Sukses

Demi Sekolah, Anak-anak Kenya Hadapi Buaya dan Luapan Air Danau

Malas sekolah karena bosan, macet, atau alasan hujan? Baca perjuangan anak-anak Kenya.

Liputan6.com, Chepkenion - Hari ini adalah hari pertama para pelajar memasuki tahun ajaran baru. Ada yang bersemangat karena akan menyambut suasana baru, tak sedikit juga yang berpikir rutinitas membosankan  seperti kemacetan, cuaca yang tidak mendukung, dan berdesakan di kendaraan.

Namun kebosanan itu tak pernah tersirat di pikiran anak-anak di Desa Chepkenion, yang terletak di bibir Danau Baringo, Kenya. Mereka tetap bersemangat untuk sekolah, meski ketinggian air di danau sekitar pemukiman mereka meningkat dan mengisolasi beberapa desa, serta merusak sebuah sekolah di Lurok. Membuat perjalanan ke sekolah menjadi berbahaya.

Beberapa di antara murid-murid rajin yang kerap ke sekolah itu adalah tujuh siswa di SD Katuwot. Ketujuhnya berasal dari komunitas yang desanya terputus atau terisolasi, akibat naiknya ketinggian permukaan danau.

Untuk mencapai sekolah, ketujuh anak itu harus duduk di rakit buatan yang tersusun dari batang kayu lunak dan diikat dengan tali nilon murahan. Tentu saja perjalanan dengan sarana seperti itu sangat membahayakan.

Dilansir dari ABC Australia, Senin (14/7/2014), salah satu siswa yang bernama Stephen Kigen juga melakukan perjalanan berbahaya ini setiap hari. Bahkan pernah selamat dari terkaman binatang buas di Danau Baringo.

Stephen bercerita, dirinya pernah bertemu seekor kuda nil saat menyeberang. Binatang itu lantas menyentuh rakit dan menjungkir-balikkannya. Remaja berusia 14 tahun itu kemudian berenang ke sebuah pohon lalu memanjatnya untuk menyelamatkan diri. "Pohon itu benar-benar telah menyelamatkan nyawaku," ujarnya.

Lima anak lain yang juga harus melintasi danau untuk ke sekolah setiap hari, berasal dari satu keluarga. Ayah mereka, yang bernama Elijah Cheposo juga harus melintasi danau tersebut.

"Kalau hewan-hewan itu tetap di sana, adakah cara lain untuk mereka pergi sekolah? Dan dari mana kami mendapatkan makanan jika tak melintas danau itu? tak ada alternatif lain karena semua daratannya sekarang sudah terendam air," tutur Elijah.

Sementara itu, Kepala SD Katuwit Brian Temanyon mengatakan, banyak anak yang nekat menempuh perjalanan berisiko ke sekolah setiap harinya.

"Beberapa dari mereka tinggal di pulau yang berasal dari perpanjangan Danau Baringo. Dulunya, tempat itu tidak ada. Para orang tua merasa bahwa anak-anak mereka harus tetap mendapatkan pendidikan yang mereka butuhkan," ujar Brian.
 
Brian juga menuturkan, bagaimana perjalanan melintasi danau dengan risiko bertemu buaya dan kuda nil yang sangat mengkhawatirkan. " Ya, di pulau itu memang ada buaya, kuda nil dan terkadang ombak juga. Anak-anak itu dalam situasi yang sangat tidak aman," keluhnya.

Wilayah Kenya dikenal dengan daerah yang miskin, ditinjau baik secara geografis maupun ekonomi. Seperti yang terjadi pada banyak negara di Afrika. Pendidikan seringkali menjadi jalan satu-satunya untuk keluar dari lingkar kemiskinan, sehingga kondisi yang membahayakan itu adalah risiko yang  perlu dihadapi oleh para orang tua dan anak-anak tersebut.

Sebelumnya, seorang warga desa terbunuh oleh seekor kuda nil pada Maret lalu, dan 9 orang lain juga telah tewas akibat ketinggian air yang meningkat ini. (Safira Badri/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini