Sukses

Polisi Dalami Peran 17 Pengeroyok Siswa SMP di Malang

Polisi belum menetapkan tersangka terhadap 17 pengeroyok siswa SMP Negeri 1 Tajinan Malang. Siswa SMP itu tewas setelah dianiaya pelaku.

Liputan6.com, Malang - Kepolisian belum menetapkan status tersangka terhadap 17 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tajinan Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diduga menjadi pengeroyok siswa SMP M Andi Nur Fahmi (14). Motif pengeroyokan diduga karena ulah korban yang mengisi tangki bahan bakar motor salah satu pelaku dengan air.
 
"Hingga saat ini belum ada seorang pun yang dijadikan tersangka. Kami masih mendalami peran masing-masing pelaku. Siapa berbuat apa, siapa melakukan apa," kata Kasat Reskrim Polres Malang AKP Wahyu Hidayat di Malang, Kamis (5/6/2014).
 
Menurutnya, kepolisian masih memiliki waktu 1x24 jam guna melakukan pemeriksaan secara intensif sebelum menetapkan tersangka. Korban dan para pelaku sama–sama siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tajinan dan hanya berbeda kelas. Para pelaku campuran dari siswa kelas VIII A hingga VIII F.
 
Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), peristiwa itu terjadi pada Rabu 4 Juni 2014 sekitar pukul 13.00 WIB. Korban M Andi Nur Fahmi dituduh melakukan pengisian air ke dalam tangki motor salah seorang pelaku pengeroyokan. Korban dikeroyok hingga empat kali oleh para pelaku.
 
"Dua kali dikeroyok di dalam salah satu kelas saat pelajaran kosong. Aksi itu kemudian berlanjut di luar kelas dan terakhir di halaman luar sekolah," jelas Wahyu.
 
Aksi pengeroyokan itu murni tangan kosong tanpa menggunakan senjata atau alat lainnya. Bahkan tangan salah seorang pelaku diketahui sampai bengkak lantaran memukuli korban. "Adalah salah seorang rekan korban yang mengetahui sesaat sebelum kejadian hingga setelah kejadian," tutur Wahyu.
 
Seorang rekan korban itulah yang mengantarkan Andi pulang ke rumahnya di Desa Tangkilsari Kecamatan Tajinan. Kondisi korban saat itu sudah memar dan mengaku pusing pada bagian kepala. "Pihak keluarga kemudian membawa Andi ke Rumah Sakit Panti Nirmala untuk menjalani perawatan," ujar Wahyu.
 
Namun korban gagal diselamatkan dan dinyatakan meninggal dunia Rabu sekitar pukul 18.00. Hasil visum pada korban menyebutkan terjadi pendarahan pada otak korban dan hidung terus mengucurkan darah. Pihak keluarga korban membuat surat pernyataan untuk menolak dilakukan otopsi terhadap jasad anaknya.
 
"Menurut keterangan dokter, peluang korban untuk selamat hanya sekitar 20 persen," tukas Wahyu.
 
Kepolisian menggunakan UU No 23 tahun 2002 80 ayat 3 tentang Perlindungan Anak untuk memeriksa para pelaku. "Di dalam pasal itu dijelaskan kekerasan anak yang menyebabkan kematian. Untuk junto pidana, akan dikonsultasikan dengan kejaksaan. Apapun juga para pelaku ini masih dibawah umur," urai Wahyu.
 
Kepolisian juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak sekolah. Mulai dari guru, wali kelas hingga kepala sekolah. "Kami ingin tahu dimana para guru saat kejadian itu terjadi," ucap Wahyu.
 
Meski begitu, kepolisian akan tetap menjamin 17 pelaku yang kini diamankan di Mapolres Malang itu bisa menjalani ujian akhir. Dijadwalkan, ujian akhir siswa kelas VIII berlangsung mulai Jumat 6 Juni hingga Kamis 12 Juni.

"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak sekolah. Besok pihak sekolah akan membawa naskah ujian. Kami akan siapkan ruang khusus untuk pelaksanaan ujian itu," tandas Wahyu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.