Sukses

Ancaman Ukraina Vs Rusia Sampai Indonesia?

Kerusuhan politik di Ukraina melebar. Tidak hanya antara pihak pemerintah dan oposisi, tapi Ukraina dengan Rusia.

Liputan6.com, Moskow- Kerusuhan politik di Ukraina belum mereda pasca-penggulingan Presiden Viktor Yanukovych. Ketegangan justru melebar, tidak hanya antara pihak pemerintah Yanukovych dan oposisi yang dipimpin Yulia Tymoshenko, tapi Ukraina dengan Rusia.

Betapa tidak, alih-alih membantu mendamaikan 2 pihak internal Ukraina yang bersengketa, Rusia yang dikomando Presiden Vladimir Putin justru mengirimkan ribuan tentara ke Crimea, Ukraina. Moskow berdalih, pengiriman pasukan militer itu untuk menjaga warga negaranya dari ancaman kelompok Ukraina.

Perwakilan Rusia di PBB, Vitaly Churkin mengatakan, Ukraina berada di ambang perang saudara. Sebab warga sipil dianiaya sekelompok orang lantaran berbicara menggunakan Bahasa Rusia.

Selain itu, Rusia mengklaim pihaknya diminta Presiden terguling Yanukovych untuk mengirimkan tentaranya. Rusia yang disebut-sebut mendukung Yanukovych sebagai presiden yang sah pun langsung menerjunkan pasukan ke Crimea.

Kondisi tersebut membuat ketegangan di kawasan, negara tetangga, bahkan dunia internasional. Indonesia turut terkena imbas atas krisis geopolitik tersebut.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa mengatakan, pemerintah merelokasi 11 warga negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di Kiev, Ibukota Ukraina, ke tempat yang lebih aman. Langkah ini diambil pemerintah seiring meningkatnya ketegangan di negara pecahan Uni Soviet itu.

"(Direlokasi) ke negara sekitar. Tapi jumlahnya tidak besar, total seluruh 60 WNI, yang direlokasi sekitar 11 orang. Di Kiev, yang direlokasi umumnya keluarga dan anak-anak," jelas Marty di Istana Negara, Jakarta, Selasa 4 Maret 2014.

Masuknya militer Rusia ke Ukraina juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Terlebih setelah harga minyak melonjak lebih dari US$ 2 per barel.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, jika harga minyak dan gas (migas) dunia naik, maka harga migas di tanah air juga meningkat.

"Permasalahan di Ukraina adalah naiknya harga minyak dan gas (migas). Ini akan berpengaruh ke pasar dunia dan jika harga migasnya naik, harga migas kita juga meningkat," ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Jakarta, 4 Maret.

Menurut Badan Energi Internasional, Rusia adalah produsen terbesar minyak kedua di dunia pada 2012 atau menguasai 12,6% dari pasokan global. Hal itu bisa memberikan dampak ke negara lain, termasuk Indonesia. "Urusan gas di Ukraina memang berasal dari Rusia. Jadi mudah-mudahan ini tidak berdampak signifikan terhadap kita," ujar Lutfi.

"Ambisi" Hitler

Langkah Putin mengirim tentara ke Crimea ditentang keras sejumlah pihak internasional karena dinilai melanggar kedaulatan Ukraina. Bahkan mantan Menteri Luar Negeri Ceko Karel Schwarzenberg menilai tindakan Putin tersebut seperti Hitler.

"Apa yang terjadi di Ukraina saat ini seperti sejarah yang terulang. Putin melakukan hal sama dengan apa yang dilakukan Hitler," kata Schwarzenberg, seperti dimuat Global Post, 4 Maret 2014.

Dia menjelaskan, persamaan yang dimaksud adalah pengiriman tentara Putin ke Crimea seperti invasi yang dilakukan pasukan Hitler ke Austria, Ceko, dan Polandia pada 1938 dan 1939.

Putin mulai mengirimkan tentaranya ke Crimea pada Sabtu 1 Maret 2014 setelah Parlemen Rusia mengizinkan permohonan Sang Presiden. Sejak itu pula, kondisi di Crimea menegang.

Schwarzenberg menilai alasan Putin mengirim tentara untuk melindungi warga negaranya tidak benar. Itu hanya alasan omong kosong. Sebab, menurut dia, Putin memang ingin menginvansi Crimea.

"Ia ingin menyerang Crimea. Ia butuh dalih dan mengatakan rekannya tertindas. Sama seperti Hitler yang mencaplok Austria karena ada warga Jerman yang tertindas. Tapi pada akhirnya warga Austria diperbudak," ujarnya.

Atas hal itu, Schwarzenberg mendesak Uni Eropa untuk mengambil tindakan tegas kepada Rusia. Sebab apa yang dilakukan Moskow jelas merupakan pelanggaran hukum.

Uni Soviet Baru?

Selain seperti Hitler, tindakan Putin ini ditengarai sebagai upaya untuk membentuk reinkarnasi dari Uni Soviet atau Uni Soviet baru. Hal itu dipaparkan dalam tajuk opini di laman CNN yang ditulis Ulrich Speck, 4 Maret 2014.

Rusia dan Ukraina merupakan negara pecahan Uni Soviet. Rusia dikenal sebagai negeri pewaris utama Uni Soviet. Dan Crimea disebut-sebut sebagai pembuka bagi Rusia untuk merealisasikan hal tersebut.

Ulrich menjelaskan, Rusia ingin membuat sebuah kesatuan seperti Uni Soviet yang dikendalikan negara tersebut. Hal ini bertujuan untuk membentuk sebuah tatanan baru yang memberikan pengaruh terhadap internasional.

Dia mencontohkan kesamaan upaya saat Rusia bersengketa dengan Georgia pada 2008 dan Ukraina saat ini. Yakni sama-sama mengirim tentara. Rusia pernah menempakan pasukan militer di Abkhazia dan Ossetia Selatan, Georgia. Hal itu dilakukan saat perang Rusia dan Georgia pada 2008. Perang kemudian dimenangkan Rusia. Abkhazia dan Ossetia Selatan kemudian menjadi negara merdeka.

"Rusia hingga saat tak pernah mengakui kemerdekaan Ukraina pada 1991. Ini yang menjadi alasan kenapa Ukraina terus dipengaruhi Rusia," tulis Ulrich.

Selain itu, dengan tumbangnya Presiden Viktor Yanukovych, maka secara otomatis Ukraina akan menjalin hubungan dengan Uni Eropa. Rusia, menurut Ulrich, jelas tidak suka dengan kondisi tersebut. Karenanya, Moskow mengirimkan tentaranya ke Ukraina.

"Jatuhnya Yanukovych dan kemenangan pihak oposisi Ukraina membuat cengkeraman Rusia di negara tersebut hilang. Rencana besar Rusia terancam hancur," sebut Ulrich.

Lebih jauh menurut Ulrich, konflik di Ukraina saat ini bisa menjadi momen yang tepat bagi Rusia untuk membuat negara yang disegani di kawasan. Ketika Rusia sukses melancarkan misinya di Ukraina, maka otomatis negara di sekitar akan menghormati Rusia.

"Keamanan perbatasan dan kedaulatan merupakan yang utama bagi sebuah negara. Jika Rusia mampu mengendalikan hal itu di negara lain, maka semuanya akan berjalan mulus," kata Ulrich, dalam argumentasinya.

Kudeta Tak Sah

Seolah membenarkan langkahnya, Putin menegaskan, kudeta yang dilakukan oposisi terhadap Yanukovych itu inkonstitusional alias tidak sah secara hukum. "Itu kudeta inkonstitusional dan penyitaan kekuataan bersenjata," tegas Putin, seperti dimuat BBC.

Dia menjelaskan, sekelompok militan di Ukraina telah membuat negara tersebut kacau. Dan Yanukovych menjadi korban dalam kekacauan itu. Putin berharap kondisi tersebut segera berakhir.

"Yanukovych telah memberikan semua yang oposisi inginkan," ujar Putin yang menegaskan Yanukovych masih menjadi presiden yang sah, meski saat ini pemerintahan Ukraina telah digantikan Presiden sementara Oleksandr Turchynov.

Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk pun bersuara. Dia meminta Ukraina menarik pasukannya dari Crimea. "Kami meminta Putin menarik kembali pasukannya dari negeri ini dan menghormati perjanjian bilateral," tegasnya.

Lalu bagaimana nasib Ukraina selanjutnya?

(Raden Trimutia Hatta)

Baca juga:

Indonesia Desak PBB Segera Tuntaskan Krisis Ukraina

Di Atas Kertas, Milter Rusia Lebih Unggul dari Ukraina

Putin Perintahkan Tentaranya di Perbatasan Ukraina Balik ke Barak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini