Sukses

Dokter UMY Belajar Cabut Gigi Tanpa Sakit dari Tokushima University

Ketika seorang pasien merasakan sakit ketika pencabutan gigi, hal tersebut dianggap wajar dulunya.

Citizen6, Jakarta Ketika seorang pasien merasakan sakit ketika cabut gigi, hal tersebut dianggap wajar dulunya. Sekarang untuk mengurangi rasa sakit dokter kini fokus melibatkan saraf otak dan saraf sekitar wajah.

Hal tersebut dikemukakan oleh guru besar Tokushima University, Yoshizo Matsuka, dalam kajian pakar "Basic Pain Mechanism and Management of Orofacial Pain" jurusan Kedokteran Gigi (KG) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Amphiteater FKIK UMY, Jumat (7/3/2014). Acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala Jurusan KG UMY drg Hastoro Pintadi serta dosen KG  lainnya.

Matsuka mengatakan, banyak dokter ataupun dokter gigi belum memahami perbedaan antara temporomandibular disorder (gangguan di sendi rahang, muka dan sekitarnya) dengan neuropathic pain (rasa sakit dari saraf). Sehingga pasien dengan neuropathic dirujuk ke dokter lain.

"Itulah, perlu mendalami cara mengatasi sakit di urat saraf. Sehingga dapat memberikan yang terbaik pada pasien," jelasnya.

Dengan memahami orofacial pain menurut Matsuka, dapat meringankan rasa sakit pada pasien. Sehingga dalam proses operasi atau pencabutan gigi, pasien tidak merasa sakit. Karena rasa sakit di sekitar mulut, rahang, dan sekitar muka terlebih dahulu diatasi.

"Kalau sudah diatasi itu, maka saraf  ke otak tidak akan membawa rasa sakit. Itulah kenapa dokter memahami orofacial dan neuropathic pain," jelas Matsuka.

Sedangkan Kepala Jurusan KG drg Hastoro Pintadi mengatakan, kajian pakar ini dilakukan dalam rangka menjalankan Memorandum of Understanding (MoU) UMY dengan Tokushima University. Sebelumnya UMY dan Tokushima telah menjalankan pertukaran dosen dan mahasiswa.

"Ini bagian kegiatan MoU UMY dan Tokushima. Setelah ini kita akan melakukan Student Exchange lagi. Jadi nanti akan ada proses penjaringan mahasiswa yang mau ikut," jelas Hastoro.

Adanya kajian pakar orofacial pain sangat penting menurut salah satu peserta, Cahyaning Hannisa. Karena sebagian besar pasien dalam kedokteran gigi mengalami orofacial pain dan butuh penanganan yang tepat agar masalah tersebut tidak terus berlangsung.

"Itu akan berakibat buruk terhadap prognosis (perkiraan akhir penyakit) dari perawatan atau tindakan yg akan dilakukan kepada pasien," jelas mahasiswa KG UMY ini. (syah/mar)

Penulis
Ahlul Amalsyah
Yogyakarta, ahlul.amalsyah@umy.ac.id

Baca juga:

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.