Sukses

Kisah Penumpang MH370: Seniman Hebat - Anak Satpam yang Sukses

Tak sekadar angka, 239 penumpang dan awak adalah manusia dengan kisah hidup masing-masing. Dicintai dan mencintai.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Malaysia Airlines MH370 hilang entah ke mana, membawa serta 239 orang di dalamnya. Tak sekadar angka, para penumpang dan awak adalah manusia dengan kisah hidup masing-masing. Sosok yang berarti bagi para keluarga dan kerabat -- yang menanti di tengah harapan yang makin tipis.

Salah satu dari mereka adalah seniman China, Liu Rusheng. Pada 2006 silam ia pernah membuat renungan hidupnya dengan penuh rasa syukur. "Nasib telah begitu baik padaku."

Sebagai bayi yang dilahirkan di luar kota Nanjing pada 1938, Liu beberapa kali ditelantarkan saat keluarganya lari dari kekejaman tentara Jepang yang menginvasi. Nyawanya kemudian selamat dari tabrakan truk, penganiayaan politik, 3 serangan jantung, dan terjebak pusaran arus mematikan di Sungai Yangtze.

"Beberapa kali nyaris tewas, aku menjadi lebih menghargai hidup," kata Liu dalam postingan blognya seperti Liputan6.com kutip dari Leader Herald, Minggu (30/3/2014). "Aku menjadi lebih terbuka dan obyektif."

"Pada waktu luangku, aku belajar mengemudi, menggunakan komputer, belajar fotografi. Hidupku penuh dan menyenangkan. Aku suka menyanyi dan berlarian di tengah hujan. Istriku mengatakan, aku bocah tua yang suka menyanyi, minum, dan bertelanjang kaki ke manapun," kata Liu yang berusia akhir 60 tahun.

Liu yang bepergian bersama sang istri dalam MH370 adalah bagian dari delegasi seniman dan ahli kaligrafi China yang akan pulang ke tanah air setelah menggelar pameran di Kuala Lumpur, Malaysia. Ada 19 seniman, 6 anggota keluarga, dan 4 staf yang ada di kapal terbang raib itu.

Ayah yang Sibuk

Bagi Wong Wai Sang, 7 hari seminggu tidaklah cukup. Pegawai bagian pemasaran sebuah perusahaan properti di Malaysia kerap berangkat kerja pada pukul 05.00 subuh dan baru pulang 18 jam kemudian.

Wong berulang tahun ke-53 pada 7 Maret 2014. Hari itu sang istri hanya melihatnya sekejap, sebelum Wong pergi kerja. Pasangan dan anak-anaknya sedang keluar saat ayah yang sibuk itu pulang dan berkemas sebelum naik penerbangan Malaysia Airlines menuju Beijing.

Sebelum masuk ke pesawat, ia sempat menelepon rumah. "Mengatakan bahwa ia tak bawa baju hangat cukup, padahal sedang dingin di Beijing," kata istri Wong, Tan Kuee Lian. "Aku menganjurkan ia membelinya di sana." Saat itulah istri dan anak-anaknya mengucap selamat ulang tahun.

Putri Wong, Eliz Wong Yun Yi, yang sekolah di Jepang kebetulan ada di rumah untuk liburan. Meski hanya beberapa hari, ia punya kesempatan melihat sang ayah -- yang mungkin tak bakal lagi bisa ditemui.

Ulang tahun Eliz pada 16 Maret 2014. Ia sudah merencanakan merayakannya bareng sang ayah. Pesta kejutan itu gagal, Wong entah di mana rimbanya. "Kami tak menerima begitu saja kabar yang menyebutnya telah pergi. Kecuali ada bukti nyata pesawat itu telah celaka."

Bulan Madu Setelah 17 Tahun Menikah

Sugianto Lo dan istrinya, Vinny Chynthya meninggalkan 3 anak mereka untuk bepergian berdua. Ini kali pertamanya dilakukan sejak menjadi orangtua lebih dari 17 tahun. Berat rasanya, namun anggota keluarga lain meyakinkan, anak-anak akan baik-baik saja sementara mereka pergi.

Pasangan tersebut kerap menelepon dan mengirim SMS sebelum akhirnya naik pesawat menuju Beijing. Komunikasi terakhir dengan putra mereka yang berusia 17 tahun, Antonio Nugroho.

"Mereka meminta sang anak sulung menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya dan merawat mereka," kata adik Sugianto, Santi Lo.

Dalam banyak hal, pasangan itu mewakili golongan kelas menengah yang berkembang di Indonesia, yang baru kini bisa bepergian ke luar negeri.

Sugianto adalah kontraktor listrik, Vinny insinyur mekanik. Pasangan yang masing-masing berusia 47 tahun tinggal bersama anak-anak mereka di rumah berlantai 2 di Medan. Sugianto berangan bisa melihat Tembok Besar China, sementara istrinya ingin mencicip masakan vegetarian ala China.

Mereka menuju Beijing setelah seorang teman memberi mereka tiket pesawat. "Seperti impian yang jadi nyata, mereka sangat gembira dan bersemangat pergi ke sana," kata Santi, yang kini merawat para keponakannya.

Anak Harapan Orangtua

Ayah Puspanathan Subramaniam adalah seorang penjaga keamanan dengan bayaran minim yang lahir di lingkungan perkebunan karet yang miskin.

Selama bertahun-tahun, sang ayah menabung dari gajinya sebagai satpam untuk menyekolahkan putranya. Upaya itu tak sia-sia, anak lelakinya sukses. Puspanathan (34) akhirnya menjadi ahli teknologi informasi (IT).

Sang anak pun tak lupa berbakti pada orangtua. Ia sering mengunjungi orangtuanya, membawakan makanan dan menanggung biaya rumah tangga ayah dan ibunya: air, listrik telepon, dan TV satelit. Puspanathan jadi kebanggaan orangtuanya.

"Kami seakan menanam pohon dan sedang menikmati buahnya," kata sang ayah, Subramaniam Gurusamy (60). Kini, keberadaan anaknya yang entah di mana membuat pria sepuh itu bingung bukan main. "Aku tak tahu apa yang harus dilakukan."

Puspanathan, yang terbang ke Beijing untuk bekerja, meninggalkan seorang istri dan 2 anak laki-laki, berusia 1 dan 3 tahun.

Meski sering bepergian untuk kerja, entah mengapa anak-anak Puspanathan tak mau melepas ayahnya jelang terbang ke China. "Cucu-cucuku menangis, tak mau lepas dari ayahnya. Minta anakku tak pergi. Ini kali pertamanya mereka berperilaku seperti itu saat ia hendak pergi," kata Subramaniam. Firasatkah?

(Shinta Sinaga)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini