Sukses

Frasa 4 Pilar Dihapus MK, Melani MPR: Kayak Tukul Aja

Penghapusan frasa ini mendapat tanggapan beragam dari Ketua MPR dan Wakil Ketua MPR.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus frasa 'empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara' yang tertuang dalam Pasal 34 ayat 3b huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. MK menilai frasa tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat.

MPR menghormati putusan tersebut. Tapi 4 poin yang terkandung di dalamnya tak boleh hilang. "Sosialisasi mengenai Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika tetap harus dilanjutkan sebagai bagian dari pendidikan politik dan pembangunan karakter bangsa, yang tidak boleh berhenti," jelas Ketua MPR Sidarto Danusubroto di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/4/2014).

Dengan demikian, lanjut Sidarto, tidak benar bila ada pandangan yang menyatakan 4 hal mendasar tersebut ikut dihapuskan. MPR menilai sosialisasi 4 pilar selama ini tidak bermaksud mereduksi Pancasila sebagai dasar negara.

"Sebagai metode untuk memasyarakatkan 4 hal penting dan mendasar kepada seluruh masyarakat dalam rangka membangkitkan kembali nilai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, di tengah melemahnya pemahaman nilai-nilai kebangsaan sekarang ini," tegas Sidarto.

Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli juga turut menanggapi putusan MK itu. Menurutnya, masalah ini sama dengan kasus yang membuat program tayangan 'Empat Mata' harus mengubah nama jadi 'Bukan Empat Mata'.

"Kayak Tukul saja. Dulu kan ada Empat Mata kemudian jadi Bukan Empat Mata. Kalau frasa 'empat pilar' dilarang, berarti jadi 'bukan empat pilar'," gurau Melani sambil mesam-mesem.

Tak mau kalah, Sidarto juga menuangkan idenya untuk mengganti frasa 4 pilar. "Aku rak ngerti arep ganti opo (Saya tidak tahu frasa empat pilar akan diganti dengan apa). Apa diganti dengan 'empat pusaka' atau 'empat hal', atau yang lain," timpal Sidarto.

Sedangkan Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari menyatakan, frasa yang dibatalkan MK sebenarnya tidak mereduksi kedudukan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Frasa tersebut dipilih semata-mata hanya untuk memudahkan sosialisasi kepada masyarakat.

"Tidak ada yang mereduksi itu, ini hanya sebuah kemasan atau packaging," tandas Hajriyanto.

Uji materi tersebut diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Yogyakarta, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka keberatan Pancasila dikategorikan sebagai pilar kebangsaan.

MK berpendapat, karena putusan itu, program sosialisasi 4 pilar bangsa oleh MPR harus dihentikan, karena dianggap menyesatkan. Dalam pertimbangannya, MK berpendapat menempatkan keempat pilar yang berarti tiang penguat tidak tepat.

"Merujuk isi yang terkandung Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, Pancasila adalah sebagai dasar," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, membacakan amar putusan, yang diketuk Kamis 3 April lalu itu. (Raden Trimutia Hatta)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini