Sukses

Gemuruh si Gunung Api

Sudah berhari-hari Gunung Merapi 'meraung'.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Rochmanuddin, Fathi Mahmud, dan Idhad Zakaria

Sudah berhari-hari Gunung Merapi 'meraung'. Suara gemuruh yang menggelegar terdengar dari utara gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tersebut. Dari normal status Merapi pun meningkat menjadi waspada. Namun begitu, tak sedikit pun warga gentar.

Tak cuma Merapi yang menggeliat. Tanda-tanda 'kehidupan' ditunjukan juga oleh Gunung Slamet di perbatasan Kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Gemuruh disertai lontaran sinar api dan material pijar setinggi 150-400 meter pun terdengar dari Gunung tertinggi se-Jawa Tengah itu. Slamet kini siaga.

Seperti menular, aktivitas kedua gunung itu pun disusul oleh 22 lainnya. Kini 4 gunung berstatus Siaga dan 20 gunung api berstatus Waspada. Ada apa?

Merapi Gluduk-gluduk

"Suarane greg greg gluurrr seko lor (suara gemuruh dari utara)," kata Kepala Desa Kepuhharjo, Cangkringan, Sleman, Hari Suprapto kepada Liputan6.com di Yogyakarta, Selasa (29/04/2014).

"Tidak panik. Setelah ada suara langsung keluar rumah, langsung lihat ke utara (Gunung Merapi), tapi tidak terjadi apa-apa ya kita biasa saja.”

Peningkatan status Merapi itu pun membuat putra mendiang Mbah Maridjan, Asih, angkat bicara untuk menenangkan warga. Kuncen alias juru kunci Gunung Merapi itu menilai, kenaikan status itu merupakan hal biasa.

"Biasa-biasa saja dengan naik status, itu biasa, wong tinggal di lereng gunung, apalagi Merapi kan gunung aktif," kata Asih kepada Liputan6.com, Rabu (30/4/2014).

"Jangan panik."

Asih yang tinggal tak jauh dari Merapi, juga mengaku mendengar suara gemuruh seperti yang didengar warga di sebagian lereng Merapi. Menurutnya, kondisi ini masih normal dan meminta warga untuk menanggapi secara berlebihan.

"Masih normal saya kira. Semalam kita juga dengar gluduk-gluduk, tapi biasa-biasa saja saya kira. Tidak perlu ditanggapi secara berlebihan," ujar Asih alias Mas Kliwon Suraksohargo.

Hasil pengamatan petugas pos-pos Gunung Merapi menyatakan, telah mendengar suara dentuman hingga radius 8-13 km. Berdasarkan hasil data pemantauan, si Merapi secara instrumental dan visual terus mengalami peningkatan.

Data dari  BPPTKG menyebut pada 20-29 April ada gempa guguran sebanyak 37 kali, multifase 13 kali, hembusan 4 kali, tektonik 24 kali dan gempa low frequency 29 kali. Masyarakat di lereng Merapi diimbau tetap mengikuti arahan pemerintah daerah setempat dan tidak terpancing isu yang tidak jelas sumbernya.

Plt Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Yuli Setiono Dwi Warsito pun meminta warga lereng Merapi mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan bencana. Salah satunya dengan tas siaga.

Tas siaga ini diharapkan dapat membawa kebutuhan warga saat evakuasi maupun mengungsi. Seperti halnya menyiapkan surat berharga, obat-obatan dan pakaian yang disimpan dalam tas siaga tersebut.

"Jika sewaktu-waktu diperlukan, tas ini bisa memenuhi kebutuhan warga secara mandiri.,” tutur Yuli.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Subandrio mengatakan, suara gemuruh yang terjadi beberapa hari belakangan ini adalah proses pelepasan gas. Pelepasan gas itu belum menunjukkan Merapi akan kembali meletus.

Subandrio menyebutkan, letusan gunung (erupsi magmatis) itu ditandai dengan banyaknya gempa yang mulai meningkat dalam waktu sehari. Bahkan gempa yang tercatat dalam sehari bisa mencapai ratusan. Sementara yang terjadi akhir-akhir ini masih terhitung sedikit.

"Erupsi magmatik biasanya diselingi gempa akan lebih banyak. Dalam sehari itu terhitung gempa sampai ratusan. Sementara saat ini masih sedikit hanya single event saja," kata Subandrio.

Selain jumlah gempa yang terhitung banyak dalam sehari, juga dilihat dari material yang dilontarkan berupa material baru atau juvenile. Saat ini hasil letusan maupun hembusan yang terjadi beberapa waktu terakhir masih didominasi material lama.

"Sudah kita simpulkan letusan minor itu akibat tingginya gas vulkanik di Merapi. Dari hasil produk letusannya masih dari letusan lama dan belum ada dari material baru atau juvenile (magma baru). Sementara yang keluar itu bukan lava pijar tapi batu pijar (material lama yang dilontarkan merapi) itu berbeda," jelas dia.

Merapi memang aktif secara vulkanis. Bahkan, menjadi salah satu gunung berapi paling aktif di dunia. Celakanya, gunung ini dikelilingi kawasan padat penduduk. Magelang dan Yogyakarta adalah 2 kota besar terdekat, berjarak 30 km dari puncaknya. Di lereng Merapi, masih terdapat permukiman sampai ketinggian 1.700 meter atau hanya berjarak 4 kilometer dari kawah.

Sejak 1548, gunung ini telah meletus 68 kali. Letusan Merapi terdahsyat dipercaya terjadi pada 2010.

Slamet Menggelembung

26 Kali suara dentuman dan luncuran lava pijar mencapai 1.500 meter muncul dari kawah Slamet. Sementara asap putih tebal kecokelatan hingga kelabu setinggi 150-700 meter membumbung di ketinggian.

Tercatat terjadi 30 kali gempa letusan, 67 kali gempa embusan asap sejak pukul 00.00 hingga 06.00 WIB, 30 April 2014. Pukul 10.00 WIB status Slamet berubah dari waspada menjadi siaga.

"Tubuh Gunung Slamet terlihat penggelembungan dari pos pengamatan di Stasiun Cilik dan Buncis yang menunjukkan inflasi,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

“Rekomendasi daerah yang harus dikosongkan dinaikkan menjadi radius 4 kilometer dari puncak kawah. Dilarang melakukan pendakian, berkemah atau melakukan wisata hingga berada di dalam radius 4 km.”

Pemukiman penduduk terdekat sekitar 10-12 km dari puncak Gunung Slamet, yaitu Desa Jurang Manggu, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang. Aktivitas masyarakat dapat berlangsung normal.

Peningkatan status Gunung Slamet dari waspada menjadi siaga telah memaksa petugas mengaktifkan kembali 3 posko aju (pendahulu) di Limpakuwus, Semaya dan Baturraden.

Berdasarkan pendataan yang sudah dilakukan, terdapat 35 desa dari 7 kecamatan di Kabupaten Banyumas yang mungkin terdampak erupsi. Selanjutnya dari 35 desa itu, petugas akan memfokuskan perhatian pada 7 desa di tiga kecamatan yang paling rawan terkena erupsi Gunung Slamet.

Menyusul naiknya status Gunung Slamet dan Gunung Merapi, saat ini terdapat 4 gunung api berstatus siaga (level III) dan 20 gunung api berstatus Waspada (level II). 4 Gunung api berstatus Siaga, yakni Gunung Slamet, Sinabung, Karangetang, dan Lokon.

Sedangkan 20 gunung api waspada adalah Merapi, Rokatenda, Kelud, Raung, Ibu, Lewotobi Perempuan, Ijen, Gamkonora, Soputan, Sangeangapi, Papandayan, Dieng, Gamalama, Bromo, Semeru, Talang, Anak Krakatau, Marapi, Dukono, dan Kerinci.

"Penentuan status gunung api adalah kewenangan PVMBG Badan Geologi yang dimaksudkan memberikan keselamatan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung," jelas Sutopo Purwo Nugroho.

"Dari 4 status Siaga dan 20 status Waspada tersebut tidak terjadi bersamaan waktunya, tapi tergantung dari aktivitas gunungnya.”

Status Gunung Kerinci ditetapkan sejak 9 September 2007 hingga saat ini. Begitu pula dengan Gunung Dukono sejak 15 Juni 2008 hingga sekarang.

Lantas apa beda siaga dan waspada?

Sutopo mengatakan, status waspada bermakna, terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal, baik kegempaan, geokimia, deformasi, dan vulkanik lainnya.

Sementara siaga bermakna, semua data menunjukkan aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana. (Mvi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini