Sukses

Pembunuh Pamudji dan Sisa Mesiu

Seorang perwira menengah Polri tewas di Markas Polda Metro Jaya dengan luka tembak di kepala. Bawahannya ditetapkan sebagai tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang Selasa 18 Maret kemarin harusnya Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya larut dalam kegembiraan. Hari itu, pimpinan baru mereka akan mulai berkantor setelah Kapolri Jenderal Pol Sutarman melantik Inspektur Jenderal Polisi Dwi Priyatno menggantikan Irjen Pol Putut Eko Bayuseno sebagai Kapolda Metro Jaya.

Apalagi pergantian pimpinan kali ini disambut dengan cara berbeda dari sebelum-sebelumnya. Sejak pagi, markas polisi yang hanya selemparan batu dari Jembatan Semanggi itu sudah berbenah dan dipercantik untuk menyambut pimpinan baru mereka.

Usai pelantikan di Mabes Polri, Dwi Priyatno pun diarak ke Mapolda Metro Jaya dengan serangkaian acara. Mulai dari tarian daerah, penampilan polisi cilik, arak-arakan, serta tabur bunga digelar di Lapangan Lantas Polda Metro Jaya.

Sayang, kegembiraan itu tak berlangsung lama. Menjelang tengah malam, petaka terjadi di tempat perhelatan yang baru saja usai. Seorang perwira menengah, Ajun Komisaris Besar Polisi Pamudji, ditemukan tewas di dalam ruangan piket Pelayanan Masyarakat Polda Metro Jaya. Dia tewas akibat luka tembak tepat di atas telinga kirinya.

Bisa ditebak, kejadian ini membuat Polda Metro Jaya gempar. Tahu menjadi pusat perhatian, usai insiden itu Markas Polda Metro Jaya dijaga ketat sejumlah petugas bersenjata lengkap di depan pintu masuk. Para penjaga hanya membolehkan masuk para pejabat kepolisian. Yang lainnya, termasuk wartawan, jangan harap bisa masuk.

Diduga Ditembak Anak Buah

Dari informasi sementara, disebutkan tewasnya Kepala Detasemen Markas Polda Metro Jaya itu karena ditembak anak buahnya, Brigadir Susanto. Salah satu saksi, Aiptu Dede Mulyani yang berada di lokasi mengaku antara atasan dan bawahan itu sempat terjadi adu mulut sebelum terjadi penembakan.

"Menurut keterangan saksi, Aiptu Dede Mulyani, Danru Regu 2, sebelum kejadian penembakan terjadi percekcokan antara Brigadir Susanto dengan korban," terang Kepala Siaga Kompol Yani Suryani, dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com.

Hanya sesaat setelah saksi meninggalkan ruang tempat korban dan pelaku terlibat adu mulut, suara tembakan langsung terdengar. "Pada saat saksi meninggalkan TKP, terdengar suara tembakan sebanyak 2 kali. Selanjutnya saksi melihat korban sudah terluka,"  lanjut Yani.

Namun, sumber resmi Polda Metro Jaya tidak mau memastikan motif atau pelaku dalam kasus ini. Bahkan, menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, menolak menyimpulkan kesaksian tersebut. "Itu terlalu prematur, penyidikan masih berlangsung," ujarnya beberapa jam setelah peristiwa.

Yang jelas, polisi bergerak cepat. Ada 4 saksi yang langsung diperiksa malam itu juga. 3 Dari 4 saksi merupakan anggota polisi yang berada di lokasi saat kejadian berlangsung. Sementara 1 saksi lainnya adalah anggota polisi lepas piket.

Agar lebih akurat, penyidik menggunakan lie detector atau alat pemindai kebohongan terhadap para saksi. Sebelumnya, mereka juga menjalani sejumlah pemeriksaan. Di antarnya tes darah dan tes urine.

Petunjuk lainnya, penyidik menemukan beberapa barang bukti terkait peristiwa penembakan tersebut. Di antaranya 1 pucuk revolver milik Brigadir Susanto, 2 selongsong peluru, 1 proyektil yang menempel di dinding yang berjarak sekitar 3 meter dari lokasi kejadian, dan 3 buah peluru kaliber 38.

"Barang-barang bukti tersebut masih diperiksa di Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint and Identification System)," tambah Rikwanto.

Dijelaskan Rikwanto, senjata api yang berada di samping jenazah Pamudji diduga milik Brigadir Susanto. "Senjata milik salah satu yang kita periksa yaitu Brigadir S. Ini juga sudah kita sita dan sudah kita lakukan pemeriksaan," ujarnya.

Rikwanto menjelaskan, pihaknya tengah menyelidiki alasan senjata tersebut ada di samping jenazah Pamudji. "Ini yang sedang kita dalami, senjata itu tergeletak di samping tubuh AKBP Pamudji. Prosesinya seperti apa, dengan pemeriksaan scientifik itu akan terungkap perlahan-lahan," urainya.

Belum Ada Tersangka

Sekitar 12 jam setelah kejadian, Rikwanto juga membenarkan adanya adu mulut antara korban dengan anak buahnya. Menurutnya, malam itu AKBP Pamudji mengecek tempat piket Yanma Polda Metro Jaya. Di sana, Pamudji menegur Brigadir S yang tengah piket.

"Brigadir S ditegur karena separuh dari dirinya tidak berpakaian dinas. Di situ sempat diperingati, sempat juga dari kesaksian yang ada, diambil senjatanya, diamankan, kemudian disuruh berpakaian dinas," jelasnya.

Kendati Brigadir Susanto sudah ditahan Provost Polda Metro Jaya, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. "Pelaku belum ada. Tersangka juga belum ada," kata Rikwanto, Rabu (19/3/2014) siang.

Ketika dugaan kuat sebagai pelaku mengarah kepada Brigadir Susanto, kemungkinan lain muncul bahwa ini adalah kasus bunuh diri, bukan pembunuhan. Dugaan ini muncul jika mengaku pada pengakuan Brigadir Susanto yang membantah telah membunuh atasannya.

"Yang kita periksa semuanya punya alibi masing-masing. Memang pada waktu kejadian Brigadir S dalam keterangannya sempat ditegur, namun kemudian dia diminta untuk memanggil piket distrik yang adanya di ruang ops," ujar Rikwanto.

Saat kembali ke ruangan Pamudji, lanjut Rikwanto, Susanto mendapati atasannya itu dalam keadaan tergeletak. "Setelah itu dia (Brigadir Susanto) tidak mendengar apa-apa dan begitu kembali dia mau buka pintu terganjal sesuatu. Begitu dipaksa buka terlihat AKBP Pamudji telah meninggal dunia di lantai dengan luka tembak di kepala," terangnya.

Pamudji Bunuh Diri?

Sedangkan dari Aiptu Dede Mulyani didapat keterangan lebih jelas. Saksi yang pada saat itu turun piket pamit kepada korban untuk izin pulang. Namun, sekitar 30 meter melangkah, dia mendengar 2 kali letusan senjata api dari arah ruangan piket Pelayanan Masyarakat.

Aiptu Dede kemudian melaporkan ke piket provost dan bersama-sama ke tempat kejadian. Saat petugas datang ke ruang piket, Brigadir Susanto lari ke arah mereka dan memberitahukan bahwa AKBP Pamudji bunuh diri. Para saksi kemudian melihat jenazah korban dan sepucuk pistol tergeletak di sisi kanan korban.

Dengan adanya pengakuan ini, polisi pun belum berani menyimpulkan apakah tewasnya AKBP Pamudji karena dibunuh atau bunuh diri. "Masih ada 2 versi, yakni bunuh diri atau penembakan. Kemungkinan masih berbuka," kata Rikwanto saat berada di kediaman AKBP Pamudji.

Polisi Santun dan Ramah

Rikwanto mengatakan, saat ini semua dugaan itu sedang didalami untuk kemudian digabungkan dengan keterangan para saksi, olah TKP, data dari Inafis dan labfor. "Setiap kejahatan pasti memiliki sistem. Kalau itu sudah terungkap, semua bisa diketahui," tegasnya.

Namun, untuk saat ini motif bunuh diri agak sulit diterima jika dilihat dari latar belakang kehidupan korban. Di lingkungan keluarga, misalnya, korban dikenal sebagai sosok yang hangat dan ayah yang baik. Di sela kesibukannya, ayah 2 anak ini selalu meluangkan waktu untuk keluarga.

"Mereka itu kompak sekali. Setiap hari Minggu pasti lari pagi keliling komplek. Atau ada kegiatan lainnya. Apalagi kalau bapak dan ibu sedang tidak piket," kata Nurul, kakak ipar korban.

Sebagai kepala keluarga, Pamudji juga tak segan-segan mengingatkan anak-anaknya untuk salat, meskipun kedua anaknya sudah besar. "Dia itu selalu komunikasi dengan anak-anaknya, selalu telepon anaknya, meskipun anaknya jauh di Semarang, ingatkan salat dan lain-lain," cerita Nurul.

Demikian pula di mata tetangganya, sosok Pamudji dikenal baik dan ramah serta rendah hati. Begitu pun di lingkungan kerja, Pamudji selalu bekerja keras dan disiplin. Selain itu, ia juga dikenal sosok yang cukup religius.

Sikap santun dan hangat itu juga dia bawa ke lingkungan kerja. Hal itu sangat dirasakan Kompol Billy. Pria yang saat ini menjabat Kanit Lantas Polsek Menteng itu sangat merasakan keramahan mantan pimpinannya itu semasa Pamudji bertugas sebagai Kasat Lantas Tangerang Kota.

"Selama bertugas sangat ramah dan pekerja keras. Pokoknya dia sosok yang asyik sebagai pemimpin," tegas Billy.

Dengan semua keterangan itu agak sulit mencari alasan bagi AKBP Pamudji untuk bunuh diri. Namun, polisi jelas lebih cerdas dan punya sumber yang bagus untuk mengungkap semua misteri ini. Dilihat sekilas, ini bukan perkara sulit bagi polisi untuk mencari kebenarannya.

Misteri Itu Terungkap

Jelang 24 jam setelah kejadian, polisi memastikan kalau tewasnya Pamudji adalah kasus pembunuhan. Bisa ditebak, pengakuan Brigadir Susanto tak mempan menyembunyikan kebohongan. Dia pun ditetapkan sebagai tersangka.

"Dari hasil laboratorium juga ditemukan darah di tangan dan badan si  S," ujar Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto, Rabu malam.

Selain itu, kuatnya dugaan Brigadir Susanto sebagai pelaku adalah dengan ditemukannya bukti sisa bubuk mesiu di tangannya. "Itu yang dijadikan dasar (penetapan tersangka)," kata Heru.

Bukti lainnya, berdasarkan otopsi tidak ditemukan jelaga (bubuk mesiu) pada tubuh Pamudji. "Dalam tubuh korban tidak ditemukan jelaga. Termasuk di tangannya. Bahwa ini indikasi bunuh diri cukup kecil," kata Heru.

Penetapan Brigadir Susanto sebagai tersangka adalah kabar baik bagi keluarga dan korps kepolisian, di balik duka atas kepergian almarhum. Misteri itu akhirnya bisa diungkap, namun bagi korps kepolisian peristiwa ini tentu tidak selesai dengan penetapan tersangka.

Letusan pistol mungkin biasa bagi polisi. Tapi, kalau letusan itu terjadi di 'rumah' sendiri dan memakan korban seorang polisi teladan, jelas ini sebuah ironi yang sulit untuk diterima.

Sebuah pekerjaan rumah yang mendesak harus diselesaikan Irjen Pol Dwi Priyatno di hari pertama dia memegang komando di Mapolda Metro Jaya, yaitu membenahi mental personel serta mengawasi penggunaan senjata api.


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.