Sukses

“Hidup Akan Bermakna Bila Berguna Bagi Sesama”

Ramah dan murah senyum adalah kesan pertama ketika bertemu dengan Ignatius Triyana SIP,MM di ruangannya di Kampus Asmi Santa Maria Yogyakart

Citizen6, Yogyakarta Ramah dan murah senyum adalah kesan pertama ketika bertemu dengan Ignatius Triyana SIP,MM di ruangannya di Kampus Asmi Santa Maria Yogyakarta. Dosen Prodi Sekretari yang akrab dipanggil Pak Tri ini mempunyai postur tubuh yang kecil, tetapi loyalitas dan jasa beliau dalam mengabdi bagi Kampus Asmi Santa Maria maupun bagi  masyarakat sangatlah besar.

Semasa kuliah di UGM pada tahun 1994, Ignatius Triyana adalah mahasiswa yang sangat aktif dalam berbagai kegiatan berorganisasi maupun kegiatan sosial, jiwa sosialnya ini sudah muncul sejak masih duduk di bangku SMA. Baginya mempunyai nilai bagus tetapi tidak punya aksi nyata bagi sesama sama saja tidak ada artinya, hal ini yang mendorongnya  membentuk sebuah kelompok yang diberi nama Gerakan Solidaritas Sosial Mahasiswa Yogyakarta bersama mahasiswa yang mempunyai kesamaan pandangan. Komunitas ini menyewa sebuah rumah yang dijadikan sebagai basecamp di daerah Terban, Yogyakarta. Mereka mendampingi para tukang becak, mengajar anak-anak mereka misalnya mengajari baca tulis dan bahasa inggris.

Keprihatinan dan jiwa sosial Ignatius Triyana tak berhenti sampai disitu, bersama tim mereka kembali melakukan pendampingan bagi anak-anak di daerah Tritis Gunung Kidul setiap  hari Sabtu dan Minggu. Disana dia membuat Perpustakaan Kampung dengan memanfaatkan gudang bekas pupuk sebagai tempatnya, buku-buku yang didapat berasal dari buku-buku bekas yang berhasil dikumpulkan dari berbagai pihak salah satunya seorang temannya yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPRD yang kemudian memberi sumbangan berupa buku. Rasa lelah dalam menempuh jauhnya perjalanan dari Terban menuju Tritis lenyap

Tahun 1990 ketika kasus Waduk Kedung Ombo mencuat, bersama mahasiswa yang lain, dia aktif mendampingi masyarakat  membantu memperjuangkan pembebasan sengketa lahan. Seperti kita ketahui Proyek Waduk Kedung Ombo adalah proyek pemerintah yang mencakup 3 karesidenan  yaitu Semarang, Surakarta dan sembilan kabupaten (Semarang, Kudus, Pati, Blora,Grobogan, Jepara, Boyolali dan Sragen) dengan membendung Sungai Serang dan mengairi dataran rendah yang akibatnya menenggelamkan sejumlah desa pemukiman penduduk. Ganti rugi lahan yang tak sesuai membuat warga enggan meninggalkan rumahnya, tetapi mereka yang menolak itu justru diteror dan diintimidasi oleh oknum tertentu dengan berbagai cara agar mau menyerah kepada keputusan pemerintah.

Ignatius Triyana menjadi dosen Asmi Santa Maria Yogyakarta pada tahun 1994 dan diangkat sebagai karyawan tetap pada tahun 1995. Pada tahun 2005, menjabat sebagai PD I, saat itu Asmi Santa Maria Yogyakarta masih sangat minim fasilitas penunjang kegiatan perkuliahan, dari tidak adanya komputer maupun proyektor. Berangkat dari keprihatinan tersebut, dia terus berdoa dan memikirkan cara bagaimana agar kampus ASMI mempunyai fasilitas penunjang. Doanya didengar Tuhan, kebetulan dia diundang dalam sebuah pelatihan pembuatan proposal. Ignatius Triyana membuat dan mengirimkannya ke DikTi Jakarta, proposalnya disetujui dan turun dana bantuan sebesar 250 Juta yang diberikan 2x selama 2 tahun.

Lalu pada tahun 2008, berbekal pelatihan dan tekad kuat bersama tim Asmi Santa Maria Yogyakarta, dia menyusun lagi  proposal dan mengirimkan ke PHKI (Program Hibah Kompetisi berbasis Institusi) Jakarta yang juga di selenggarakan oleh DikTi Indonesia. Dari dua tema yakni tema A mengenai Manajemen Organisasi, tema B mengenai Kualitas Lulusan, dipilih tema B.

Sebuah perjuangan yang benar-benar menguras keringat dan air mata dalam menyusun proposal tersebut, selama 1 minggu tim inti yang terlibat dalam penyusunan proposal tersebut tidak sempat pulang kerumah, terpaksa tinggal di kampus dan hanya tidur setengah jam setiap hari untuk mengejar deadline.  Untuk makan dan baju ganti, E.M Reni Priyandarti sang istri yang setia mengantarkannya. Bahkan karena teramat capeknya setelah pulang dari kampus pukul 11 malam, paginya dia mendapat musibah kecelakaan, ketika hendak mengantarkan putra pertamanya, Adrian Freraldi Restriawan berangkat ke sekolah dasar.

Sepeda motor yang ditungganginya ditabrak mobil dari belakang yang mengakibatkannya mengalami Cidera Kepala Ringan (CDR) dan harus dirawat selama sembilan hari di RS Panti Nugroho Pakem. Namun selalu ada hikmah dibalik semua musibah, ada rencana Tuhan yang indah dan menurutnya kejadian kecelakaan tersebut membuatnya lebih dekat dengan keluarga terutama dengan putra bungsunya Benedictus Adiatma Restriawan yang saat ini masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak .

Seluruh pengorbanan dan perjuangannya bersama tim berbuah manis, proposal yang dikirim lolos seleksi, menyisihkan 600 proposal dan Asmi Santa Maria Yogyakarta adalah satu-satunya Akademi di Indonesia yang memenangkan Program Hibah ini. Bantuan yang seharusnya berjumlah Rp 13 miliar hanya bisa turun sebanyak Rp 5 miliar yang kemudian dipakai untuk membeli berbagai penunjang perkuliahan seperti komputer yang saat ini berada di Lab. Komputer Selatan, dan juga dipakai untuk membangun berbagai Laboratorium praktek.

Di tahun 2010-2011 dia menjabat Kepala Jaminan Mutu .Saat ini dia mengampu mata kuliah Kepemimpinan di Prodi Sekretari. Mengutip kalimat favoritnya dari Joko Pekik: “Kita bukan batu apung tetapi batu hitam yang tidak terbawa arus”. Dia menawarkan cara berpikir seorang pemimpin sejati, dengan tidak hanya mengikuti mainstream melainkan mempunyai cara dan gaya hidup alternatif, karena seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain tanpa harus melakukan pemaksaan menggunakan kekuasaan. Cara mengajarnya pun cukup unik, mahasiswa diajak kuliah lapangan ke Malioboro Yogyakarta, sesampainya disana dia meminta mahasiswa mencari makna pemimpin di tengah ramainya pengunjung Malioboro. Ada yang mengamati tukang becak, tukang parkir maupun profesi lainnya.

Dosen yang hobi Jogging ini juga sangat menyukai dunia tulis menulis. Baginya hidup haruslah seimbang antara jiwa dan raga. Salah satunya menulis opini yang dimuat Majalah Pendidikan Educare, berjudul “Praktek Kerja Lapangan, Antara Kenyataan dan Harapan “. Di semester V dia mewajibkan mahasiswanya menulis Autobiografi sebagai tugas akhir dengan menuliskan kenangan-kenangan yang pernah mereka alami baik pengalaman yang membahagiakan maupun pengalaman yang menyedihkan, dengan tujuan membuat mahasiswa lebih mencintai hidupnya dan tidak pernah menyalahkan diri atau merasa menjadi korban atas keadaan yang terjadi. Dia mengatakan, “Kita hari ini adalah hasil dari pilihan kita, untuk dapat berbuat baik untuk orang lain, maka kita harus berdamai dengan diri kita sendiri “.

Bersama 3 orang temannya, ia sedang membantu masyarakat Kinahrejo yang rumah dan lahannya hancur terkena terjangan awan panas Merapi dengan  mengembangkan budidaya Jamur dan pengolahannya. Dengan cara mengundang para pengusaha jamur, dia berharap prospek bisnis jamur ini akan berkembang dengan baik dan memberikan perubahan yang lebih baik bagi penduduk disana, ia juga membantu memasarkan secara online sehingga usaha ini bisa lebih dikenal masyarakat luas.

Penulis:

Elisabeth Sutriningsih/Mahasiswa Public Relations  ASMI Santa Maria Yogyakarta


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.