Sukses

Tolak UU MD3, KPK dan DPD Ajukan Uji Materi ke MK

UU MD3 dinilai telah mengorupsi kewenangan lembaga lain, terutama penegak hukum seperti KPK, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung.

Liputan6.com, Jakarta - KPK dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) sama-sama menolak revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru disahkan. Pengesahan itu dilakukan DPR saat hari penyoblosan Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 lalu.

Atas penolakan terhadap UU MD3 itu, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, kedua lembaga yudikatif dan legislatif itu sepakat mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami sepakat untuk menolak. Kami akan tindaklanjuti bersama-sama untuk menyatakan penolakan secara resmi," ujar Busyro di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/7/2014).

Hari ini Ketua DPD Irman Gusman bersama sejumlah anggota DPD lainnya memang menyambangi KPK guna bertemu dengan para pimpinan lembaga antirasuah itu. Irman dan pimpinan KPK bertemu untuk membahas UU MD3 yang dinilai menjauhkan semangat pemberantasan korupsi dari diri pemerintah dan legislator.

Selain itu, penyusunan UU MD3 dirasakan kurang melibatkan stakeholder atau pemegang kepentingan terkait. KPK dan DPD menganggap UU ini hanya mengakomodasi kepentingan anggota DPR semata. Seharusnya UU MD3 itu membawa manfaat positif bagi masyarakat.

"Ini suatu undang-undang yang substansinya holistik, sistemik. Harusnya membawa konsekuensinya, dilakukan dengan menjaga marwah DPR, dan disusun secara cermat naskah akademiknya, dengan melibatkan semua stakeholder secara transparan," kata Busyro.

Di sisi lain, Busyro melihat, UU MD3 telah mengorupsi kewenangan lembaga lain, terutama penegak hukum seperti KPK, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung. Undang-undang ini juga dinilai telah memangkas kewenangan DPD dan mengorupsi konstitusi.

Terlebih berdasarkan prosesnya, pembahasan Revisi UU MD3 tidak melibatkan DPD secara maksimal. DPD sendiri mengklaim hanya dilibatkan selama 2 jam dalam rapat pembahasan undang-undang tersebut.

"Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi 27 Maret 2013 memberikan wewenang bagi DPD untuk ikut mengusulkan undang-undang dalam pembahasan daftar inventaris masalah (DIM)," ujar dia.

Tak hanya itu, ada potensi pelanggaran hak aparat penegak hukum terkait prosedur pemeriksaan anggota DPR yang diatur dalam UU MD3 itu. Dimana, dalam Pasal 245 ayat 1 UU MD3 memuat ketentuan bahwa penyidik, baik dari kepolisian maupun kejaksaan, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan--dulu bernama Badan Kehormatan DPR.

"Pasal-pasal itu ada korupsi konstitusi, hak DPD dilanggar, hak aparat penegak hukum dilanggar. Hak masyarakat pun sebetulnya dibajak melalui pasal-pasal tersebut. Putusan MK tidak diakomodasi. Ini bentuk pelecehan terhadap MK," kata mantan Ketua Komisi Yudisial ini.

Penolakan DPD

Hal tak yang tak jauh berbeda juga diungkapkan Irman Gusman. Menurut Irman, UU MD3 pantas ditolak serta diperbaiki. Kualitas UU itu kualitasnya perlu diragukan.

Irman menjelaskan lebih jauh, pihaknya melihat UU MD3 itu sudah jauh menyimpang dari spirit di dalamnya. Karenanya, bersama KPK, DPD akan membawa UU MD3 untuk diuji di meja hakim Mahkamah Konstitusi.

"Kita membentuk tim litigasi bersama KPK untuk melakukan judicial review. Kami melihat lahirnya UU ini kurang transparan, diskriminatif, dan hanya mementingkan kepentingan sendiri. UU ini pantas kalau kita tolak, dan kita harus memperbaiki dengan UU yang lebih baik," ujar dia.

Irman juga menganggap UU MD3 tidak pro terhadap pemberantasan korupsi. Itu karena UU MD3 menghapus kalimat yang melarang anggota DPR menerima gratifikasi. UU tersebut juga menghapus Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI dan memberikan kewenangan kepada DPR untuk membahas anggaran.

Meski demikian, politisi Partai Demokrat ini belum bisa memastikan kapan KPK dan DPD mendaftarkan uji materi UU MD3 ke MK. Sebab, KPK dan DPD saat ini masih akan terus melakukan pertemuan-pertemuan untuk mematangkan bahan uji materi.

Yang jelas, kata Irman, kesimpulan terkait uji materi ini bukan hanya terbatas pada DPD semata, melainkan juga menyeluruh karena satu aspirasi dengan KPK, BPK, dan lembaga hukum lainnya. Uji materi ini perlu diajukan agar bisa menghasilkan UU yang baik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.