Sukses

Iron Dome, Cara Israel Hancurkan Roket dari Gaza

Di Israel, sekali lagi teknologi mengubah cara bagaimana penduduk menyikapi perang dan beberapa warga terlena sehingga menjadi lalai.

Liputan6.com, Ashkelon Sepanjang sejarah manusia, teknologi hasil budi daya pikiran manusia kerap menjadi pembeda antara hidup dan mati, terutama dalam peperangan. Pada Perang Dunia II, beragam teknologi semisal radar diciptakan sehingga menjadi kunci kemenangan Inggris menghadapi serangan udara Luftwaffe Jerman. Di sisi lain, teknologi bisa menambah penderitaan manusia, misalnya penciptaan senjata kimia.

Di Israel, sekali lagi teknologi mengubah cara bagaimana penduduk menyikapi perang. Bahkan ada beberapa yang menjadi dimanjakan oleh teknologi pertahanan sehingga menjadi lalai untuk tetap waspada.

Raungan sirene bergema di kota bermandikan matahari, Ashkelon, pada Senin siang lalu, dan seorang wanita berbikini merah muda segera keluar dari kolam renang untuk menuntun tiga anak kecilnya ke tempat perlindungan terdekat.

Jauh di atas sana, jejak sebuah roket yang ditembakkan dari Gaza, sekitar 16 kilometer ke selatan, membelah langit yang biru cerah. Kemudian terdengarlah ledakan. Roket itu telah ditembak jatuh.

Anak-anak kembalik ke kolam di tepi laut itu dan ibu mereka kembali berjemur. Selagi semuanya itu berlangsung, penjaga pantai tetap tenang saja.

Seperti yang dilansir dari Washington Post, begitulah kenyataan yang sungguh berlawanan di selatan Israel, di mana penduduk tinggal di bawah hujan roket Hamas dan perlindungan sistem antirudal yang canggih yang telah terbukti sangat berhasil menghadang serangan yang datang.

Ketika Iron Dome sedang bekerja, roket itu meledak di atas sana dan menimbulkan bunyi ledakan mendalam yang suaranya bisa dibedakan dari ledakan terkena roket sehingga rakyat Israel bisa membedakan dua jenis bunyi itu.

Sistem ini dipuji karena memungkinkan Israel dihajar hingga lebih dari 1.000 serangan roket dalam satu minggu terakhir tanpa jatuhnya korban tewas hingga Senin lalu. Sistem itu juga memungkinkan para penduduk di wilayah selatan untuk hidup seperti biasa, walaupun saling serang telah menewaskan lebih dari 185 orang di Gaza di dekatnya.

“Sungguh sukar dijelaskan betapa hebatnya sistem itu,” kata Sivan Hadad (32) yang seumur hidupnya tinggal di Ashkelon dan sudah menjadi terbiasa tinggal dalam rumah ketika roket-roket mulai berjatuhan. “Sekarang saya tetap bisa ke luar rumah, tidak seperti sebelumnya.”

Bagi para pejabat keamanan Israel, keberhasilan Iron Dome itu berfungsi seperti penghalang pemisah antara Israel dan Tepi Barat, yang dianggap telah membantu menghentikan merebaknya serangan bom bunuh diri di awal tahun 2000-an.

Sistem Iron Dome telah sangat memandulkan serangan-serangan roket sedemikian rupa sehingga dalam beberapa hari terakhir ini Hamas dan sekutu-sekutunya mencoba cara-cara yang lebih kreatif untuk menyerang Israel.

Pekan lalu, kesatuan komando Hamas mencoba untuk menembus Israel melalui jalur laut, namun dihentikan di pantai dengan tembakan-tembakan dari Israel. Hari Senin lalu, kelompok militan itu meluncurkan pesawat nirawak (drone) yang melayang-layang di Ashdod, suatu kota di selatan Israel.

Peluncuran drone itu diyakini sebagai yang pertama kalinya dilakukan oleh kelompok itu, setelah milisi Hisbullah di Lebanon melakukan hal yang sama tahun lalu. Pesawat nirawak itu ditembak jatuh oleh rudal Patriot yang disediakan Amerika Serikat.

Danny Danon, wakil menteri pertahanan Israel, mengatakan, “Saya kira mereka menjadi putus asa. Mereka masih harus mencapai keberhasilan.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengubah Taktik

Boleh jadi Iron Dome telah merubah taktik dan perhitungan Israel. Dalam serangan Israel atas Hamas di tahun 2008 dan 2009, sebelum dipasanganya Iron Dome, Israel mengirimkan tentara daratnya sehingga meningkatkan korban jiwa di dua pihak.

Tapi, dalam suatu serangan besar di tahun 2012, Iron Dome dipasang untuk pertama kalinya dan Israel tidak mengirimkan prajurit-prajuritnya. Sekarang juga mungkin akan seperti itu.

“Jika kita tidak memiliki sistem itu dan roket-roket berhamburan ke Israel dan membunuhi warga, maka pihak militer Israel tidak punya banyak pilihan kecuali memasuki Gaza untuk membersihkannya dari tempat-tempat peluncuran roket,” kata Amir Peretz, yang pernah menjadi pertahanan dari than 2006 hingga 2007. Ia dipandang sebagai sokoguru Iron Dome. “Serangan darat berarti lebih banyaknya korban sipil di dua belah pihak.”

Tapi para pengkritik mengatakan bahwa sistem itu meniadakan tekanan pada para pemimpin Israel untuk membicarakan perjanjian damai dengan pihak Palestina. Menurut Peretz, Iron Dome hanyalah penyelesaian yang bersifat sementara.

“Pada akhirnya, hal yang benar-benar membawa ketenangan adalah jalan keluar secara diplomatik,” katanya.

Kedamaian yang langgeng sepertinya masih jauh di sana. Yang jelas, Iron Dome sekarang ini telah mengubah cara bagaimana Israel mengalami perang.

Sistem ini menggunakan algoritma yang sangat rumit untuk menjejas alur suatu roket sejak diluncurkannya dari suatu tempat di Gaza dan segara memperhitungkan apakah roket itu mengarah ke kawasan padat penduduk.

Jika demikian, salah satu catudaya Iron Dome yang ditempatkan di seantero negeri akan menyala dan berusaha untuk mencegat roket itu. Jika roket itu mengarah ke kawasan terbuka atau ke lautan—seperti kebanyakan roket Hamas—Iron Dome akan membiarkannya.

3 dari 3 halaman

Masih Bisa Tembus

Sistem ini, yang dikembangkan dengan bantuan luar biasa dari Amerika, telah diperbaharui sejak pertempuran terakhir dengan Hamas di tahun 2012 dan telah menjadi semakin cermat, kata para pejabat Israel. Tapi masih ada beberapa roket yang luput.

Hari Minggu lalu, seorang remaja pria berusia 16 tahun sedang bersepeda dan terluka parah oleh pecahan roket setelah roket itu menembus. Petugas gawat darurat menyalahkan anak itu karena tidak berlindung ketika sirene berbunyi. Mereka khawatir bahwa penduduk menjadi semakin terlena dalam serangan karena mereka mengira Iron Dome akan selalu melindungi mereka.

Sejumlah warga di selatan Israel keluar masuk tempat perlindungan di akhir pekan lalu, namun sebagian lagi merasa tidak perlu melakukannya.

“Ketika sirene berbunyi, saya tinggal saja dalam apartemen. Saya tidak merasa terlalu suka duduk di dalam tempat perlindungan bom,” kata Adi Dahan (28), seorang agen penjualan perumahan yang tinggal di apartemen yang indah dengan pemandangan ke Laut Tengah.

Bangunan tempat tinggalnya adalah satu dari puluhan yang berdiri di kota yang makmur ini dan menarik para penduduk baru walaupun keberadaannya sebagai sasaran utama Hamas. Pekan lalu saja ada 65 roket yang mengarah ke Ashkelon dan 35 di antaranya ditembak jatuh oleh Iron Dome. Empat roket berhasil menghujam.

Walaupun ada hujan roket itu, Dahan mengatakan ia terus mendapatkan telepon dari orang-orang di seluruh dunia yang ingin pindah ke Ashkelon karena pemandangan lautnya dan harga yang terjangkau. Karena adanya Iron Dome, roket-roket tidak terlalu mengkhawatirkan lagi.

Ketika saya memamerkan mereka apartemen-apartemen yang menghadap ke selatan, mereka hanya mengatakan, ‘Oh, dari situlah roket-roket berdatangan.’ Tapi mereka tidak terlalu gentar,” kata wanita itu. “Saya hanya bilang, ‘Kalau kamu menghadap ke selatan, kamu mendapat lebih banyak sinar matahari.’” (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini