Sukses

Wapres Boediono: Indonesia Defisit Negarawan

Indonesia saat ini juga mengalami defisit neraca pembayaran dan juga defisit anggaran.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Boediono menilai Indonesia saat ini mengalami defisit neraca pembayaran dan juga defisit anggaran. Tetapi yang harus lebih diperhatikan, menurut dia, adalah Indonesia saat ini juga mengalami defisit negarawan.

"Kita defisit negarawan dari berbagai sektor, tetapi kita tidak defisit politisi," kata Boediono pada pembukaan The first Young Leaders Indonesia Annual Conference 2014 di Ruang Sumba Hotel Borobudur, Jakarta, seperti dimuat situs Sekretariat Kabinet (Setkab) RI, Setkab.go.id, Minggu (11/5/2014).

Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menggarisbawahi, defisit yang paling besar adalah defisit pelaku yang handal dalam pilar politik karena adanya keengganan generasi muda masuk ke arena politik. Padahal keberhasilan perjuangan bangsa Indonesia karena dipimpin oleh the best and the brightest dari anak bangsa. Wapres menyesalkan dengan semakin sedikitnya anak muda yang menaruh minat berkarir di bidang politik.

"Yang harus dicatat adalah yang kita butuhkan politikus negarawan yang bersama-sama menghasilkan produk politik dan aturan main yang baik. Kalau kacau balau, kita ribut saja satu sama lain," ujar Wapres.

Dalam acara yang juga dihadiri oleh Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto itu, Wapres juga menjelaskan tentang dalil sejarah mengenai kemajuan suatu bangsa yaitu generasi yang mengganti harus lebih baik dari yang diganti.

"Dan tanggung jawab generasi pengganti adalah pada generasi sekarang," ujar Wapres seraya menunjuk kepada para peserta pembukaan The first Young Leaders Indonesia Annual Conference 2014.

Bukan Politisi

Berbicara di depan anggota Young Leaders for Indonesia (YLI) yang rata-rata baru memasuki dunia kerja, Wapres mengingatkan bahwa cita-cita yang telah ditanamkan sejak kecil terkadang dapat berubah di tengah jalan. Ia memberi contoh sewaktu dirinya kecil menginginkan menjadi insinyur dari ITB.

"Saya tertarik karena insinyur membuat hal-hal yang impresif sekali, entah gedung atau jembatan," ujar Wapres.

Tetapi karena kesulitan dalam pelajaran, ia berbelok mendalami ekonomi. "Selesai sekolah, cita-cita saya menjadi akademikus yang hebat yang mendapatkan nobel prize. Tapi nggak kesampaian juga," ujar Wapres berseloroh.

Bahkan dirinya memasuki pemerintahan, hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, hingga kini menjadi Wakil Presiden. "Apa yang kita rencanakan ini bisa diupayakan, tapi hanya 50 persen, sisanya dari luar yang menentukan, bukan rencana kita," ujar Wapres.

Menjawab pertanyaan salah seorang peserta, Boediono menegaskan, dirinya bukanlah seorang politisi. Tetapi sejak bekerja di pemerintahan, ia harus mengetahui politik. "Sekarang setelah di pemerintahan, ekonomi berinteraksi dengan institusi lain di pemerintahan," ujar Wapres.

Dalam pandangan Wapres, dari institusi yang ada maka yang paling fundamental adalah institusi politik. Pekerjaan paling penting dari institusi politik seperti DPR, MPR, DPRD adalah membuat aturan dasar.

"Konstitusi itu adalah aturan dasar suatu bangsa. Dari situlah muncul undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya," ujar Wapres.

Jadi, menurut Wapres, yang menentukan bangsa kita ke depan adalah produk dari aturan main dalam menghadapi masa depan. "Produk-produk ini adalah produk politik. Jadi sangat penting kita harus memiliki institusi poltik yang baik. Semua aturan main akhirnya aturan dasarnya apa, undang-undangnya apa," tutur Wapres.

Namun Wapres mengingatkan, untuk menjadi politisi yang baik harus memiliki visi yang teguh. Kalau tidak memiliki visi hanya akan menjadi pion. Dan visi yang harus dipegang oleh politisi adalah tentang cita-cita bangsa ini.

"Visi inilah yang menjadi guiding star anda. Dalam kancah yang semrawut, visi ini harus ada pegangannya di hati anda," kata Wapres.

Dia juga mengingatkan agar para anggota YLI yang ingin menjadi politikus harus menjadi negarawan, sehingga tidak mudah terpengaruh iming-iming di tengah perjalanan karier sebagai poltisi.

Young Leaders for Indonesia

Pendiri YLI Philia Wibowo mengatakan, program Young Leaders for Indonesia (YLI) digagas PT McKinsey Indonesia tahun 2008 dan telah menjadi yayasan independen di tahun 2010, yang didukung oleh para pemimpin atau tokoh-tokoh nasional.

YLI adalah program kepemimpinan yang dilaksanakan selama 6 (enam) bulan untuk mahasiswa berprestasi dan memiliki potensi kepemimpinan tinggi. Peserta YLI ini berasal dari lebih 30 universitas terkemuka di seluruh Indonesia.

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan keterampilan kepemimpinan mahasiswa, membekali kemampuan memecahkan masalah, memimpin dengan integritas tinggi, serta menjalin jejaring dan komunitas yang kuat di antara mahasiswa berprestasi dari seluruh Indonesia.

Hingga saat ini, YLI telah berhasil mengembangkan 330 calon pemimpin yang telah mengikuti program pelatihan, dan saat ini beberapa diantara mereka telah bekerja pada instansi pemerintah, perusahaan swasta, dan organisasi sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.