Sukses

Berkas Lengkap, Mantan Ajudan Gubernur Riau Segera Disidang

Said nantinya akan diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, karena itu penahanan yang bersangkutan juga akan dipindahkan.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan dan melengkapi berkas perkara Said Faisal, mantan ajudan Gubernur Riau Rusli Zainal. Said merupakan tersangka kasus pemberian keterangan palsu di pengadilan dalam persidangan kasus dugaan suap revisi Peraturan Daerah (Perda) PON ke XVIII Riau.

Dengan lengkapnya berkas tersebut, Said segera dimejahijaukan. Dalam waktu tidak kurang dari 14 hari, jaksa penuntut umum (JPU) akan segera menyusun berkas dakwaan. Said nantinya akan diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

"Iya, di Riau," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Rabu (16/4/2014).

Karena sidang akan digelar di PN Tipikor Pekanbaru, penahanan Said juga akan dipindah ke Riau. Meski begitu belum diketahui kapan waktu pemindahan tersebut.

"Tidak tahu apa hari ini langsung ke sana atau tidak," kata Priharsa.

KPK telah menahan Said di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur sejak Jumat 21 Februari 2014. Ia menyusul Rusli Zainal yang sebelumnya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap revisi Perda PON XVIII Riau.

Penahanan itu dilakukan setelah KPK menetapkan Said sebagai tersangka usai mengembangkan penyidikan kasus dugaan suap PON Riau.

"Penyidik KPK telah menemukan 2 alat bukti cukup kemudian menyimpulkan dugaan keterlibatan SF alias H. Yang bersangkutan adalah ajudan dari Gubernur Riau yang dulu," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Senin 17 Februari lalu.

Said, jelas Johan, jadi tersangka lantaran memberikan keterangan palsu ketika bersaksi dalam persidangan Rusli Zainal di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, beberapa bulan lalu.

Pria yang saat ini menjabat Kepala Sub Bagian (Kasubag) Rumah Tangga Sekretariat Daerah Provinsi Riau itu disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 22 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait pemberian keterangan palsu di pengadilan menyebutkan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun atau denda minimal Rp 150 juta dan maksimal Rp 600 juta. (Yus Ariyanto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini