Sukses

Bencana Asap Riau: Cabut Izin, Bukan Tembak di Tempat

WALHI juga menyoroti tentang peran korporasi besar dibalik rusaknya hutan dan lahan pertanian di Provinsi Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan KontraS mendesak berjalannya penegakkan hukum yang adil dan transparan, serta sungguh-sungguh untuk menyelesaikan persoalan kejahatan lingkungan oleh perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan atau tidak bertanggungjawab terhadap peristiwa kebakaran di wilayah konsesinya.

Kasus kebakaran hutan dan kabut asap di Riau menjadi rutinitas tiap tahun. Mahalnya biaya buka lahan dan pembersihan lahan gambut menjadikan pembakaran hutan relatif lebih ekonomis dan menjadi alternatif yang dipilih perusahaan pemilik izin usaha di lahan gambut di Riau.

Badan Pusat Statistik (BPS) Riau mencatat, jumlah lahan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 mencapai 2.372.402 hektare atau seperempat dari luas wilayah Riau. Jumlah tersebut mungkin telah bertambah pada 2014.

Sedangkan lahan gambut di Riau mencapai 5 juta hektare. Izin pengelolaan lahan gambut saat ini dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta. Data World Resources Institute (WRI) yang memetakan lokasi titik api Riau selama 20 Februari - 12 Maret 2014 dengan bantuan Active Fire Data milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengungkapkan bahwa kabut asap di Riau kali ini lebih parah dari tahun 2013 yang lalu.

Ditemukan 3.101 titik api di Pulau Sumatera. Jumlah tersebut melebihi periode 13 Juni hingga 30 Juni 2013 lalu yang sebanyak 2.643 titik api. Terkait dengan bencana asap di Riau saat ini, WALHI telah melaporkan PT. Sampoerna Agro dan banyak perusahaan lainya, seperti perusahaan-perusahaan yang terkait dengan perusahaan pulp dan kertas APP/Sinar Mas Group dan APRIL yang memiliki lahan di Riau, kepada kepolisian.

Langkah tersebut ditempuh WALHI sebagai bentuk advokasi terhadap penyelamatan lingkungan hidup. Sebagai upaya mendorong pertanggungjawaban pidana korporasi (corporate crimes) khususnya di sektor kehutanan, beranjak dari laju deforestasi dan degradasi hutan yang semakin tahun semakin meningkat, yang salah satunya akibat ulah pembakaran hutan dan lahan oleh korporasi.

Namun sayangnya, alih-alih melakukan review dan mengaudit lingkungan perusahaan-perusahaan tersebut, Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan malah setuju dengan perintah Kapolri Jenderal Sutarman dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk tembak mati pembakar hutan.

Di beberapa pernyataannya Menteri Kehutanan juga berharap yang ditangkap atau ditembak mati bukan hanya pelaku pembakaran, tetapi juga cukong-cukong yang berada di belakang mereka.

Saat ini pembakaran lahan dan hutan untuk membuka kebun sawit terus bertambah di Riau, dimana diduga ada tambahan jutaan hectare kebun sawit tanpa ijin. Pernyataan tersebut direspon cepat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), melalui Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum WALHI, Muhnur Satyahaprabu, yang menyatakan, “Kesalahan fundamental Menteri Kehutanan adalah ketidak fahamannya tentang apa dan bagaimana pembakaran hutan dan lahan ini terjadi.

Kesalahan ke-2 adalah membiarkan penjahat lingkungan sebenarnya, yaitu korporasi-korporasi pemegang izin pengelolaan hutan dan lahan, terus mendapatkan izin pengelolaan hutan dan lahan. Harus ada hukuman bagi penjahat-korporasi (corporate criminal) yang membuat efek jera, jangan masyarakat terus yang disalahkan.”

WALHI juga menyoroti tentang peran korporasi besar dibalik rusaknya hutan dan lahan pertanian di Provinsi Riau. Manager Kampanye Hutan dan Kebun Skala Besar WALHI, Zenzi Suhadi, menyatakan, "Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau bukan bencana, tapi kejahatan terencana yang mengakibatkan dampak yang luar biasa. Ini karena pemerintah mengeluarkan izin perkebunan skala besar seperti kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI)."

Zenzi menambahkan, "Untuk menghentikan bencana asap tahunan di Sumatera dan wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang luar biasa juga dalam menangani masalah ini. Perusahaan-perusahaan seperti APRIL Group dan APP Group izinnya harus dievaluasi, kalau perlu dicabut, karena bencana asap yang 'dikontribusikan' kepada rakyat Riau".

Perintah tembak di tempat juga ditanggapi negatif oleh Komisi untuk Orang Kilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Samsul Munir, yang menyatakan, ”Perintah ini bertentangan dengan peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Perintah tanpa proses hukum adalah pelanggaran hak asasi serius karena mengabaikan proses hukum. "Jangan sampai perintah tembak di tempat ini malah menimbulkan persoalan baru terhadap penegakan hukum dan pelanggaran HAM," tambah Munir. (Rizki Gunawan)
 
Baca juga:

Kabut Asap Riau, Kepala Desa Penjual Lahan Ditangkap

Embun Pekat Alihkan 2 Penerbangan dari Pekanbaru ke KL

Polisi Tahan 55 Tersangka Pembakar Hutan Riau

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini