Sukses

Tangisan Para Raksasa dan Kejayaan Tim Semenjana

Banyak pihak menilai, tersingkirnya Spanyol lantaran sang pelatih, Vincente Del Bosque, mengandalkan pasukan veteran di Brasil.

Liputan6.com, Jakarta - Pandangan kiper Spanyol, Sang Juara Dunia 2010 itu tampak kuyu. Tidak ada semangat di wajahnya. Matanya kosong. Gol terakhir Arjen Robben membuat dia tertunduk lesu. Dari kejauhan, Iker Casillas hanya bisa menyaksikan Belanda merayakan kemenangan telak 5-1 di partai pembuka babak penyisihan grup B Piala Dunia 2014.

Arena Fonte Nova, Salvador, menjadi saksi bisu Spanyol turun tahta. Pada laga ulangan final Piala Dunia 2010 itu, Spanyol yang diprediksi mampu mengimbangi Belanda justru tidak berdaya. Sempat memimpin lebih dulu melalu gol penalti Xabi Alonso, Spanyol berada dalam tekanan hebat.

Dari bench pemain, pelatih Vicente del Bosque mematung. Seakan tidak percaya, tim racikannya berada di titik nadir.  Situasinya berbanding terbalik dari empat tahun silam. Del Bosque yang sukses membawa Spanyol juara dunia 2010  dan Eropa 2012 kini menjadi “pesakitan” di Brasil.

Lepas peluit akhir pertandingan, pemain cadangan Spanyol hanya bisa membisu. Seakan tidak percaya, Belanda bisa dengan mudah merobohkan benteng pertahanan “Tim Matador”. Kenyataan pahit. Kebobolan lima gol di pertandingan pertama. Tamparan keras bagi Xavi Hernandez Cs. 

Meski kalah besar, Spanyol percaya diri bisa lolos dari fase grup. Spanyol masih tetap memiliki “nyawa” agar tetap hidup. Syaratnya, harus mengalahkan Chile di laga kedua. Namun, takdir berkata lain. Dalam pertandingan hidup mati kontra Chile,  gol dari Eduardo Vargas dan Charles Aranguis membuat “La Furia Roja” menanggung malu.

Dua kekalahan itu lebih dari cukup membuat Spanyol menderita. Berstatus sebagai juara dunia, Spanyol angkat kaki lebih dulu dari Brasil. Mimpi buruk bagi rakyat Spanyol. Hampir enam tahun menguasai sepakbola dunia sejak Piala Eropa 2008,  Spanyol tersingkir dengan tragis di perhelatan sepakbola akbar empat tahunan itu.  Spanyol kini bergabung dengan Brasil, Italia, dan Prancis; sebagai juara dunia bertahan yang terdepak dari babak penyisihan grup.

“Di Piala Dunia, jika Anda langsung mengalami dua kekalahan, sudah menjelaskan segalanya. Kami adalah orang pertama yang bertanggung jawab dan kami sangat sakit hati. Ini pukulan telak dan kami harus menerimanya,” lirih Casillas.

Banyak pihak menilai, tersingkirnya Spanyol lantaran sang pelatih, Vincente Del Bosque, mengandalkan pasukan veteran di Brasil.

Kemungkinan itu cukup masuk akal bila melihat komposisi materi pemain Spanyol yang nyaris tidak mengalami perubahan berarti sejak Piala Eropa 2008. Iker Casillas, Sergio Ramos, Xabi Alonso, Andres Iniesta, Xavi Hernandez, dan David Villa adalah deretan nama andalan Del Bosque yang sudah memasuki masa pensiun karena telah memasuki usia kepala tiga.

Tapi  sang entrenador membantah, faktor usia pemain ikut mempengaruhi kegagalan Spanyol di Piala Dunia edisi ke-19 ini. “Kami lolos ke sini bukan dengan pemain veteran, namun matang. Spanyol dihuni enam sampai tujuh pemain berusia di atas 30 tahun. Bukan jumlah yang banyak,” kilah mantan pelatih Real Madrid itu.

***

Dari grup lain, juara dunia empat kali Italia memiliki nasib serupa. Bedanya, tim asuhan Cesare Prandelli itu sempat tampil meyakinkan. Mario Balotelli dan kawan-kawan tampil kompetitif saat menghadapi Inggris di pertandingan pertama. 

Italia sukses melewati rintangan pertama setelah memetik kemenangan 2-1 atas Inggris. Claudio Marchisio dan Mario Balotelli memiliki andil besar bagi sukses Italia mengalahkan Inggris. Dua pemain beda generasi itu masing-masing mencetak dua gol untuk mengantarkan “Gli Azurri”. Sayang, hanya sampai di situ, performa bagus juara dunia 2006 itu.

Menghadapi Kosta Rika di pertandingan kedua, Italia mulai “kehabisan bensin”. Dalam pertandingan di Arena Pernambuco,  Recife, Italia secara mengejutkan  harus menyerah di tangan Kosta Rika dengan skor 0-1. 

Bryan Ruiz menjadi momok bagi pertahanan gerendel ala Italia. Hasil itu membuat  posisi Italia di klasemen grup D terjepit.  Partai penentuan harus dilakoni Italia ketika menghadapi Uruguay di pertandingan terakhir babak penyisihan grup.

Bertanding di Arena das Nunas, Natal, dewi fortuna tidak memihak Italia. Gol Diego Godin di menit akhir membuat Italia harus tersingkir dari gelaran sepakbola empat tahunan itu. Italia kalah dengan skor tipis 1-0. Pertandingan itu juga diwarnai insiden gigitan Luis Suarez terhadap Giorgio Chiellini. 

Untuk kali kedua, secara berturut-turut, Italia tersingkir dari fase penyisihan grup Piala Dunia. Sebelumnya, empat tahun lalu, di Piala Dunia 2010, Italia yang saat itu ditangani pelatih kawakan Marcelo Lippi tersingkir di fase pertama.

Pemain Italia, Daniele De Rossi menjadi orang yang vokal menyoroti kegagalan Italia. Runtuhnya keutuhan skuat selama Piala Dunia 2014, menurut De Rossi menjadi penyebab Italia gagal melewati fase penyisihan grup.

Pemain AS Roma itu meminta tim mawas diri sekaligus menyindir rekan satu timnya,  Mario Balotelli. Menurut dia, kemenangan atas Inggris membuat pemain berjuluk “Super Mario” itu besar kepala dan menjadi bumerang baginya dan tim. De Rossi melihat tingkah itu saat Italia melakoni partai penentuan melawan Uruguay.

Setelah memetik kemenangan dari tangan Inggris, Balotelli membeli papan album striker Panini dan menempeli foto album itu dengan fotonya sendiri.

“Seharusnya, kami juga harus mengingat, masalah yang membuat semua hal berjalan tidak sesuai rencana. Dan itu dimulai dari pria-pria sejati. Itu yang dibutuhkan di dalam skuat ini, bukan stiker-stiker atau karakter panini. Hal itu tidak berguna bagi tim,” ketus De Rossi. 

***

Nasib apes juga menimpa Inggris. Di Piala Dunia 2014, Inggris yang segrup dengan Italia harus terlempar dari babak penyisihan. Singa-singa Inggris tidak mampu mengaum di Brasil. Dua kali menelan kekalahan dari Italia dan Uruguay membuat tim asuhan Roy Hodgson itu langsung angkat koper. 

Tragisnya, di pertandingan terakhir kontra Kosta Rika, Inggris juga gagal memetik kemenangan. Inggris hanya mampu bermain imbang tanpa gol. Hasil memalukan ini membuat sang kapten, Steven Gerrad mengisyaratkan pensiun dari Timnas Inggris. “Itu konsekuensi dari sebuah kekalahan. Terlebih, dua gol lawan Uruguay (yang dicetak Luis Suarez) murni kesalahan saya,” ujar ikon Liverpool itu. “Saya telah berpikir untuk pensiun dari pertandingan internasional,” sambungnya.

Tersingkirnya Inggris dari Piala Dunia 2014 meninggalkan catatan buruk. Pertama kali dalam sejarah, Inggris menelan dua kekalahan beruntun di fase penyisihan grup di ajang Piala Dunia. Hal serupa terjadi pada Piala Eropa 1988. Bahkan, 26 tahun lalu, Inggris menelan kekalahan di tiga pertandingan terakhir. Saat itu, Uni Sovyet (sekarang Rusia) mengalahkan Inggris 3-1.

Kendati demikian, Federasi sepakbola Inggris (FA) masih tetap mempertahankan Roy Hodgson. Petinggi FA masih mempercayakan kursi panas pelatih Inggris itu di tangan mantan pelatih Fulham dan West Bromwich Albion itu.

“Kami terus mendukung Hodgson dan meminta dia tetap bertahan sebagai manajer. Itu pandangan saya dan pejabat FA,” ujar chairman FA, Greg Dyke dikutip dari The Guardian.

Hodgson sendiri tidak berniat mundur dari jabatannya setelah hasil buruk di Piala Dunia. Dia menyerahkan keputusan itu ke tangan FA. “Saya tidak memiliki niat mundur. Jelas, saya kecewa. Tapi saya tidak ingin meletakkan jabatan sebagai pelatih Inggris,” tegasnya.

“Dan bila FA berpikir saya bukan orang yang tepat untuk memegang jabatan ini, keputusan itu ada di tangan mereka bukan saya,” dia melanjutkan.

Terdepaknya Inggris di babak penyisihan grup Piala Dunia menyita perhatian pelatih Timnas Jerman, Joachim Low. Baginya, kegagalan The Three Lions ikut dipengaruhi  kompetisi Premier League. Pemain asing yang membanjiri Premier League justru merugikan Tim Nasional karena pemain lokal tidak diberikan kesempatan mengembangkan diri.

“Masalah mereka terletak pada liga (Premier League). saat ini sangat dirugikan karena dipenuhi pemain asing dengan presentasi lebih tinggi. Sehingga pelatih timnas kesulitan mendapatkan sesuatu yang bagus,”  ujar Low dilansir dari Super Sport.

Mungkin, klub-klub Premier League bisa meniru langkah tim Bundesliga yang mulai mengedepankan pemain lokal. “Kami telah mengubah sistem selama beberapa tahun terakhir karena banyak pemain muda Jerman bermain di klub Jerman. Kami sangat diuntungkan dengan strategi ini. Sebaliknya, di Inggris,  banyk pemain asing. Hal itu justru tidak menguntungkan." 

***

Justru, tim yang diprediksi tidak bertahan lama melenggang jauh. Siapa yang meramalkan, Kosta Rika membuat petaruh rugi besar. Bergabung dengan Inggris dan Italia di grup B, wakil Benua Amerika itu melenggang hingga perempat final. Kosta Rika telah membuka mata dunia, mereka mampu merusak persaingan tim besar.

Kosta Rika kini menjadi pembunuh tiga mantan juara dunia, Italia, Inggris dan Uruguay. Membuka laga Piala Dunia, Kosta Rika sukses menaklukkan semifinalis Piala Dunia 2010, Uruguay dengan skor 3-1. Lanjut di pertandingan kedua, tim asuhan Jorge Pinto mempermalukan finalis Piala Eropa 2012 Italia dengan skor 1-0.

Sepak terjang Kosta Rika berlanjut. Di partai terakhir babak penyisihan grup, Kosta Rika menahan imbang Inggris dengan skor 0-0. Sepanjang sejarah, keikutsertaan di Piala Dunia, baru di Piala Dunia 2014 ini,  Kosta Rika mampu menembus babak 8 besar. Pencapaian istimewa dibandingkan tim dari Benua Amerika seperti Chile, Uruguay dan Meksiko yang telah tersingkir di babak 16 besar. Di perdelapan final, Kosta Rika menyingkirkan Yunani melalui adu penalti.

 

Kosta Rika memang gagal melanjutkan langkah ke semifinal. Namun perjuangan Bryan Ruiz dan kawan-kawan tetap pantas diapresiasi. Mereka berhasil mengimbangi Belanda di perempat final dari waktu normal 2x45 menit hingga extra-time. Kosta Rika tersingkir dengan terhormat setelah dikalahkan Belanda melalui skenario adu penalti.

Selain itu, kendati telah tersingkir dari Piala Dunia di babak perempat final, acungan jempol pantas diberikan pada Kolombia. Sempat dipandang sebelah mata  karena tidak diperkuat Radamel Falcao yang cedera, Kolombia tampil impresif.  Absennya “El Tigre” nyatanya tidak mempengaruhi kekuatan Antonio Valencia dan kawan-kawan. Kolombia tidak bergantung pada sosok bomber AS Monaco itu.

James Rodriguez mendapat sorotan luas menyusul penampilan gemilang selama di Brasil. Rodriguez, 22 tahun,  itu kini menjadi top-scorer dengan 5 gol.  Dia menggungguli pemain beken seperti Thomas Mueller dan Neymar bahkan Lionel Messi yang sama-sama mengoleksi 4 gol.

Meski tersingkir dari Piala Dunia, pelatih Kolombia, Jose Pekerman memberikan apresiasi khusus buat Rodriguez. Dia menenangkan Rodriguez yang menangis setelah disingkirkan tuan rumah Brasil di babak 8 besar.

“James Rodriguez simbol dari Piala Dunia 2014.  Itu membuat fakta tersingkirnya kami makin sulit diterima,” kata pelatih asal Argentina itu.

Dari benua Eropa, Belgia berpotensi mengulang sejarah. Di Piala Dunia 1986, tim berjuluk The Red Devils itu menempati posisi 4 besar. Sama seperti Kosta Rika dan Kolombia, Belgia menjadi Kuda Hitam yang pantas diperhitungkan. Sampai perempat final, anak asuh Marc Wilmots itu belum terkalahkan. “Kita dapat menulis sejarah. Para pemain tahu itu,” kata Wilmots memompa motivasi tim asuhannya. 

Namun, Perjalanan Belgia di Piala Dunia 2014 ini telah digariskan hanya sampai perempat final. Belgia disingkirkan raksasa Amerika Latin, Argentina dengan skor tipis 1-0. 

“Tentunya kami sangat kecewa, namun saya ingin melihatnya dari sisi positif. Kami berhasil melangkah sejauh ini dan memiliki tim hebat dengan masa depan cerah,” ujar sang pelatih selepas pertandingan.

Terlepas dari sukses 3 Kuda Hitam melangkah ke perempat final, faktor pengalaman mengatasi tekanan masih menjadi "pekerjaan rumah" bagi tiga tersebut. Itu terlihat di laga Belanda kontra Kosta Rika. Pelatih Louis Van Gaal tampaknya memiliki alternatif strategi saat menghadapi krisis. Di menit akhir extra-time babak kedua, dia memasukkan kiper Tim Krul dan menarik keluar kiper Jasper Cillessen. 

Krul tampaknya dipersiapkan untuk menghadapi adu penalti. Terbukti, keputusan Van Gaal tepat. Kiper Newcastle City itu mampu membendung bola tendangan dua eksekutor Kosta Rika. Meski kebobolan dua gol, Krul mampu menebak dengan tepat arah bola tendangan semua eksekutor Kosta Rika.

“Kami mengatakan kepada Krul, kemungkinan dia akan disiapkan untuk adu penalti, tapi kami tidak memberitahu Cillessen, karena kami tidak ingin merusak persiapannya,” aku Van Gaal. (Baca Juga: INFOGRAFIS)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mereka Bersinar dan Meredup

Mereka yang Bersinar dan Redup di Piala Dunia 2014

Peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan babak perempat final Piala antara Brasil vs Kolombia berbunyi di Estadio Castelao, Fortaleza. Satu pemain langsung menjadi perhatian dan pusat menjadi bidikan kamera. Air mata dari pemuda berusia 22 tahun itu pecah. Mukanya merah. Seperti anak kecil, dia seakan meminta Brasil menyerahkan kemenangan ke tangan Kolombia. Sampai pelatih Jose Pekerman dan bek Brasil, David Luiz menghibur sang pemain.

Namun tangisan itu tetap tidak mampu mengubah keadaan. Kolombia tetap tersingkir dari Piala Dunia 2014 setelah dikalahkan Brasil 1-2. Gol Thiago Silva dan David Luiz membuat asa Kolombia melangkah ke semifinal musnah. Gol dari James Rodriguez dari titik putih tidak mampu menolong timnya. Wajar jika sang pemain tidak dapat membendung tangisannya setelah laga.

Rodriguez mungkin menjadi orang yang terpukul  di skuat Kolombia pascakekalahan dari tangan tuan rumah Brasil. Sedikit yang memprediksi, pemain 22 tahun itu akan bersinar di event bertaraf dunia itu. Pemain AS Monaco itu telah menyihir publik sepakbola melalui aksi memukau menjebol gawang. Paling diingat saat Rodriguez mencetak gol indah saat melawan Uruguay dari luar kotak penalti di babak 16 besar.

http://cdn0-e.production.liputan6.static6.com/medias/702877/original/2014-07-04T221131Z_2048346911_TB3EA741PQ48P_RTRMADP_3_SOCCER-WORLD-M57-BRA-COL.JPG

Lebih dari sekadar bermain cemerlang, Rodriguez telah mencetak lima gol selama Piala Dunia. Torehan gol Pemain yang bersinar di FC Porto itu bahkan mengalahkan striker beken dunia dalam urusan mencetak gol. Meski Kolombia telah tersingkir, Rodriguez kini masih memuncaki klasemen daftar pencetak gol terbanyak di Piala Dunia dengan 5 gol. Rodriguez mengalahkan Lionel Messi, Thomas Mueller dan Neymar da Silva masing-masing dengan 4 gol.

Bagi pelatih Kolombia, Jose Pekerman, Rodriguez di luar ekspektasi. Tidak dapat dipungkiri, cederanya bomber utama,  Radamel Falcao membuat Kolombia diragukan mampu berbicara banyak di Brasil. Tapi kehadiran Rodriguez mampu mengubah pandangan miring terhadap kemampuan tim berjuluk Los Cofeteros tampil menawan di Brasil.

“James Rodriguez simbol dari Piala Dunia 2014.  Itu membuat fakta tersingkirnya kami makin sulit diterima,” kata pelatih asal Argentina itu.

Neymar mengakui, Rodriguez pemain bertalenta besar. Dia merupakan bintang bersinar milik Kolombia. Meski seumuran, Neymar mengakui, Rodriguez pemain yang patut diwaspadai. Sampai-sampai, Neymar berharap penampilan bagus kompetitornya itu terhenti.

“James Rodriguez adalah pemain hebat meski usianya masih muda. Kami berdua sama-sama 22 tahun, tetapi dia telah menunjukkan kapasitasnya. Saya hanya berharap performa bagusnya segera berakhir dan kami bisa melaju (ke semifinal), kami semua respek terhadap dia,” kata penyerang Brasil, Neymar, seperti dikutip dari NDTV.

Brasil memang sukses menyingkirkan Kolombia di babak perempat final. Namun, sepertinya bomber Barcelona itu tidak bisa membantah kehebatan Rodriguez. Dia tetap mampu merepotkan pertahanan dan menjadi pencetak gol tunggal ke gawang Brasil melalui titik putih. Dan Neymar dipastikan tidak bisa melampaui produktivitas gol  Rodriuez, karena harus absen di sisa Piala Dunia karena cedera punggung.  Sejauh ini, Neymar telah mencetak 4 gol di Piala Dunia.

***

Penampilan tidak kalah hebat juga diperlihatkan kiper Meksiko, Guillermo Ochoa. Namanya memang asing di telinga. Namun setelah Piala Dunia 2014, kiper kriting tersebut menjadi bidikan tim-tim papan atas Eropa. Ochoa meroket di Brasil.  Kilas balik ke belakang, keputusan pelatih Miguel Herrera menyertakan Ochoa menimbulkan tanda tanya.

Namun,  keraguan terhadap pilihan Herrera dijawab sang kiper dengan gemilang. Ochoa menjelma menjadi pahlawan Meksiko selama Piala Dunia 2014. Sepanjang perhelatan Piala Dunia 2014, Ochoa melakukan penyelamatan 9 kali dengan kebobolan 3 kali. Ochoa juga melakukan clean-sheet (tidak kebobolan) dalam dua pertandingan. (Lihat: VIDEO: Aksi Ochoa di sini)

Nama Ochoa mulai melambung di Piala Dunia saat melawan Brasil di laga kedua babak penyisihan grup. Dalam pertandingan itu, Ochoa sukses menahan bola tendangan penalti Neymar dan memaksa Brasil bermain imbang tanpa gol. Sayang, Ochoa gagal membendung bola tendangan gol Wesley Sneijder dan Klass Jan Huntelaar di menit akhir saat melawan Belanda di babak 16 besar. Dua gol dari pemain senior Belanda itu membuat Meksiko tersingkir di perdelapan final dengan skor 2-1.

Apapun hasil yang didapat Meksiko di Piala Dunia tahun ini, Ochoa seharusnya mendapat tempat di hati publik Meksiko. “Tidak ada keraguan, itu menjadi pertandingan terbaik saya (melawan Brasil). Tidak mudah mengeluarkan performa seperti itu menghadapi tim juara dunia.”

Kendati Meksiko telah tersingkir,  Ochoa tetap bangga. Kini dia menganalisa kekurangan dan kelebihan tim agar bisa tampil lebih kuat di Piala Dunia mendatang. “Buat saya, terpenting kami bisa pulang dengan kepala tegak. Kami perlu bekerja lebih keras lagi.”

***

Di lain pihak, Piala Dunia 2014 ini juga meninggalkan pengalaman pahit buat dua pemain asal Spanyol, Iker Casillas dan Diego Costa. Performa dua pemain tersebut bisa dibilang tidak sesuai harapan.

Berstatus sebagai mantan kiper terbaik dunia di Piala Dunia 2010,  Casillas justru tampil mengecewakan. Itu terlihat di pertandingan perdana Piala Dunia grup B. Belanda dengan mudah mengoyak gawangnya sampai 5 kali. Kiper utama Real Madrid itu sempat “dipermalukan” lewat aksi individual Robin Van Persie dan Arjen Robben.

Di partai genting melawan Chile, Casillas justru tidak mampu berbuat banyak. Pemain 33 tahun itu justru kebobolan 2 gol.  Menelan kekalahan dua kali di babak penyisihan grup membuat Spanyol dipastikan tersingkir dengan menyakitkan. Akhir tragis sebuah generasi emas Spanyol. Dan tidak salah rasanya, menyebut eksperimen Vicente del Bosque gagal total dengan membawa Diego Costa. “Moncer” di Atletico Madrid, Costa tidak bisa memberikan kontribusi banyak.

http://cdn0-e.production.liputan6.static6.com/medias/694088/original/9e160a3422f31641848f8679bffac4d13EA6I1LESQ8_RTRMADP_3_SOCCER-WORLD-M19-ESP-CHI.JPG

Keraguan Costa bisa memberikan pengaruh besar selama Piala Dunia terbukti. Cedera jelang berangkat ke Brasil ikut memiliki andil bagi penampilan bomber naturalisasi dari Brasil itu. “Akselerasi dan kinerja Costa mampu memberikan perbedaan dalam tim ini,” kata Del Bosque saat itu.

Dalam dua laga yang dimainkan (lawan Belanda dan Chile), Costa hanya mencatat lima kali tembakan namun tidak ada tembakan yang mengarah ke gawang. Dia pun belum dapat mencetak gol, padahal penyerang asal Atletico Madrid itu selalu diturunkan sebagai starter di Atletico Madrid.

Selain dua nama tersebut, penampilan Cristiano Ronaldo juga jauh dari harapan semula. Kutukan pemain terbaik dunia akan gagal membantu tim tampil bagus di Piala Dunia masih melekat. Menyandang status sebagai pemain terbaik Dunia 2013, gagal total di Piala Dunia. Selama Piala Dunia 2014, Ronaldo hanya mencetak satu gol saat Portugal melawan Ghana. Ronaldo tidak mampu mengangkat Portugal lolos dari babak penyisihan grup.

***

Mencermati menurunnya performa pemain bintang di Piala Dunia, faktor cuaca menjadi faktor non-teknis yang menganggu performa tim.  Panasnya suhu di Brasil dan jam pertandingan ikut menentukan penampilan pemain. Palang pintu Timnas Prancis, Raphael Varane harus mendapatkan perawatan usai pertandingan kontra Nigeria di babak 16 besar.

Pemain bertahan Real Madrid itu mengalami dehidrasi. Varane kehilangan dua liter cairan tubuh dan harus menjalani perawatan satu malam di Rumah Sakit setelah pertandingan yang berlangsung di Estadio Nacional Mane Garrincha, 30 Juni 2014 lalu.

Tempratur di Brasil yang berbeda-beda memberikan dampak buruk bagi persiapan Timnas Jerman. Jelang pertandingan menentukan lawan Prancis di perempat final, 7 pemain Tim Panser mengalami influenza. Meski dihantui penyakit,  toh, Jerman sukses melewati hadangan Prancis dan berhasil lolos ke semifinal.

Sadar cuaca menjadi ancaman serius bagi tim, Louis Van Gaal meminta FIFA ada sesi water-break di tengah pertandingan untuk mengantisipasi dehidrasi pemain.

"FIFA harus memberikan kami waktu istirahat minum. Bila tidak, kami akan menempatkan banyak botol minum di pinggir lapangan," minta Van Gaal sebelum pertandingan babak 16 besar lawan Meksiko. Laga Belanda versus Meksiko digelar pukul jam 1 siang waktu setempat. Tempratur diperkirakan mencapai 30 derajat saat pertandingan.

Berkaca dari persoalan tersebut, mitos kegagalan tim Eropa belum bisa menjadi juara di Benua Amerika bisa dijelaskan secara logis. Adapatasi cuaca pemain Eropa menjadi kendala utama. Tim-tim dari Benua Amerika jelas diuntungkan dengan cuaca panas karena telah menyesuaikan diri dengan baik. Berbeda dengan tim Eropa yang terbiasa bermain di tempratur rendah.  "FIFA seharusnya mempertimbangkan hal ini," kata Van Gaal.

Sebelumnya, pelatih Timnas  Italia, Cesare Prandelli menjadi orang yang mengeluhkan cuaca panas di Brasil, terutama di Manaus. Jeda waktu minum perlu diberikan saat pertandingan.

“Gila bila bermain tanpa time-out (waktu jeda istirahat). Kami harus menemuakan kembali irama (bertanding) kami agar dapat bernapas. Kami tidak mungkin mempertahankan intensitas (penampilan) kami dalam cuaca seperti ini,” ujar Prandelli.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.