Sukses

BUMN: Untung=Rugi

BUMN masih menjadi sarang korupsi. Pengelolaan dan rekruitmen direksi yang benar harus dilakukan segera untuk mengubah perilaku itu. Jika tidak, tak ada bedanya antara keuntungan dan kerugian di BUMN.

Liputan6.com, Jakarta: Tak ada yang berubah di Badan Usaha Milik Negara. Penyimpangan keuangan di perusahaan milik negara itu masih saja terus berlanjut. Buktinya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengindikasikan tindakan korupsi di lembaga yang selama ini diketahui mengurusi hajat hidup orang banyak. Jelas ini bukan barang baru. Sebab, perkara semacam ini kerap terjadi di masa silam. Hal tersebut diamini Zulfan Lindan yang tampil sebagai pembicara dalam dialog berjudul Temuan BPKP, Indikasi Korupsi di BUMN yang digelar di Studio SCTV, Jumat (28/9) malam.

Menurut Zulfan, sulit memperbaiki perilaku tersebut. Sebab, selama ini BUMN menjadi "pohon duit" bagi pejabat yang menaungi lembaga tersebut. "Karena pejabatnya korup," kata Zulfan, mengungkapkan. Selain itu, Zulfan mengungkapkan, BUMN sering menjadi rebutan orang-orang yang menginginkan uang. "Orang berani menyogok untuk menduduki kursi direktur utama BUMN," ujar anggota Komisi IX DPR ini. Zulfan menyebutkan, pejabat yang disogok bisa saja dari eksekutif maupun legislatif. Yang pasti, ungkap dia, pejabat yang disogok mampu mempengaruhi penetapan jabatan di BUMN. Karena itu, Zulfan mengatakan, tak heran bila manajemen BUMN bermasalah.

Hal tersebut juga diamini anggota Badan Pemeriksa Keuangan Amrin Siregar dan pengamat ekonomi Umar Juoro yang juga tampil dalam acara tersebut. Menurut Umar, keburukan manajemen menjadi faktor penentu kerusakan BUMN. Karena itu, ia menyarankan Menteri Negara BUMN memperbaiki manajemen BUMN. Jika tidak, proses privatisasi yang ditargetkan mampu menyumbangkan dana sebesar Rp 6,5 triliun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sulit tercapai.

Pendapat serupa juga dikemukakan Amrin. Menurut dia, keburukan pengelolaan manajemen selalu menjadi problem bagi peningkatan pendapatan negara dari BUMN. Buktinya, hampir semua pengelola BUMN selalu membuat laporan yang bagus tentang perusahaan mereka. Misalnya, laba perusahaan ditinggikan, tapi ternyata piutang tak tertagih. Lantas, mereka berutang ke bank. Alhasil, perusahaan merugi. Hal tersebut diamini Zulfan. Menurut Zulvan, banyak BUMN yang memiliki aset besar, tapi dalam praktik merugi. Contohnya, ungkap dia, PT Perkebunan Nusantara yang selalu melaporkan kerugiaan besar. Mereka beralasan aset yang dikelola selalu dijarah masyarakat sekitar perkebunan, sehingga tak mencapai target atau justru merugi.

Amrin menambahkan, selama ini, BPK selalu melaporkan penyimpangan itu kepada pemerintah. Bahkan, BPK pernah menyarankan kepada pemerintah agar pelaku korupsi harus mengembalikan uang yang mereka gunakan. "Hal itu pernah disepakati ketika Rozi Munir memimpin BUMN," ungkap Amrin. Berbeda dengan Amrin, Zulfan mengusulkan uji kelayakan dan kepantasan bagi calon direksi BUMN. Tapi, ia tak setuju jika seluruh direksi BUMN diganti. Alasannya, tak mudah mencari orang yang tepat untuk mengurusi BUMN. Buktinya, tutur Zulfan, semua ahli dan pebisnis telah masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional, masalah di lembaga itu tak juga terselesaikan.

Zulfan juga mengatakan, tak mungkin lembaga yang mengurusi hajat hidup orang banyak bisa merugi. "Tapi, kenapa Perusahaan Listrik Negara selalu merugi," ujar Zulfan, mempertanyakan. Jawabannya mungkin, tak selamanya seharusnya sama dengan sebenarnya. Itu yang terjadi di BUMN. Tapi, paling tidak, semua menginginkan sebenarnya mendekati seharusnya. Pertanyaannya, maukah pengelola BUMN menjalankan keinginan itu agar penyimpangan mendekati tiada. Entahlah.(AWD)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini