mudik dihubungkan dengan pemenang Pilpres 2014. Karena itu, ketika kubu Prabowo Hatta akhirnya mengajukan sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi, momentum itu sudah lewat. Perhatian publik lebih tertuju pada masalah lain yang menurut mereka lebih penting.

Buktinya, sepekan sebelum Lebaran, perbincangan tentang Pilpres mulai teralihkan kepada soal arus mudik, pengamanan jalur mudik, kondisi pelabuhan, kemacetan di jalan-jalan yang menuju ke luar Jakarta serta kecelakaan yang menyertai.

Bagi mereka yang tak punya tradisi mudik, tentu saja pikiran akan lebih fokus pada persiapan Lebaran. Seperti ketersediaan pangan serta pakaian baru bagi anggota keluarga. Maka, jadilah urusan Pilpres 2014 yang masih menunggu kepastian dari MK itu menepi dulu.

Kendati Ramadan tahun ini lebih riuh dan jauh dari ketenangan, ada sisi positif yang bisa diambil. Pilpres yang kebetulan digelar saat bulan puasa, membuat panasnya persaingan antarkandidat presiden-wapres menjadi bisa ditahan dan tidak sampai pada tindakan.

Pilpres yang awalnya disebut-sebut bakal rusuh terbukti berlangsung aman dan lancar, terlepas dari segala kekurangan yang ada. Walaupun digelar di bulan Ramadan dan dengan prediksi rusuh, 133 juta lebih rakyat Indonesia ternyata memilih untuk datang ke TPS menyalurkan suaranya.

Dan hebatnya, aktivitas rutin setiap Ramadan serta menjelang Lebaran tak terganggu dengan adanya Pilpres. Keinginan untuk mudik tetap tinggi, aktivitas ekonomi tetap menggeliat, dan Lebaran tetap saja disongsong dengan sukacita oleh yang merayakannya.

Dan, alangkah baiknya jika pada momen yang suci, Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah ini para tokoh politik atau mereka yang menyebut dirinya elite, mencontoh sikap pemilih yang bisa menerima perbedaan akan pilihan.

Lebaran ini adalah momen yang tepat untuk mereka yang berseberangan di dunia politik untuk saling mengulurkan tangan memadamkan api permusuhan itu. Bukankah sejatinya meminta dan memberi maaf akan menenteramkan jiwa? Dan sekarang adalah waktunya, sebelum kebencian dan kemarahan itu makin tumbuh dan makin dalam.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin. (Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini